Berhutang dengan Bijak
Sejatinya, ada banyak perbedaan antara keluarga atau pribadi dan korporasi karena keluarga bukan merupakan badan hukum sehingga akses berutangnya relatif terbatas yaitu hanya ke bank, koperasi, dan perusahaan leasing.
Tidak seperti korporasi yang dapat berutang ke publik secara langsung. Meskipun demikian, konsep yang sama dapat diterapkan untuk keluarga. Bedanya, untuk keluarga, pendekatan yang digunakan bukan berdasarkan aset melainkan berdasarkan penghasilan.
Kepada korporasi yang memohon utang, kreditor umumnya akan menanyakan jaminannya sedangkan untuk keluarga yang mengajukan kredit, bank akan meminta bukti penghasilan. Aset yang akan dibeli (rumah, apartemen, atau kendaraan bermotor) langsung menjadi jaminan.
Rasio yang digunakan untuk evaluasi permohonan kredit korporasi adalah proporsi utang (dari total aset) dan rasio utang terhadap ekuitas yaitu utang dibagi ekuitas (debt to equity). Beda antara keduanya adalah proporsi utang satuannya persen dari 0 hingga mendekati 100.
Sementara rasio utang satuannya kali dan nilainya dari 0 hingga sekitar 9. Maksudnya, jika proporsi utang 50%, rasio utang terhadap ekuitas adalah 50% : 50% atau 1. Jika proporsi utang 75%, maka rasio utang menjadi 3. Semakin tinggi proporsi atau rasio utang, semakin besar risiko korporasi default.
Times installment earned
Rasio lain yang juga populer dalam evaluasi kredit korporasi adalah times interest earned (TIE) atau rasio laba sebelum bunga dan pajak (earnings before interest and taxes) dibagi biaya bunga atau EBIT/interest.
TIE menyatakan laba operasi korporasi itu berapa kalinya bunga. Satuan TIE adalah kali dan angkanya berkisar dari 2 hingga puluhan kali. Semakin rendah rasio TIE ini, semakin besar kemungkinan gagal bayar.
Logikanya adalah, jika TIE 2 maka EBIT hanya 2 kali biaya bunganya. Dengan rasio sebesar ini, biaya bunga mengambil porsi hingga 50% atau Rp1 dari setiap Rp2 EBIT sehingga laba setelah bunga tetapi sebelum pajak (earnings before taxes) hanya tinggal 50% dari EBIT. Biaya bunga yang mencapai 50% dari EBIT ini tentunya memberatkan dibandingkan dengan beban bunga yang persentasenya hanya 10% dari EBIT yaitu yang mempunyai rasio TIE sebesar 10 (1/10%). Untuk permohonan kredit korporasi, baik proporsi utang maupun rasio TIE selalu dievaluasi.
Namun untuk keluarga, hanya rasio TIE yang digunakan bank dan perusahaan leasing ketika menilai kelayakan permohonan KPR, KPA, dan KKB. TIE yang dimaksud adalah times instalment earned dan bukan times interest earned.
Perbedaan keduanya adalah times instalment earned menggunakan penghasilan bulanan (take-home pay) sebelum dikurangi pengeluaran lainnya, dan bukan penghasilan bersih setelah dikurangi biaya-biaya seperti EBIT. Sedangkan interest menjadi angsuran bulanan yang harus dibayar.
Times instalment earned menyatakan penghasilan berapa kalinya angsuran. Rasio TIE yang tinggi mengindikasikan kecilnya risiko debitor gagal bayar. TIE sebesar 8, misalkan, berarti beban utang atau cicilan hanya 1/8 dari penghasilan.
Anda ingin tahu rasio TIE yang dinilai layak oleh bank? Rasio yang masih dianggap aman umumnya adalah sekitar 3. Artinya angsuran sebaiknya tidak lebih dari 30% atau maksimal 35% dari penghasilan seseorang (keluarga). Pemohon kredit dengan TIE di atas 4 layak memperoleh kredit dan pemohon dengan rasio jauh di bawah 2,5 dinilai berisiko tinggi.