Menurut apa yang saya pahami, bentuk penjajahan yang paling berbahaya adalah PENJAJAHAN DALAM POLA PIKIR. Alasannya adalah manusia sebagai makhluk yang diciptakan oleh Kanjeng Gusti adalah makhluk yang memiliki kesempurnaan dalam arti diberikan AKAL PIKIRAN YANG SEHAT dan HATI YANG TERANG. Manakala keduanya ini dihadapkan dengan bentuk pola pikir dan fakta kehidupan, maka terjadilah aksi dan reaksi yang akan menjadi alasan setiap manusia melakukan perbuatannya.
Paradigma berpikir dari dalam hati adalah tingkatan berpikir yang lebih dalam, yang didasari oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari dalam hati. Paradigma dari dalam hati artinya meyakini segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan kita dimulai dari dalam hati. Keberhasilan, kegagalan, kesuksesan dan keagungan hidup ini sesungguhnya dimulai dari dalam diri kita sendiri, bahkan lebih mendasar lagi, dimulai dari bagian paling dalam dari diri sendiri yakni “hati nurani”.
Memiliki paradigma berpikir dari dalam hati dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata melalui keyakinan hidup yang bersumber dari suara hati nurani, seperti:
· Selalu menempatkan hati nurani sebagai pembimbing dalam langkah kehidupan.
· Memandang kehidupan dunia ini melalui mata hati, bukan sekedar mata panca indra semata.
· Mengarahkan hati selalu “taqarrub” pada sifat-sifat kemuliaan Allah, yang melandasi setiap kegiatan hidupnya.
· Hal ini diimplementasikan dalam kehidupan melalui sikap yang mengedepankan integritas, kejujuran, cinta kasih, keadilan, kebenaran, kebebasan, kesabaran dan ketawakalan.
Dua kekuatan dalam hati yaitu daya tarik dan daya tolak, atau kekuatan positif dan kekuatan negatif yang ada dalam hati terus menerus melakukan pertarungan. Jika pertarungan itu dimenangkan oleh kekuatan negatif, yang terjadi adalah terseretnya diri kepada hal-hal negatif atau karakter-karakter rendah. Untuk itulah maka kekuatan positif dalam hati harus mampu menandingi bahkan melebihi kekuatan negatif, dengan dukungan cahaya akal sebagai daya pembeda. Energi dari cahaya akal itu berupa pengetahuan, kebijaksanaan dan semangat refleksi diri. Dengan akal akan diperoleh informasi, dan daya atau kekuatan pembeda yang akan mengarahkan tujuan dan arah pada jalan yang benar dan kondusif bagi pengembangan diri.
Jika diri bersandar pada cahaya akal, maka tidak akan terjadi ekses-ekses yang negatif, tapi bila diri mengabaikan pengetahuan dan hikmah dan membiarkan unsur-unsur negatif (gadab) dan syahwat menguasai hati, yang terjadi adalah kemunduran fatal. Tapi bila gadab dan syahwat dapat ditundukkan, mereka justru dapat membantu dan memandu pada jalur yang aman.
Jujur atau benar adalah teguh pada pendirian dengan penjagaan dan perlindungan, setelah engkau merasa sesuai dengan apa yang ada pada dirimu dari pengetahuan yang menunjukkan kepadamu, dalam rangka menegakkan batas-batas perilaku dzahir. Sikap benar itu ada dalam hakikat sifat-sifat kehendak, pada awal kehendak itu, dengan bersiteguh pada keterpanggilanmu dalam hakikat kehendakmu; berupa lintasan yang benar bagimu untuk-Nya, dan bergegas keluar dari keselarasan nafsu yang mendorong kesenangan, disertai penegakan ilmu bagimu dan penyalarasanmu kepada-Nya, melalui keluarmu dari penakwilan.