Sepanjang 1965, pimpinan militer Indonesia dan CIA telah berdialog mengenai kemungkinan “pembebasan” Indonesia dari komunisme setelah jatuhnya Soekarno. Apalagi, Soekarno sempat terkena serangan jantung ringan pada 8 Agustus 1965. Pembicaraan masih berlangsung, Indonesia dikejutkan dengan kudeta beberapa tokoh PKI pada 1 Oktober 1965 yang menelan nyawa 6 jenderal. Percobaan makar tersebut dapat digagalkan dalam kurun waktu satu hari di bawah pimpinan Soeharto. Ia yakin, pihak komunis berada di balik makar dan pembunuhan 6 jenderal. Soeharto menyerukan penangkapan seluruh pengikut komunis. Sekitar 500 ribu dan satu juta pengikut PKI tewas dalam pertumpahan darah itu.
Soekarno menyebut peristiwa tragis dan hilangnya nyawa enam jenderal ‘hanya riak di lautan revolusi Indonesia’. Posisinya makin terjepit. Jenderal Soeharto menolak pemakzulan Soekarno melalui parlemen. Ia mengurangi wewenang Soekarno secara bertahap dan membuat “karantina politik”. Soeharto terpilih sebagai presiden pada 10 Maret 1968. Ia menggantikan ‘presiden seumur hidup Soekarno’. Sewaktu Soekarno secara formal masih menjabat presiden, Soeharto membuat kebijakan radikal. Ia memutuskan hubungan diplomatik dengan Cina dan memperbaiki kontak dengan negara-negara maju. IGGI, Intergovernmental Group on Indonesia, sepakat dibentuk di bawah pimpinan Belanda. Soeharto dengan bantuan dana IGGI berhasil mendongkrak ekonomi dan membangun Indonesia melalui program Repelita.
Soekarno wafat 21 Juni 1969. Bung Karno, pemimpin karismatik menghembuskan nafas terakhir sebagai tahanan politik tanpa mahkota. Setelah kematiannya, popularitas Soekarno belum pudar. Ia dipuji, tetapi juga dicaci dan dicampakkan. Ia disucikan, dikultuskan dan banyak yang berusaha merahibilitasi nama baiknya. Jatuhnya Soeharto banyak yang membandingkan dengan kebangkitan Soekarno. Terlebih lagi, Megawati Soekarnoputri sempat menjadi presiden ke-5 Republik Indonesia. Gaung Soekarno masih terdengar. Bung Karno tetap Bapak Proklamator, Bapak Bangsa dan figur pemimpin dunia.
>>Sumber: Majalah Historisch Nieuwsblad “Van gevierd leider tot gevaar voor de wereldvrede” (Juni-Agustus 2008)<<
Daftar pustaka:
. “Soekarno en de strijd om Indonesië’s onafhankelijkheid”, Bernhard Dahm, 1969
. “Sukarno. A Political Biography”, J.D. Legge, 1972
. “Life and Times of Sukarno”, C.L.M. Penders, 1980
. “Soekarno. Nederlandsch onderdaan 1901-1950”, Lambert Giebels, 1999
. “Soekarno. President. Een biografie 1950-1970”, Lambert Giebels, 2001
. “Sukarno. Founding Father of Indonesia 1901-1945”, Bob Hering, 2002
. Film “The Year of Living Dangerously”, Peter Weird, 1982