Di dalam ilmu komunikasi kita mengenal tiga unsur utama yaitu sumber informasi, perantara (alat mediasi) dan subjek penerima.
Agama pun demikian, Allah sebagai sumber informasi mengirimkankan utusan sebagai penyampai pesan kepada kita. Semua informasi tersebut kemudian direkam dalam satu kitab sehingga dapat dibaca, dipelajari untuk kemudian menjadi aturan dalam kehidupan kita.
Sebagaimana ilmu komunikasi mengatakan bahwa tidak semua pesan dapat diterima dengan baik oleh penerima, disalahartikan, diartisalahkan bahkan ditolak.
Sehingga agar mengerti makna kata dan kalimat dari kitab suci adalah benar sesuai dengan yang dimaksud oleh sumber informasi (Tuhan) maka kita harus mengkajinya melalui suatu metodelogi kritis.
Beberapa hal yang menjadi penyulit dalam menafsirkan injil
1. Kitab Injil yang ada sekarang bukanlah dari bahasa asli yang diucapkan Yesus
Karena para nabi dan rasul diutus kepada umatnya haruslah menggunakan bahasa ibu umatnya agar pesan yang disampaikan mudah diterima.
Salah satu kelemahan kitab Injil adalah segi bahasa. Manuskrip Injil yang ada menggunakan bahasa yunani sedangkan Yesus sendiri menggunakan bahasa aram, meskipun ada juga yang berpendapat bahwa Yesus menguasai tiga bahasa yaitu Aram, Ibrani dan bahasa Yunani.
Dan sebagaimana kitab suci lainnya yang menggunakan bahasa Ibu para umat nabi tersebut maka diyakini pula bahwa Yesus menggunakan bahasa yang digunakan bangsa Israil dan bukan bahasa Yunani.
Meskipun ada yang mencoba menterjemahkan kembali dari bahasa Yunani ke bahasa aslinya, usaha tersebut tetaplah sia sia.
Sebagai contoh
Honestly, I have no idea about it
Dapat diterjemahkan menjadi
Sejujurnya saya tidak mengerti hal itu
Sejujurnya saya tidak mempunyai pendapat masalah tersebut
Sebenarnya, saya tidak mengetahui apa apa perihal tersebut
Sehingga saat dikembalikan ke bantuk kalimat semula bisa jadi berbeda dengan kalimat aslinya
Atau pemenggalan frase saat menterjemahkan manuskrip tersebut. Sebagai manuskrip kuno tentunya bukan sesuatu yang mudah membaca kitab tersebut dimana mungkin saja ada lipatan lipatan kertas yang membuat kata terpisah menjadi satu kata.
Contoh GODISNOWHERE, pemenggalan frase tersebut bisa menjadi GOD IS NOWHERE atau GOD IS NOW HERE.
Kitab Perjanjian Baru adalah suatu Kitab Greka (Yunani), dialek Koine, yang dikarang dan ditulis di luar Palestina; jadi bukannya dalam bahasa Aram yang digunakan dan dimengerti di Palestina pada masa itu oleh Yesus Kristus, para hawariyun (12 murid yesus) dan awam. sehingga terdapat gap antara bahasa yang diucapkan Yesus (Aramic) dan injil yang ditulis dalam bahasa Yunani.
Diketahui sejak dahulu bahwa di Yunani telah berkembang ilmu filsafat dan mitologi yang bisa jadi bercampur dengan Injil sekarang ini. Sehingga juga akan mempengaruhi bagaimana menafsirkan ayat-ayat di dalam injil. Belum lagi menyangkut idiom yang berlaku pada bahasa tertentu.
2. Terdapat rentang waktu antara masa hidup Yesus dan penulisan injil itu sendiri sehingga Siapakah penulis injil sebenarnya pun masih menjadi pertanyaan.
Setelah Yesus naik ke surga, belum sebuah kitab pun ditulis mengenai diri dan ajaran-Nya, karena belum dirasa perlu – para saksi mata utama masih hidup. Jadi Injil masih dalam bentuk verbal, lisan; dari mulut ke mulut, oleh para rasul.
Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah para saksi mata dan para rasul berkurang, dan semakin banyak ancaman pemberitaan ajaran-ajaran sesat. Pada masa itu banyak ditemukan tulisan-tulisan yang bercorak rohani, yang sebenarnya bukan Firman Allah. Oleh karena itu gereja merasakan pentingnya ditentukan kitab-kitab mana sajakah yang dapat diakui berotoritas sebagai Firman Allah.
Artinya penulis kitab injil mendengar kisah Yesus dari orang-orang yang "katanya" mengenal Yesus. Jika penulis injil adalah orang yang langsung mendengar perkataan dan melihat perbuatan Yesus pastilah ia menulisnya dalam bahasa orang Israil.
Pun belum ada kepastian jalur periwayatan injil dan catatan sejarah mengenai penyampai riwayat tersebut sampai pada manuskrip yang sudah jadi seperti sekarang.