To brain : apakah wilder-brain-dan buya hamka Tuhannya sama ? :
To May :
"Tidak Ada Penafsiran secara Harfiah dan secara Rohani" bertentangan dengan tulisan may yg satu lagi "MEMAHAMI FIRMAN ALLAH SECARA HARFIAH"
kok bisa berlainan gitu ya ?
May ::
Sorry baru masuk forum lagi. lagi banyak kerjaan :(
maklum sekarang jadi kuli.
Sedapat Mungkin secara Harfiah
Prinsip pertama adalah menafsirkan dan memahami Alkitab sedapat mungkin secara harfiah. Kita harus memegang erat fakta bahwa ketika Allah memberi ilham kepada manusia untuk menulis Alkitab, Dia menggunakan kata-kata yang sepenuhnya dipahami manusia. Ketika kita mencoba memahami Alkitab hari ini, kita harus memahami pemikiran Allah secara ketat dan akurat secara harfiah. Kita tidak seharusnya berpikir, karena Alkitab diilhamkan Allah maka ia akan melampaui bahasa manusia, dan karenanya terbuka bagi penafsiran rohani. Ini adalah usulan yang berbahaya dari proposisi. Kita harus menafsirkan Alkitab menurut makna harfiah dari tiap kata. Tidak peduli betapa sulit atau betapa tidak pada tempat kelihatannya, kita harus dengan ketat berpegang pada arti harfiahnya. On Knowing the Bible, hal. 53-54
Seseorang harus mempertimbangkan secara hati-hati apakah satu bagian harus ditafsirkan secara harfiah atau rohani. Kita harus sebisa mungkin berpegang erat pada prinsip dan makna harfiahnya. Hanya ketika penafsiran harfiah dari beberapa kata dalam beberapa visi/penglihatan, nubuat, dan perumpamaan menjadi begitu tidak masuk akal dan kelihatannya bodoh, baru kita menafsirkannya secara rohani. On Knowing the Bible, hal. 55
Tidak Ada Penafsiran secara Harfiah dan secara Rohani
dalam Kalimat, Ayat atau Bagian yang Sama
Kita tidak bisa menafsirkan satu kalimat, satu ayat, atau satu bagian Alkitab secara rohani di bagian pertama dan secara harfiah di bagian kedua. Demikian pula sebaliknya. Jika satu bagian ditafsirkan secara rohani, maka ia harus ditafsirkan secara rohani secara tuntas. Jika satu bagian ditafsirkan secara harfiah, ia harus ditafsirkan secara harfiah sampai tuntas. Sebagai contoh, Tuhan Yesus berkata dalam Yohanes 3, “Jika seseorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.” Banyak pengulas Alkitab menafsirkan air di sini secara rohani, misalnya mengacu kepada firman Allah. Namun, di frase selanjutnya, mereka mengambil Roh secara harfiah, mengacu kepada Roh Kudus. Penafsiran semacam ini salah dan berlawanan dengan prinsip penafsiran Alkitab. Jika seseorang mau menafsirkan Roh di bagian kedua secara harfiah, dia harus menafsirkan air di bagian pertama secara harfiah juga. Jika seseorang menafsirkan air secara rohani, maka dia harus menafsirkan Roh secara rohani juga. Karena seseorang tidak bisa menafsirkan Roh secara rohani, ataupun air secara rohani, maka ia harus ditafsirkan secara harfiah. Ini adalah prinsip yang penting dalam menafsirkan Alkitab. Untuk bagian yang berbeda dalam satu perikop, entah itu semua harus ditafsirkan secara harfiah, atau itu semua harus ditafsirkan secara rohani, mereka tidak bisa ditafsirkan sebagian sebagian.
On Knowing the Bible, hal. 56-57
coba baca pelan2 dan diresapi b ro dick. sedapat mungkin itu kata kuncinya.
tapi itu menurut penulisnya.
Saya sendiri melihat memang rancu. makanya saya menanyakan apakah kitab2 suci itu harus diartikan secara harfiah saja, yang akan menyebabkan kebingungan (krn penempatan kata2 yang tidak pada tempatnya menurut tata bahasa manusia dan atau karena keterbatasan kata), atau ditafsirkan secara rohani (yang berarti bebas tergantung dari tingkat spritual para penafsir) yang kemudian diterjemahkan lagi dalam bahasa yg lebih awam.
tapi itu menyebabkan eksklusifisme pada kitab2 suci itu. :( karena tidak semua orang memiliki kemampuan spiritual yang baik.
sedangkan jika secara harfiah yah tetap saja membingungkan umat awam.