Sekarang Pasal 14 ya !
Pasal 14
(1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.
(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi:
a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;
c. rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan
d. rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.
(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat.
Nah sekarang kita bahas :
Ayat (1) . . . . persyaratan administratif . . . sangat sulit didapatkan, bukannya tidak diurus tetapi memang mustahil jika harus memperhatikan komposisi penduduk sekitar.
Ayat (2a). Jumlah Daftar Nama dan KTP pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang, tentu saja mudah dipenuhi, tetapi dihubungkan lagi-lagi dengan pasal 13 ayat 3 mengenai komposisi jumlah penduduk sekitar. Mau jumlah 90, 100, 200, 500 . . . ya tetap saja sulit untuk memperoleh syarat administratif.
Ayat (2b) Sama halnya dengan ayat (2a) diatas . . . lagi-lagi . . . Dukungan masyarakat setempat (dalam hal ini tentu saja masyarakat muslim), jangankan 60 orang, 5 orang muslim saja mana mau mereka menyetujui . . . nanti dibilang murtad !
Ayat (3) . . . hanya omong kosong ! tidak pernah dilaksanakan. Hanya memfasilitasi, namun sampai jaman berakhirpun pun tidak akan pernah terealisasi. Buktinya pemerintah daerah selalu terkesan lepas tangan atas terjadinya penutupan / pembongkaran gereja. Sedangkan terhadap pelakunya tidak satupun ditangkap.
Inilah kontroversialnya, satu pihak melalui UUD 45 pasal 29, Pemerintah menjamin Kebebasan Beragama, di satu pihak bikin UU yang justru “MEMBELENGGU’ kebebasan beragama di Indonesia.
Lalu apa ini bisa dikatakan Indonesia sangat tinggi dalam toleransi beragamanya ?
Oh ya, satu lagi ! Ndan Ciek menulis :
“ . . . aturan tsb (surat keputusan Bersama Mentri ) juga meikutsertakan semua golongan, ini merupakan kesepakan bersama bukan . . . “
APA DASARNYA NIH ? MANA SUMBERNYA ? :
Bukankah sudah jelas ini adalah keputusan bersama 2 Menteri ? (Kalau anda jeli sebetulnya revisi Peraturan yang terbaru ini ditandatangani oleh 3 menteri thn 2008, tetapi sudahlah . . . nanti anda menuduh saya mengada-ada).
Golongan mana yang diikut sertakan, bukankah seperti ‘kebiasaan’ pemerintah selama ini membuat keputusan tanpa melibatkan rakyatnya. Apa yang diANGGAP benar oleh pemerintah, itulah yang di buat UU nya).
Bukankah sampai saat ini tokoh-tokoh non-muslim sampai detik inipun masih saja ‘berjuang’ menghendaki SKB ini direvisi karena tidak adil dan kontroversial ?
:::