Tak ada yang menyangka, kalau peraih Unas tertinggi di propinsi Jawa Timur adalah seorang gadis yatim, yang ibunya bekerja sebagai penjual pecel dan pembantu rumah tangga. Ia terancam tak bisa kuliah karena tak ada biaya.
Tak hanya Dina Bakti Pertiwi, 18, yang bahagia dan bersyukur dengan prestasi menyabet nilai tertinggi Ujian Nasional (Unas) untuk program IPS se-Jawa Timur. Bahkan masyarakat Jember pun bangga dengan kepintaran putra daerah itu. Seluruh keluarga pun bangga meski selama ini tak pernah menyangka kalau anak yatim penjual pecel itu bisa jadi lulusan terbaik sepropinsi Jawa Timur.

Uploaded with ImageShack.us
Namun kegembiraan itu kini berubah menjadi beban. Pasalnya, siswi SMAN 1 Jember ini terancam tak bisa kuliah karena tidak adanya biaya.
Dina memang mempunyai rekam jejak sebagai sang juara di kelas dan sekolahnya. Menjadi juara sekolah sudah biasa disandang remaja kelahiran 22 Desember 1991 itu sejak duduk di bangku SD dan SMP.
“Tetapi kali ini benar-benar tidak menyangka. Kaget waktu diberitahu teman-teman yang melihat pengumuman di internet. Katanya saya juara satu se-Jatim. Saya malah tidak tahu,” kata Dina di rumahnya, Jl Letjen Suprapto IX/22 Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sumbersari, Jember, Ahad (25/4).
Dina meraih nilai tertinggi Unas untuk program IPS yakni 54,75, atau rata-rata nilai 9 untuk masing-masing mata ujian. Dia baru secara resmi menerima pengumuman hasil Unas tersebut dari sekolah pada Senin (26/4).
Mengobrol dengan remaja satu ini amat menyenangkan. Teman bicaranya akan tertulari nada optimistis dan semangat saat ia berbicara. Dia juga tetap semangat ketika disinggung perekonomian keluarganya yang cupet setelah meninggalnya sang ayah, M Syafi’ hampir dua tahun silam. “Wah harus tetap optimistis meski ekonomi keluarga pas-pasan. Sekarang juga lagi nyari cara agar saya nanti bisa kuliah,” tegas anak ketiga dari lima bersaudara itu.
Gadis hitam manis ini kemudian menceritakan keinginannya setelah lulus SMA. Dia punya dua pilihan untuk kuliah nanti, yakni memilih Fakultas Ekonomi Universitas Jember melalui jalur PMDK, atau Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) Jakarta. Namun untuk masuk melalui jalur PMDK, keluarga Dina harus menyediakan uang Rp 6.750.000. Angka yang terbilang besar bagi keluarga itu. “Angka segitu, besar sekali. Kami jelas tidak akan mampu,” ujarnya.
Dina memang berharap bisa masuk STAN, karena kecintaannya pada akuntansi dan manajemen keuangan. Andaikata diterima di STAN saja, Dina juga masih coba berpikir keras bagaimana caranya bisa survive. Sebab, meskipun biaya kuliah di sekolah tinggi berikatan dinas itu gratis, namun biaya buku dan kos tetap ditanggung mahasiswa. Padahal, biaya kos di Jakarta ditambah anggaran beli buku, tentu tidak murah.