Siapa, yang tidak kenal dengan nama Jenderal Sudirman?. Nama itu hampir ada disetiap jalan di Indonesia. Di Jakarta Jalan Sudirman, merupakan jalan utama ibukota. Disepanjang jalan itu, bertebaran gedung-gedung besar yang merupakan pusat bisnis dan pemerintahan. Didaerah pun demikian banyak jalan-jalan utama, yang memakai nama Sudirman. Tidak hanya untuk nama jalan, di Purwokerto pun kita kenal Universitas Jenderal Sudirman. Di jalan Dr. Saharjo, Tebet Jakarta selatan, kita mengenal Balai Sudirman, sebuah gedung serba guna mewah tempat berbagai acara digelar. Tidak hanya jalan, universitas dan balai pertemuan, ada banyak hal yang juga identik dengan pelekatan nama Sudirman.
Bulan januari ini, adalah bulan kelahiran dan kematian jenderal Sudirman. Sudirman di lahirkan di Bodas Karangjati, Purbalingga, 24 januari 1916, memperoleh pendidikan formal dari Sekolah Taman Siswa, sebuah sekolah yang terkenal berjiwa nasional yang tinggi. kemudian ia melanjut Ke HIK ( sekolah guru) Muhamadiyah, di Solo tapi tidak sampai tamat. Pada tanggal 29 Januari 1950, Panglima Besar ini meninggal dunia di Magelang karena penyakit tuberkulosis dan dimakamkan di taman makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Ia Dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela kemerdekaan.
Sudirman, begitu muda ketika ia meninggal. Umur 34 tahun. Namun, dalam usia yang muda namanya begitu harum dan terkenal. Ia menjadi Panglima dan Jenderal termuda dalam sejarah Republik Indonesia. Mengapa dalam usia yang muda, pendidikan yang rendah dan badan yang lemah karena penyakit tuberkulosis parah yang dideritanya, ia memiliki pengaruh yang besar terhadap orang lain?. yah, itu karena Sudirman adalah seorang pemimpin.
Sebagai pemimpin Sudirman berbeda dengan Rambo, yang gagah perkasa, dengan senjata besar ditangannya. Rambo menembak, meloncat, menyikat musuhnya dengan kekuatan fisiknya. Sudirman hanyalah seorang mantan guru yang terpanggil untuk memerdekakan bangsanya, badannya lemah, kurus dan sakit-sakitan, Berjalan pun ia tak mampu. bergerak ke sana-kemari harus di pandu. Namun kelemahan fisik pak Dirman tidaklah menjadi penghalang perjuangannya.

Sebagai pemimpin Sudirman merupakan Pribadi yang teguh pada prinsip dan keyakinan, selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dan bangsa di atas kepentingan pribadinya. Ia selalu konsisten dan konsekuen dalam membela kepentingan tanah air, bangsa, dan negara. Hal ini boleh dilihat ketika Agresi Militer II Belanda. Ia yang dalam keadaan lemah karena sakit tetap bertekad ikut terjun bergerilya walaupun harus ditandu. Dalam keadaan sakit, ia memimpin dan memberi semangat pada prajuritnya untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Kurang lebih selama tujuh bulan ia berpindah-pindah dari hutan yang satu ke hutan yang lain, dari gunung ke gunung dalam keadaan sakit dan lemah sekali sementara obat juga hampir-hampir tidak ada. Tapi kepada pasukannya ia selalu memberi semangat dan petunjuk seakan dia sendiri tidak merasakan penyakitnya. Walaupun masih ingin memimpin perlawanan tersebut, akhirnya Soedirman pulang dari kampanye gerilya tersebut karena kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkannya untuk memimpin Angkatan Perang secara langsung. Setelah itu Soedirman hanya menjadi tokoh perencana di balik layar dalam kampanye gerilya melawan Belanda.
Kunci keberhasilan kepemimpinan Jenderal Sudirman adalah kemampuannya untuk memberikan contoh keteladanan. Sudirman yang lemah dan sakit-sakitan mampu memberikan semangat, motivasi dan kesadaran akan arti pentingya kemerdekaan bagi pasukannnya dengan bersedia bersusah payah , menderita bersama-sama dalam sebuah perjuangan. Diantara kebersamaan itulah pengaruh Jenderal Sudirman begitu besar.
Sekarang, kita juga memiliki pemimpin. Sebagai rakyat, kita berharap pemimpin kita dapat mencontoh keteladanan Jenderal Sudirman, untuk bersedia merasakan kesusahan masyarakat. Jangan tunjukan kemewahan yang berlebih, apalagi kemewahan yang berasal dari uang rakyat, disaat masih banyak rakyat yang sekarat. Jadilah teladan bagi kami.
Gambar diambil dari google
http://sosbud.kompasiana.com/2010/01/05/sudirman/