Media Indonesia - Pakar senjata Subchan kembali ke Indonesia demi satu niat; menjadi bagian dari upaya besar memberesi urusan alat utama sistem senjata (alutsista) Tanah Air yang karutmarut.
Penampilan Subchan sederhana saja. Tutur katanya santun dan wajahnya selalu dihiasi segaris senyum. Sehari-hari, matematikawan yang pakar persenjataan itu sibuk mengajar mahasiswanya di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Untuk mengajar, Subchan sudah berangkat dari rumahnya di Jombang pukul 05.00. Dia mengandalkan kereta rel diesel (KRD) jurusan Jombang-Surabaya sebagai transportasi seharihari. Sampai di Stasiun Gubeng, Surabaya, ia melanjutkan perjalanan menggunakan sepeda motor menuju ITS.
Barangkali, jika mau, pakar senjata yang sempat beken di Inggris itu bisa hidup nyaman di negara Ratu Elizabeth. Atau setidaknya, membeli mobil mewah lengkap dengan sopir. “Ini adalah pilihan, tidak apa-apa tiap hari saya harus naik kereta, yang penting mahasiswa tetap bisa mendapatkan ilmu,” kata Subchan.
Lagi pula, dengan menggunakan KRD, Subchan mengaku dapat merasakan kondisi Indonesia yang sesungguhnya. “KRD itu transportasi kelas bawah. Kita bisa lihat bagaimana mental orang Indonesia. Ya di bawah ataupun di atas, mentalnya sama saja,” kata Subchan.
Tidak jarang, ketika kereta terlambat dan jalanan sepanjang Jombang-Surabaya macet total, Subchan pun terpaksa kembali ke Jombang. Tugas mengajar ia serahkan kepada asisten dosen. “Yang penting mahasiswa jangan sampai telantar,” ujarnya.
sukses di Inggris
Subchan yang berkereta setiap hari demi mengajar itu ialah Subchan yang pernah meraih prestasi bergengsi di Inggris pada Agustus 2008. Saat itu, Subchan--masih menjalani studi doktoral di Cranfi eld University, Inggris--bersama timnya, Stellar, berhasil memenangi kompetisi Minister of Defence (MoD) Grand Challenge. Kompetisi yang digelar Kementerian Pertahanan Inggris itu tergolong bergengsi. Tujuannya mencari teknologi terapan dunia militer. Kala itu Stellar dinilai sukses mengembangkan Saturn (Sensing and Autonomous Tactical Urban Reconnaissance Network), sejenis robot militer yang membantu mendeteksi musuh.
Saturn terdiri dari dua pesawat kecil dan satu kendaraan darat yang semuanya tidak berawak. Masing-masing dilengkapi dengan sensor radar, panas, dan visual dan terkoneksi ke sebuah pusat pengendalian terpadu. Perangkat ini ideal bagi pasukan di garis depan dalam perang di medan sulit. Bahkan Kementerian Pertahanan Inggris tertarik untuk mengembangkan.
Lantaran itu nama Subchan melambung di Inggris. Dia sempat menulis buku Computational Optimal Control Tools and Practice bersama R Zbikowski dan diterbitkan pada Juli 2009 di Inggris. Suami Ama Imadatul Himmaty itu juga kerap menjadi pembicara di sejumlah konferensi kelas dunia. Hasil penelitian Subchan sering kali mengisi jurnal-jurnal internasional. Apalagi matematikawan itu sering bergabung dengan tim peneliti top di Inggris.
“Senjata boleh dibuat orang kimia, tentara boleh memiliki keahlian perang. Tapi, dalam merancang komponen senjata itu, orang matematika tetap diperlukan. Tidak ada satu pun persenjataan tercanggih di dunia yang tidak melibatkan orang matematika,” kata Subchan yakin. Matematika, lanjut Subchan, ialah soko guru semua ilmu.
Jauh sebelum menekuni persenjataan militer di Inggris, Subchan memang mendalami matematika. Dia lulus sarjana matematika ITS pada 1994 lantas diterima di IPTN. Anak kedua dari empat bersaudara pasangan Abdul Muin dan Djamilah tersebut ditempatkan di bagian Dinamika Fluida. Subchan juga ikut serta merancang dan mendesain pesawat jenis N-250 dan N-2130, serta mendesain sayap pesawat dan tempat mesin pesawat atau nacelle.
Di sana Subchan bertahan empat tahun. Saat kembali menjadi dosen di ITS, tawaran sekolah ke luar negeri berdatangan kepadanya. Pada 1998 Subchan berangkat ke Belanda. Dia melanjutkan program pascasarjana bidang matematika terapan di Technische Universiteit Delft, Belanda.
Lulus S-2, dia terbang ke Inggris, menyambut tawaran program doktoral dari Cranfi eld University Inggris. Di sana, Subchan mendalami ilmu sistem panduan dan kendali di fakultas ilmu, teknologi dan manajemen militer.
“Sejak saya menekuni senjata nuklir di luar negeri, saya jadi suka dengan masalah senjata. Padahal awalnya sama sekali tidak pernah berpikir meneliti bidang senjata, apalagi latar belakang saya adalah matematika. Bahkan, sempat limbung, tidak mau melanjutkan lagi, karena rumit. Tapi tidak terasa masih tetap saja saya lanjutkan,” ungkap ayah enam anak itu.
Alutsista Indonesia
Sukses memenangkan hati Kementerian Pertahanan di Inggris tidak lantas membuat hati Subchan tertambat di Inggris. Tanah Air masih menjadi pilihan utama Subchan untuk mengembangkan penelitiannya. Obsesi Subchan, ingin mengembangkan alutsista Indonesia yang masih karut-marut dan tertinggal dari negara lain.
sumber://www.its.ac.id/berita.php?nomer=6550