Wah, kayaknya makin seru nih . . . saya juga mau ikutan ngeramaikan thread ini deh, terutama mengenai FPI-nya !
Dalam suatu wawancara, Habib Riziq pernah mengatakan : “FPI selalu melakukan ‘teguran berlapis’ sebelum melakukan tindakan (baca : kekerasan). Kalau sudah mentok, pakai cara yang keras?
Loh, sekeras apa? Apa definisi teguran yang keras yang berlapis ?
Apakah teguran yang menggunakan megaphone gituh, agar dianggap personifikasi masjid ?
Setahu saya, massa FPI jarang sekali menggunakan teguran halus. Sekali-kalinya FPI menggunakan nasihat adalah ketika mereka menasihati kehidupan artis Cut memey dan Jackson Perangin-angin. Selain itu… nothing !
Sekali-kalinya, melihat massa FPI berbuat kebajikan dengan menolong sesama, adalah ketika massa mereka mengangkat mayat-mayat korban gempa di Aceh. Selain itu…, nothing else !
Pada kenyataannya, praktik-praktik FPI TIDAKmemakai teguran yang halus dan lembut. Faktanya mereka menyerbu, merusak, menghancurkan tempat publik. Bahkan tidak segan-segan menghakimi orang-orang yang berseberangan pendapatnya, dengan bogem mentah hingga tongkat rotan untuk aksi kekerasan mereka.
Apakah itu ‘kekerasan’ yang dimaksud?
Setahu saya, perbedaan pendapat adalah rahmat dan anugrah dari Ilahi. Mengapa FPI harus memukul dan menyiksa warga lainnya karena mereka berbeda?
Yang Nasrani, dipukul. Yang bukan Ahlussunah, dipukul . . . bahkan hingga Kyai Idris dari Cirebon pun mau dipukuli. Lalu FPI melakukan penutupan paksa terhadap gereja, rumah-rumah ibadah, penyerangan terhadap – sesama - warga negara Indonesia, yakni Ahmadiyyah dan Komunitas Eden, ancaman dan penyerangan terhadap lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mengusung tema kebebasan dan pluralisme agama terhadap FAHMINA Institute di Cirebon (21/5/06), dan penistaan terhadap mantan Presiden Republik Indonesia, tokoh-tokoh NU, tokoh lintas agama, serta tokoh bangsa: Alm. K.H. Abdurrahman Wahid, di Purwakarta Jawa Barat (23/5/06) . . . dan masih terlalu banyak untuk disebutkan disini.
Dan kasus paling terakhir beberapa waktu yang lalu, adalah melakukan penyerangan dan meneror warga Tionghoa di Singkawang, Kalimantan Barat, dengan menghancurkan patung Naga Emas. Disusul kemudian dengan pembongkaran terhadap karya seni patung Tiga Mojang di Perumahan Kota Harapan Indah, Bekasi. Berikutnya, giliran Gereja HKBP di Tangerang dan Bekasi yang ditutup paksa.
Yang membuat kita tidak habis pikir, bahkan di dalam kantor lembaga tinggi negara pun, yakni di Mahkamah Konstitusi, 24 Maret lalu, massa FPI berani melakukan aksi kekerasan terhadap pengacara yang mengajukan permohonan uji materiil UU Penodaan Agama (Uli Parulian dan Nurkholis).
Jadi, apa sih yang di bela FPI ?
Kalau memang mereka adalah Front Pembela Islam, garis depan pejuang umat Islam di muka bumi. Maka berlakulah seperti perilaku para pejuang. Benar-benar memperjuangkan umat yang mereka bela.
Mengapa FPI berdemo sambil merusak warung-warung pinggir jalan menentang Amerika.
Mengapa mereka tidak berdemo, agar anak-anak yang belajar di madarasah-madrasah dan pesantren-pesantren Islam di seluruh Indonesia dapat memperoleh ilmu IT dan akses internet gratis?
Mengapa FPI menghancurkan seluruh buku-buku yang berisikan pemikiran ‘kiri’ bahkan menghancurkan serta memukuli tukang bukunya. Mengapa mereka tidak menulis buku mengenai Islam dalam versi mereka. Apakah jihad harus memakai pentungan dan caci maki, tidak boleh melalui tulisan?