Pertanyaan itu selalu menggelitik di benak karena,
1. Teroris.
Kita ingat pelaku-pelaku utama atau otaknya bukan dari orang Indonesia asli, tapi dari orang Malaysia. Bullshit kalo ada yang bilang Malaysia ga punya kepentingan dengan Indonesia, lihat saja lagu dan budaya Indonesia di catut/dicolong Malaysia, ini suatu bukti Malaysia ada keinginan atau kepentingan terhadap Indonesia.
Pelaku-pelaku utama (teroris) asli warga negara Malaysia yang membuat teror di Indonesia, harusnya "mereka" melabelkan pelaku-pelaku utama teror bom sebagai makar/subversif, yang membuat negara Indonesia dalam keadaan tidak aman yang akan berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia.
Kenapa saya sebut subversif, dengan alasan :
pertama, Kita lihat Aceh, OPM di Aceh dibiayai oleh Malaysia, OPM Aceh yang beragama Islam, menganggap bantuan Malaysia sebagai bantuan terhadap sesama Islam, sedangkan Malaysia tidak karena ada motif tersendiri karena Malaysia mempunyai kepentingan di semanunjang Malaka, bila Aceh aman dan dapat maju, jelas berbahaya bagi perekonomian Malaysia di semananjung Malaka.
Kedua,Malaysia mempunyai Rencana Jangka Panjang Malaysia 2022, Indonesia sebagai negara tetangga, kawan sekaligus musuh bagi Malaysia, jika Indonesia aman, investor-investor asing akan menanamkan modalnya di Indonesia yang akan berpengaruh pada perekonomian Indonesia dan akan menjadi ancaman bagi Malaysia untuk kawasan pasar Asia serta akan sulit menuju Malaysia 2022.
Ketiga, dengan penyebutan melakukan tindakan subversif, pelaku-pelaku utama teror bom (Dr. Azhari dll) yang jelas-jelas Warga Negara Malaysia, kita (Indonesia) bisa/dapat menekan agar Malaysia bertanggung jawab atas teror bom yang dilakukan oleh Warga Negaranya, tapi karena yang kita sebut adalah teroris yang bermotif agama, Malaysia sebagai negara lepas dari tanggung jawab, hanya keluarga pelaku-pelaku utama teror bom yang meminta maaf terhadap masyarakat Indonesia.
Jelas suatu kesalahan dan kebodohan jika menganggap Malaysia tidak punya tujuan dan kepentingan di Indonesia. Motif agama untuk mengaburkan tujuan asli.
2. Wawasan Kebangsaan.
Baru-baru ini terjadi perseteruan antara Kepolisian, KPK dan Kejaksaan. Kalau saja ketiga lembaga itu mempunyai wawasan kebangsaan, dimana kepentingan bangsa dan negara di atas segala-segalanya perseteruan tidak akan terjadi.
Sempat saya tertawa, mendengarkan penjelasan Kapolri di DPR, yang mengatakan "Untuk Kepentingan yang lebih besar, menahan pimpinan KPK".
Kepentingan apa lagi yang lebih besar dari kepentingan bangsa dan negara, menghapuskan korupsi dari bumi pertiwi. "Mereka" harusnya duduk bersama bagaimana caranya membela dan menyokong kepentingan bangsa dan negara, tapi sayang seribu sayang "mereka" tidak mempunyai wawasan kebangsaan. Akhirnya saya hanya bisa tertawa miris.
:)