Menyiasati Kelesuan
Meski begitu, paparnya, untuk menyiasati kelesuan bisnis pokok, kedua saudara ini membuat terobosan usaha yakni mengembangkan kerajinan dari lidi. Bagi keduanya ini tak sulit, karena sebelumnya keluarga Titin pun menekuni usaha tersebut. Dan Titin pun yang sejak kecil membantu orangtua memproduksi kerajinan jenis ini sehingga dia cukup piawai dalam memproduksi. Terlebih lagi Eris yang memiliki latar belakang desain ikut bergabung sehingga jadilah produk yang dihasilkan tampil berbeda. Produknya macam-macam, perlengkapan rumah tangga, box, hingga pigura untuk foto. Juga tas wanita.
Ternyata respon pasar atas kerajinan ini cukup luar biasa, bahkan sudah ekspor ke manca Negara. "Mereka (buyer mancanegara) ternyata suka sesuatu yang bersifat alami. Usaha ini justru berkembang bagus. Jadi untuk sementara, usaha difokuskan pada produk baru itu," tambah Titin. Beberapa buyer yang telah mengambil produk mereka adalah dari Singapura, Dubai dan Malaysia. Selain ke manca Negara, kerajinan lidi ini juga dipasok ke sejumlah daerah wisata seperti Yogyakarta, Solo dan Bandung.
Untuk pengadaan material, Eris dan Titin, tidak menemukan hambatan karena sudah mendapat pasokan bahan mentah dari pedagang khusus bahan mentah lidi. Selanjutnya, bahan mentah tersebut diolah lagi untuk mendapatkan bahan sesuai standard dan kebutuhan. "Kalau sedang banyak pesanan, biasanya kami melibatkan banyak perajinan di kampung sekitar.
Bahan dari kami, begitu juga desain, mereka yang mengerjakan. Sedang saya hanya melakukan pengecekan, kalau perlu juga melakukan finishing. Tapi sejalan dengan perkembangan usaha ini, kami juga sudah melatih pekerja-pekerja tertentu yang bisa membantu melakukan finishing. Sebab, kan, tidak mungkin saya menghandle sendiri kalau pesanan terlalu banyak," tambah Titin.
Wadah-wadah cantik yang terbuat dari bambu untuk aneka perlengkapan rumah tangga masih tetap bertahan hingga kini. Bahan dari bambu apus kemudian dibelah kecil-kecil menyerupai lidi dari daun kelapa lalu dianyam membentuk pelbagai barang perlengkapan meja makan, seperti tutup nasi dan lauk pauk, tempat tisu, wadah kue, tempat buah. Kerajinan lidi bambu ini juga bisa dibuat kopiah, topi lebar, tempat pensil, kap lampu meja, dan lain-lain.
Kerajinan lidi bambu yang dihias pula dengan lidi aren, merupakan kerajinan khas daerah Lampung. Perajin lidi bambu dan lidi aren yang tetap eksis hingga sekarang adalah Prayitno, lelaki paruh baya yang menekuni kerajinan ini sejak tahun 1989. Dengan nama usaha Sanggar Sumber Rejeki, Pak Yitno, demikian sapaannya, mengaku usahanya ini banyak dikerjakan oleh ibu-ibu rumah tangga di sekitar rumahnya Desa Giri Klopo Mulyo, Kecamatan Sekampung, Kabupaten Lampung Timur Provinsi Lampung.
Semua bahan yakni bambu yang sudah dibentuk menjadi lidi serta lidi aren, dan belahan papan kayu yang sudah dipotong sesuai kebutuhan, dibawa oleh pekerja ke rumah masing-masing yang kebanyakan ibu-ibu. Yang menentukan desain atau model adalah Pak Yitno, lalu para pekerja tinggal merakit atau menganyamnya.
“Semua mereka kerjakan di rumah masing-masing karena membuat kerajinan seperti ini merupakan sambilan bagi mereka, “ papar Pak Yitno. Karena sebagai sambilan maka Ibu-ibu yang biasa mengerjakan rajutan ini, sehari hanya bisa merampungkan tempat buah atau wadah makanan lain dua buah.
Ongkos per satu tempat buah Rp 6 ribu. Untuk jenis model lainnya yang lebih rumit, tentu ongkosnya beda karena harga jualnya pun beda. Tutup nasi yang cukup besar seharga Rp 300.000, lampu meja yang artistik seharga Rp 250.000, tempat tisu yang berbentuk persegi panjang Rp 50 ribu, dan yang kecil berbentuk kipas hanya Rp 20 ribu.
Jumlah tenaga kerja tidak tetap yang biasa dilakukan ibu-ibu sebanyak 10 orang, sedangkan karyawan tetap di bagian finishing dan lainnya 6 orang. Finishing agak rumit karena setelah barang kerajinan itu sudah berbentuk, baik tempat tisu, tempat pensil dan lainnya ditaruh pada tempat yang cukup luas untuk diasap di atas daun jerami.
“Supaya muncul warna seperti ini, “ Pak Yitno menerangkan. Warna yang dimaksud adalah kuning kecoklatan atau bergradasi antara warna kuning, coklat, dan hitam. “jadi ini warna alami, “ tambah Pak Yitno pula.