Pertempuran di benteng Reket Goib antara pasukan penyerbu dengan pasukan rakyat Gayo lebih berimbang, sehingga korban yang jatuh di kedua belah pihak cukup banyak. Di pihak rakyat Gayo telah meninggal dunia sebanyak 148 orang: antaranya 143 orang pria, 41 orang wanita dan anak-anak. Korban di pihak pasukan Belanda: 7 orang mati, diantaranya 2 orang perwira dan 42 orang luka-luka berat, diantaranya 15 orang perwira.
Rekep Goib

Pertempuran dari benteng ke benteng yang tersebar di daerah-daerat Gayo tidak kurang dari sepuluh buah banyaknya, dengan korban ribuan rakyat Gayo yang mati terbunuh. Hanya dengan cara itu pasukan Belanda dapat menaklukkan Gayo.
Setelah daerah Gayo berhasil ditundukkan, maka pada tanggal 13 Juni 1904 pasukan Belanda melanjutkan serangan ke daerah Alas, dengan sasaran utamanya desa Batu Mbulen dimana tinggal seorang ulama besar bernama Teungku Haji Telege Makar dengan pondok pesa ntrennya. Mendengar kedatangan pasukan Belanda mau menyerbu kaum muslimin, dengan pimpinan para ulama mereka mengosongkan desa tersebut dan semuanya berkumpul di
benteng Kute Reh yang telah disiapkan jauh sebelum pasukan musuh datang.
Pertempuran dahsyat dan bermandikan darah berlangsung berhari-hari antara pasukan musuh dengan pasukan kaum muslimin di benteng Kute Reh tersebut. Benteng Kute Reh jatuh ke tangan pasukan Belanda, setelah 561 orang pasukan yang mempertahankan benteng itu tewas, diantaranya 313 orang pria, 189 orang wanita, dan 59 orang anak-anak. Sedangkan di pihak musuh hanya dua orang mati dan 17 orang luka-luka berat.
Pada tanggal 20 Juni 1904 pasukan Belanda dibawah pimpinan Van Daalen sendiri melanjutkan penyerbuannya ke benteng Likat. Pertempuran sengit bermandikan darah berlangsung dahsyat dan ngeri. Sebab pasukan Belanda main bantai tanpa pandang bulu, sehingga 432 orang mati terbunuh, diantaranya 220 pria, 124 wanita, dan 88 orang anak-anak. Dipihak pasukan musuh yang mati hanya seorang dan 18 orang tentara luka-luka, termasuk Letnan Kolonel Van Daalen dan Kapten Watrin.
Daerah Alas dapat dikuasai pasukan Belanda setelah jatuhnya benteng Lengat Baru pada tanggal 24 Juli 1904, dengan korban yang sangat besar di pihak rakyat Alas, di mana 654 orang tewas, diantaranya 338 orang pria dan 186 wanita serta anak-anak 130 orang.Di pihak musuh hanya 4 orang mati.
Keganasan Pasukan Marsose dari yang tergabung prajurit Belanda, Jawa, Menado dan Ambon Yang dipimpin oleh Van Daalen.
Sebagaimana telah terjadi di daerah-daerah lainnya di Aceh, jika pertempuran terbuka telah tidak mungkin dilakukan, karena kekuatan yang tak seimbang dengan pasukan musuh, maka 'perang gerilya' merupakan satu-satunya jawaban untuk melumpuhkan pasukan Belanda. Di Gayo dan Alas pun berlaku hal yang sama. Apalagi daerah Gayo dan Alas adalah daerah
bergunung-gunung dan berhutan lebat, sehingga 'perang gerilya' yang dilakukan rakyat Gayo dan Alas sangat menguntungkan. Dan sebaliknya pasukan Belanda tidak pernah bisa tinggal tenteram di daerah-daerah yang didudukinya.
Pada bulan Maret 1904 sebuah kolonne yang terdiri dari enam brigade marsose, yaitu kira-kira 160 orang tentara, masuk ke dalam jebakan pasukan gerilya muslimin yang berkekuatan sebanyak 300 orang gerilyawan. Dengan gerak cepat dan ketangkasan yang luar bi asa, pasukan gerilyawan muslimin Aceh ini menyerang dengan kelewang dan rencong terhadap pasukan marsoseyang terjebak itu. Seluruh pasukan Belanda sebanyak 160 orang tentara mati terbunuh, ter-masuk Kapten Campion yang mati karena luka-luka berat.