Otentisitas “Injil” Barnabas
Setelah kita mengenal isi IB, maka kita dapat memunculkan sejumlah keraguan terhadap kebenaran isinya, karena sangat berbeda dengan keempat Injil yang kita kenal. Ada cukup banyak tradisi Yahudi yang muncul dan nafas Islamnya sangat terlihat . Namun, sebelum kita menyimpulkan demikian, alangkah baiknya jika kita meninjau ulang berbagai studi kritis terhadap IB.
Di samping naskah berbahasa Italia yang disinggung di atas, ada juga naskah bahasa Spanyol, yang diterjemahkan dan diberi kata pengantar oleh Mustafa de Aranda. Di dalam kata pengantarnya, dikisahkan riwayat tentang Fra Marino dan penemuan “injil” ini. Dalam naskah tersebut dikisahkan bahwa Fra Marino, seorang uskup, yang hidup pada abad ke-16, berkunjung ke istana Paus Sixtus V (1521-1590). Sejak semula ia mempunyai kerinduan untuk dapat membaca IB. Karena terlalu lelah, Paus tertidur di muka tamunya itu. Guna memanfaatkan waktu, Fra Marino masuk ke perpustakaan Paus dan menemukan IB di dalamnya. Ia sangat tertarik terhadap “injil” tsb., dan mengingat ia yakin bahwa kitab yang berharga itu tidak boleh dipinjamnya, maka ia berniat mencurinya. IB pun dimasukkan dalam jubahnya dan begitu Paus terbangun, ia pamitan pulang. Di rumah, ia membaca “injil” itu dan akhirnya secara spontan ia memeluk Islam.
Terhadap catatan itu, para ahli banyak mengajukan keberatan, sebab gambaran kisah tsb. sebenarnya terdapat juga dalam IB, yaitu dalam ps. 192, yang mengatakan:
Seluruh kitab itu saya tidak sempat membacanya, sebab Imam tertinggi agama itu – di dalam perpustakaan miliknya di mana saya membaca – melarang saya, mengatakan bahwa seorang Ismaeli telah menulisnya.
J. Slomp - salah seorang penulis buku Seluk-beluk Buku yang disebut Injil Barnabas - menyatakan bahwa Fra Marino dan Mustafa de Aranda adalah orang yang sama. Para ahli lain berpendapat bahwa penulis “injil” ini adalah Fra Marino, yang tidak lain adalah Mustafa de Aranda sendiri. Jadi, penulis dan penerjemah adalah orang yang sama.
Dari kata pengantar IB bahasa Spanyol, para ahli merekonstruksikan beberapa fakta sbb:
a. Pengarang adalah seorang penganut, atau yang kemudian menjadi penganut agama Islam dan memanfaatkan tafsir populer dari tradisi kaum Muslimin terhadap Kekristenan.
b. Penunjukkan secara khusus nama Paulus, mengawali penulisan IB dan pasal2 selanjutnya memperkembangkan anggapan itu. Di sini, kisah tentang Fra Marino yang mencari IB - yang disebut Ireneus untuk menyerang Paulus - sejajar dengan pasal2 IB yang memaki2 Paulus sebagai penyesat dan penyeleweng ajaran Yesus yang asli.
c. Dalam IB, juga ada kisah tentang seorang imam yang menemukan Taurat asli yang ditulis Musa dan Yosua di perpustakaan Imam Agung – yang berisi bahwa Ismail adalah nenek moyang Mesias, sedangkan Ishak adalah nenek moyang dari utusan Mesias; lalu taruhan hukuman mati apabila kebenaran itu diungkap (ps. 191-192). Kisah tsb. sesungguhnya menggambarkan sandiwara pengarang sendiri yang hidup di bawah tekanan2 gereja dengan inkuisisinya.
Selanjutnya, jika kita memperhatikan daftar kanon yang muncul pada abad2 pertama Masehi, maka kita tidak menjumpai IB di dalamnya. Namun beberapa penulis Islam mempunyai cara untuk menangkalnya. Lalu, dalam terbitan ulang terjemahan IB oleh Abubakar & Basjmeleh, ada sisipan catatan kecil yang berisi kata sambutan dari Prof. Abdul Kahar Muzakir, Dekan FH UII Yogyakarta, yang menyatakan bahwa ada 35 Injil apokrif.
Semua Injil-injil tsb. telah musnah dan hanya tinggal namanya saja, kecuali IB yang telah diketemukan pada masa yang lalu. Selain tidak tercantum dalam daftar kanon, IB pun tidak pernah disinggung atau dikutip dalam tulisan2 yang muncul pada abad I dan II M (lih. daftar selengkapnya dalam Bambang Noorsena, Telaah Kritis atas Injil Barnabas (Yogyakarta: ANDI, 1990), h. 15-16).
Lanjut . . . . . .