Kedua pertunjukan itu diangkat dari prosesi untuk calon raja pada masa lalu. Sebelum dinobatkan, seorang calon raja harus menempuh berbagai rintangan. Yang menarik, pertunjukan ini dimainkan semua oleh perempuan. Menurut Eva, pada masa lalu yang memegang tampuk kekuasaan di Kerinci perempuan. Kaum lelaki hanya menjalankan pemerintahan.
Penonton bertepuk tangan. Di pinggir lapangan, ketiga penari perempuan itu terkulai lemas. Ermidayati, 35 tahun, penari utama, tersandar di kursi kehabisan tenaga. ”Perut saya mual,” kata perempuan yang sehari-hari guru SMPN 3 Gunung Kerinci di Sungai Pegeh. Ia dikipasi dan diberi minum. Seperempat jam kemudian kesegarannya pulih.
Ia mengaku saat menari dirinya antara sadar dan tidak. ”Ada yang membisikkan dari dalam untuk melangkah di atas pedang, cepat…, cepat…,” katanya. Ia tidak tahu dari mana memperoleh kekebalan ketika menari. Soalnya, sehabis pertunjukan, kekebalannya juga hilang. ”Kalau teriris pisau saat mengupas bawang, ya sakit,” katanya tertawa.
Berbeda dengan para penari, ilmu yang dimiliki pawang tetap bertahan. Eva Bramanti Putra, sang pawang, misalnya, mengaku, ”Kalau sedang berada di ujung tanduk, saat-saat sedang dalam marabahaya, kekebalan itu keluar.” Eva mengatakan, ketika berusia 20 tahun, ia mendapat wangsit dari leluhur pihak ibu yang menuntunnya melaksanakan ritual tarian Niti Naik Mahligai.
Dari ibunya, ia diajari gerakan tari, dari kakek pihak ayahnya diajari ilmu meringankan tubuh, sedangkan seluruh prosesi yang lengkap didapatnya dari wangsit. Beberapa benda diganti oleh Eva. Misalnya dulu keris, kini diganti pedang, batu kaca diganti pecahan kaca, duri perdu hutan diganti paku dan sembilu. Zaman dahulu, mereka yang memainkan tari ini syahdan bisa bertengger di pucuk-pucuk daun. Sekarang, oleh Eva, para penarinya yang kesurupan disuruh berdiri di atas daun yang lebar, dan terakhir di atas kertas yang dijunjung para kru.
Semua prosesi itu dicoba dulu oleh Eva dan berhasil, padahal sedari kecil ia tidak pernah menuntut ilmu kebal sedikit pun. Sekitar tahun 2000 Eva membentuk sanggar di kampungnya, beranggotakan 13 orang. Mereka kemudian berlatih. Tarian kebal ini sempat menjadi tarian pembukaan Festival Danau Kerinci, yang diadakan tiap tahun sejak 2001. Istri Eva, Dentina, 28 tahun, juga diikutkan. Dentina mengatakan, kunci pertunjukan adalah meditasi. ”Menjelang pertunjukan, kami melakukan meditasi dengan kaki bersila sampai seluruh tubuh kesemutan dan menggigil,” katanya.
Setelah meditasi, untuk menyucikan diri kemudian ia mandi dengan perasan jeruk purut di sungai. Esoknya, ia akan menari tanpa beban, bahkan ingin cepat-cepat menginjak pedang. ”Padahal, pada saat melihat pedang itu diasah, bukan main ngerinya. Namun, ketika menari, rasanya hanya menginjak punggung pedang,” ujarnya. Menurut Eva, untuk penari inti enam orang tetap dipilih dari yang memiliki hubungan darah. ”Kalau penari lainnya biasanya anak sekolah. Tetapi saya hanya berani mengajari mereka sebatas menginjak kaca,” kata Eva.
Eva mengakui, dalam beberapa kali pertunjukan pernah gagal. Bahkan, saat di Banten, baju kru laki-laki yang menghidupkan api ikut terbakar. ”Pernah pula pada saat di Bukittinggi kaki penari utama luka terkena pedang ketika dia sedang ditombak, karena terinjak pedang di belakangnya.
Eva mengakui order pertunjukan sanggarnya lebih banyak mengandalkan acara yang dibuat pemerintah daerah. Namun pemilihan kepala daerah pertengahan bulan lalu membuatnya gundah. Itu karena dua kandidat bu-pati yang terpilih berasal dari kalangan agamis, yang biasanya tidak menyukai pertunjukan yang berbau magis. ”Padahal, kita bukan orang yang syirik,” kata Eva.
Kecemasannya beralasan. Ketika pertama mengembangkan tarian Niti Naik Mahligai dulu, Eva sempat mendapat larangan dari alim ulama di kampungnya, karena dianggap musyrik. Pejabat daerah yang menganggap tradisi magis bertentangan dengan Islam pasti tak akan mengorder sanggarnya lagi. ”Saya tidak tahu bagaimana nanti, kalau memang kesenian ini harus pudar, apa boleh buat,” katanya pelan.
http://www.epaper.korantempo.com/id/arsip/2009/01/19/IMZ/mbm.20090119.IMZ129295.id.html; image: http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/image/Kerinci.jpg