Bro Ito..., sepertinya hampir sampai pada tujuan dan kalau boleh saya ambil kesimpulan.
Pendapat Syafii Ma'arif itu berangkat dari pendapat sendiri serta membuat seolah2 apa pemikiran dia sesuai dengan apa yang Buya Hamka fikirkan untuk menjadikan bobot apa yang dia pikirkan menjadi lebih kuat.
Namun Intinya Kerukunan antar agama mutlak harus dibina dalam suasana saling menghargai dan bukan unity, dimana semua harus saling membenarkan agama yang lain diluar itu dianggap radikal, extrim, dll sebagainya. Perbedaan bukanlah hal yang luar biasa karena manusia juga diciptakan berbeda, tidak sama bentuk dan kemampuannya, tapi semua itu saling mengisi dalam sebuah kebersamaan, bayangkan kalau isi dunia ini laki semua, kekacauanlah yang terjadi jadi mari kita saling menghormati.
Namun kebersamaan itu tidak pula menghilangkan identitas keagamaan masing bagi Nasrani biarlah konsep trinitas dan Injil yang paling benar, bagi Islam biarlah Aqidah Islamiyah & Aturan2 Allah SWT (Al-qur'an & Al Hadits) yang melingkupi kehidupannya, bagi Budha sang Budhalah yang jadi penuntun hidupnya, Hindu juga begitu (Maaf saya tidak begitu mengenal ajaran Hindu) serta agama2 lain di Indonesia. Alangkah indahnya hidup berdampingan seperti ini "Bagimulah agamu dan bagikulah agamaku" dalam hal sosial kita saling membantu. Jangan takut & phobi dengan kata "Radikal" yang asal katanya dari "Radix" yang berarti akar. karena jika seseorang menjalankan dan memahami agamanya dengan baik dan mengakar dalam kehidupannya dia sudah dikatakan Radikal, jika umat Nasrani memahami Injilnya dengan baik serta menjalankannya dalam kehidupannya sehari2 itu sudah Radikal namanya dan begitu juga dengan Islam serta agama lainnya.
Semoga kesimpulan saya ini benar ya Bro Ito ???
Disamping semua itu hati nurani manusia cenderung selalu mencari kebenaran, untuk mendapat sebuah kebenaran yang benar-benar, benar dalam hal keyakinan tidak juga ada salahnya saling mengenal dalam sebuah diskusi/debat antar agama dengan suasana tetap saling menghargai.
Wallahu 'alam