Saat ini kesulitan pilihan hidup menjadi pendidik lebih berat dari masa sebelumnya. Di luar tantangan masalah ekonomi dan gaya hidup materialistis, hanya seorang guru yang mempertahankan idealisme memfasilitasi anak didiknya menumbuhkembangkan jati diri yang berkarakter yang bisa mempertahankan kehormatan sebagai pendidik. Artinya idealnya seorang guru harus memberikan dirinya secara total bagi dunia pendidikan, sebuah keadaan yang berat di tengah semua persoalan hidup yang harus dihadapi seorang guru. Maka perlu ada strategi untuk menyiasati beban-beban struktural-administratif kependidikan agar tidak menjerat guru ke dalam perangkap yang melelahkan sehingga mereka melepaskan idealisme dan semangat yang dibutuhkan. Strategi ini antara lain adalah menciptakan kondisi yang memacu untuk terus-menerus belajar.
Guru yang berkualitas selalu mengembangkan profesionalismenya secara penuh. Dia tak akan merengek-rengek meminta diangkat sebagai pegawai negeri atau guru tetap sebab pekerjaannya telah membuktikan, kinerjanya layak dihargai. Mungkin ini salah satu alternatif yang bisa dilakukan guru untuk mengembangkan dan mempertahankan idealismenya pada masa sulit. Namun, idealisme ini akan kian tumbuh jika ada kebijakan politik pendidikan yang mengayomi, melindungi, dan menghargai profesi guru. Pemerintah sudah seharusnya menggagas peraturan perundang-undangan yang melindungi profesi guru, tidak peduli apakah itu guru negeri atau swasta, dengan memberi jaminan minimal yang diperlukan agar kesejahteraan dan martabat guru terjaga.
Visi guru sebagai pelaku perubahan dan pendidik karakter. Menjadi pelaku perubahan, perubahan itu harus tampil pertama-tama dalam diri guru. Hal inilah yang menjadi pemikiran dan strategi utama bagi para guru agar mampu menjadi pelaku perubahan dan pendidik karakter yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat kita dewasa ini.
Di zaman persaingan ketat seperti sekarang, kinerja menjadi satu-satunya cara untuk mengukur mutu seorang guru. Karena itu, status pegawai negeri, swasta, tetap, atau honorer tidak terlalu relevan dikaitkan gagasan tentang profesionalisme kinerja seorang guru. Di banyak tempat lembaga swasta yang besar dan maju, status pegawai tetap malah membuat lembaga pendidikan swasta tidak mampu mengembangkan gurunya secara profesional sebab mereka telah merasa mapan. Demikian juga yang menjadi pegawai negeri, banyak yang telah merasa nyaman sehingga lalai mengembangkan dirinya. Oleh karena itu guru harus kembali pada jati dirinya yaitu memiliki sifat-sifat tertentu, yaitu ramah, terbuka, akrab, mau mengerti, dan mau belajar terus-menerus agar semakin menunjukkan jati diri keguruannya.
Situasi ini tidak dapat diatasi dengan mengangkat seluruh guru honorer menjadi pegawai negeri, seperti tuntutan beberapa kelompok guru honorer maupun mengangkat guru tidak tetap menjadi guru tetap yayasan.
Masalah ini hanya bisa diatasi jika pemerintah dan masyarakat memberi prioritas untuk menjaga, melindungi, dan menghormati profesi guru. Secara khusus, pemerintah harus memberi jaminan finansial secara minimal kepada tiap guru agar mereka dapat hidup layak dan bermartabat sebagai guru. Jaminan seperti ini hanya bisa muncul jika ada perlindungan hukum berupa peraturan perundang-undangan yang benar-benar memihak dan berpihak kepada guru.