Betapa jengkel dan kecewa hati Tara, akan perlakuan suaminya yang selalu tak
pernah memberikan kesempatan untuk berexpresi dan mendapatkan kenikmatan bila
mereka membuat cinta. Namun Tara harus menerimanya dengan diam, karena
telah beribu kali dia utarakan untuk berbicara mengenai hal yang satu ini,
namun Nico, menjawabnya dengan masa bodoh seolah, memang itu tanggung jawab
wanita, sebagai pelampyas nafsu suami titik.
Esoknya, Tara kembali bekerja dengan tekunnya, memang kebetulan kamar kerja
Tara berada agak pojok dan ngak banyak orang lalu lalang karena memang
kegiatannya yang membutuhkan ketenangan, dalam menghadapi para langganannya.
Tiba-tiba pintu terbuka tanpa ketukan, ternyata, Harry yang masuk, kontan kaget
Tara akan kehadirannya, karena biasanya bila orang masuk tentu mengetuk pintu
terlebih dahulu. Matanya agak sayu dan langsung menutup pintu kamar dan berkata,
"Tara, kau tentu tahu bahwa aku menyukaimu, bukan saja pinggul dan dadamu
yang indah, namun perilakumu meruntuhkan imanku." "Kudambakan kelembutan
wanita seperti kau, dan aku tahu, kau akan mengimbangi deru cinta dan nafsuku
Tara", berkata begitu sambil menatap mata Tara yang masih agak terperanjat namun
juga sebagai kejutan, karenanya darahnya berdesir kencang sewaktu tangan Harry
menggapai tanggannya, dan meremasnya halus.
Ditariknya tangan Tara lembut dengan tangan kirinya dan tangan kanannya
menggapai leher Tara dan menariknya mendekat di mukanya, dalam sekejap
bibir Harrypun telah menempel dibibir Tara dengan hangatnya. Terasa, hangat
dan bergetar bibir Tara menerima kenyataan indah ini, sesaat Harry mendorong
lidahnya dan memainkannya dirongga mulutnya dengan aktif, sambil sesekali
menekan dan menghisap liurnya.
Jantung Tara berdegup kencang, dan darah berdesir, keringat mulai membasah,
menerima kenikmatan. Hangatnya dekapan yang tak disangka-sangka, membuat
tubuhnya bergetar dan menggeridik bulu kuduknya, dalam berpangutan hangat ini.
Akan tetapi, dirasakannya ada suatu halangan kenikmatan mereka, karena mereka
berciuman terpisahkan antara meja tulis selebar 90 sentimeter. Maka bergesarlah
Harry kearah balik meja dimana Tara berdiri, dan langsung mendekatkan dirinya
pada Tara dan mendekapkan tangannya dipunggung Tara, kemudian merambatkan
tangannya memegang leher dibalik rambut Tara yang panjang sebahu. Diraba dan
dielusnya leher Tara dengan lembut, sambil bibirnya terus memangut bibir Tara
yang hangat.
Hampir lupa Tara bila dia dalam keadaan dinas; terhenyaklah mereka
ketika telephone berdering, serta merta Tara mendorong pelan Harry, mengangkat
telp dan menjawabnya setelah sesaat dikuasainya diri dan emosinya sendiri.
"Event coordinator office, Tara speaking"
Ternyata yang telepon dari graphic designer bicara mengenai design yang
telah Tara setujui akan langsung di cetak, dan Tara menyetujuinya. Setelah
selesai pembicaraan dengan graphic designer, Harrypun terus memegang tangan
Tara lagi, dan mengatakan, "Tara, jangan lari dariku lagi please, aku
mencintaimu" "Akan kuatur kebahagian kita bersama, will you accept
this please"
Tara tak kuasa menjawab, hanya anggukan kepala dengan mata tak berkedip
memandang Harry, seolah cahaya kuat yang mempunyai daya tarik yang besar
menyedot dirinya hampir dia tak akan bisa melepasnya. Maka Harry pun
menegaskan sekali lagi. "Tara, aku ngak puas dengan anggukanmu,
katakan bahwa kau juga merasakannya! " Akhirnya Tarapun berkata, "Ya Harry,
akupun merasakannya dan akan kucoba memenuhi tuntutan jiwaku" "Kuharap
kau sabar Harry, atas kebingunganku ini, namun tak kupungkiri aku mencintaimu
juga" Harry segera menggapai tangan Tara sekali lagi dan mengelusnya
sambil mengecup bibir, kemudian meninggalkan ruangan untuk mengadakan "Press
Release".
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 12 siang dan terasa Tara butuh
mengisi perutnya yang sudah mulai merengek minta dipenuhi, dan diapun
meninggalkan ruangan menuju ke kantin. Tara tak banyak bercanda dengan
sejawatnya, hanya sekedar basa basi dan ketawa menyegarkan suasana.
Sekembali Tara keruang kerjanya, didapatinya surat tertutup yang ternyata dari
Harry. "Tara, temui aku jam 8 malam di paviliunku room 1431, thank you for
your acceptance."
Terasa berdesir darah menjadi cepat mengalir, terhentaklah jantungnya
bagaikan halilintar menjambar dirinya, tak kuasa menahan deru detak jantung yang
semakin mengencang, bingung rasanya apa yang akan diperbuat nanti malam, dalih
apa yang akan disusunnya untuk memberitahu Nico suaminya. Segera Tara memutuskan
menelphone Marrisa 'Executive Secretary' di'executive Offce', memberitahukan
bahwa dia ada appointment dokter siang itu dan akan kembali ke Hotel jam 4 sore
untuk meneruskan kerjaannya, yang menurut agendanya dia akan selesai dimalam
hari. Marrisa menjawab bahwa dia akan mencatat semua pesan-pesan yang masuk dari
telephone untuknya.
Kepergian Tara sebetulnya hanya akan menjenguk Nico dikantornya dan sambil
minum kopi bersamanya sejenak, kemudian dia pulang bersama Nico untuk
bertemu dengan anak-anak, hampir satu setengah jam Tara bermain dengan anak
anaknya, Tara kembali keHotel lagi dan bekerja kembali. Sore jam 6 dia minta
"room service" untuk mengirim secangkir kopi kekantornya dan sedikit kue
supaya Tara dapat menghemat jam kerjanya untuk menyelesaikan pekerjaannya
hari itu. Tepat jam 19 malam Tara berajak dan menutup pintu menuju ke atas
lantai 14 no 31, dimana Harry sudah menunggu nya.
Setelah dia memencet tombol bel Harrypun membuka pintu, seraya mepersilahkan
Tara masuk ke dalam Paviliunnya. Kaget bukan kepalang ketika berhadapan
dengan Harry, karena Harry hanya mengenakan jas kamar dan menalikan sabuknya
tidak kencang, jadi sebagian paha atasnya yang berbulu kelihatan. Segera
Harrypun menyadari keadaan dan merangkul, membimbing Tara kedalam sambil
membetulkan jas kamarnya. Segera, berkatalah Harry, "Tara kamu lelah,
releks aja ya bersamaku disini, jangan kau hiraukan penampilanku, saat ini,
telah kusiapkan dinner untuk kita berdua, maukah kau menemaniku malam ini?"
Tara menjawab, "Saya yakin ini bukan sebuah order dari atasanku, namun aku
datang untuk memenuhi komitmenku kepadamu, ya kita akan bersama beberapa
saat malam ini." Serta merta Harry menggapai dagu Tara dan segera
menempelkan bibir hangatnya kepada Tara dengan penuh kasih dan emosinya.