Sebagian penulis mati setelah karya pertamanya meledak di pasaran. Khaled Hosseini, novelis Afganistan, berusaha melepaskan diri dari kutukan itu. Nama Khaled melejit lewat novel pertamanya The Kite Runner pada 2003. Di Amerika novel yang bercerita tentang bersahabatan dua anak laki-laki tersebut terjual lebih dari lima juta kopi dan telah diterjemahkan ke dalam 26 bahasa, termasuk Indonesia. Laki-laki kelahiran 4 Maret 1965 dari keluarga terpandang suku Tajik ini menikmati popularitas dari karya perdananya.
Untuk menulis The Kite Runner, Khaled melanglang ke banyak wilayah konflik, termasuk pulang ke kampung halamannya, setelah hidup dalam pengasingan bersama keluarganya selama puluhan tahun di Paris, Prancis, sebagai duta besar keliling badan pengungsi PBB, UNHCR. “Mungkin kerinduan yang memanggil saya. Saya kembali karena ingin melihat sendiri bagaimana kehidupan rakyat Afganistan,” ungkap Khaled sebagaimana yang dilansir, koran tempo dalam suplemen ruang baca.
Empat tahun setelah karya pertamanya tersebut, dokter spesialis penyakit dalam yang bermukim di Amerika Serikat ini meluncurkan novel keduanya, A Thousand Splendid Suns. Untuk menulis novel keduanya, kembali Khaled melakukan riset lapangan. Khaled berkeliling Afganistan, bicara dengan banyak perempuan di jalan-jalan, mendengar kisah perkosaan dan pembunuhan. Ia cuti dari pekerjaannya sebagai dokter selama dua tahun demi mendapatkan hasil yang maksimal untuk novelnya.
Novel kedua Khaled dijual serentak di toko-toko buku di Eropa dan Amerika Serikat pada 22 Mei 2007. A Thousand Splendid Suns segera menyita perhatian. Sehari setelah peluncuran novelnya, koran-koran Amerika memberitakan sambutan luar biasa dari kritikus dan pembaca. Ayah dua anak itu menyiapkan tur tujuh pekan di Amerika untuk mempromosikan novelnya tersebut.
Tentang kutukan karya pertama, Khaled ringan saja menanggapinya, “Kita tidak bisa terus-menerus bernostalgia dengan pencapaian masa silam. Saya memutuskan waktu istirahat yang agak lama karena ingin melepaskan diri dari ikatan itu. Saya juga ingin memberi kesempatan pada pembaca untuk melihat karya saya sebagai napas yang lain. Sebagai penulis, saya ingin bertahan dengan banyak karya yang lebih beragam,” ungkap Khalid yang tengah mempersiapkan karya berikutnya. (Koko Nata, dikutip dari Ruang Baca Koran Tempo Edisi 30 Mei 2007)