
Jika sedang berada di daerah Jawa Tengah, jangan lupa untuk singgah di kota Ambarawa. Kota yang masuk dalam wilayah Kabupaten Semarang ini memiliki jejak sejarah yang tidak bisa diabaikan begitu saja karena nilai perjuangan yang terkandung didalamnya.
Dikesejukan udaranya, para pecinta sejarah bisa menemukan jejak-jejak kepahlawanan melalui Monumen Palagan Ambarawa atau cikal-bakal dunia transportasi kereta api tanah air di Museum Kereta Api.
Museum Kereta Api Ambarawa
Museum Kereta Api Ambarawa merupakan satu-satunya museum kereta api di Indonesia. Keberadaannya tidak lepas dari sejarah perjuangan bangsa. Kota Ambarawa sejak jaman kolonial Hindia-Belanda dijadikan sebagai daerah militer sehingga untuk memudahkan pengangkutan pasukannya, raja Willem I mendirikan stasiun kereta api di kota ini pada tanggal 21 Mei 1873 dalam areal seluas 127.500 m2 dan diberi nama Willem I, sesuai pendirinya.
Setelah kemerdekaan, stasiun ini masih digunakan oleh bangsa Indonesia. Namun seiring perkembangan jaman, stasiun Ambarawa akhirnya tidak lagi beroperasi sejak tahun 1976. Namun tidak lama kemudian, atas inisiatif Gubernur Jawa Tengah pada waktu itu, almarhum Soepardjo Rustam dan Kepala PJKA Eksploatasi, Soeharso, stasiun Ambarawa dijadikan sebagai museum Kereta Api dengan koleksi awal 21 buah lokomotif yang ikut berjasa dalam pertempuran, khususnya membawa Tentara Indonesia.
Koleksi Museum Ambarawa
Di antara 21 buah lokomotif yang ada, 4 diantaranya memiliki catatan istimewa. Misalnya saja loko C.1140 buatan pabrik Henssel/Sasshel tahun 1891 yang menjadi lokomotif tertua dengan kecepatan 50 km/jam. Ada juga lokomotif terlambat dan terpendek ukurannya yakni loko B.2014.
Sementara loko tercepat adalah C.2821 buatan tahun 1921 dengan kecepatan 90 km/jam atau setara dengan 1050 tenaga kuda. Untuk loko terbaru dengan bobot terberat adalah C.5028. Selain lokomotif, museum ini juga masih menyimpan beberapa peralatan komunikasi kuno, seperti pesawat telepon, pesawat telegram morse, meja-kursi antik, genta penjaga dan wesel.
Museum ini juga menawarkan kegiatan wisata dengan menggunakan kereta api bergigi tarik dari Ambarawa-Bedono. Jarak perjalanan sejauh 9 km bisa ditempuh dalam waktu 1-2 jam dengan tarif charter Rp. 3.250.000,- dengan kapasitas 90 tempat duduk. Biasanya yang ikut tur ini adalah rombongan. Jika ingin lebih murah gunakan saja lori motor dengan rute Ambarawa-Jambu yang jaraknya hanya 5 km namun butuh waktu 1 jam menjalaninya.
Museum Kereta Api ini ramai dikunjungi anak sekolah pada hari libur. Mereka biasanya datang berombongan. Turis asing, terutama dari Belanda dan Belgia termasuk pengunjung rutin museum Ambarawa. Hanya saja tingginya animo pengunjung tidak dibarengi dengan upaya perawatan dan pemeliharaan yang semestinya. Museum terkesan kumuh dan sampah berserakan di areal lapangan.
Lebih parah lagi, loko-loko yang menjadi koleksi museum menjadi korban tulisan-tulisan orang iseng. Situasi ini berbeda jauh dengan yang pernah penulis lihat saat berkunjung ke Nederlands Spoorweg Museum (Museum Kereta Api Belanda) di kota Utrecht. Disana semuanya terawat baik dan memuaskan hati pengunjung.
Monumen Palagan Ambarawa
Satu lagi tempat yang berkaitan dengan sejarah bangsa di kota ini adalah Monumen Palagan Ambarawa. Lokasinya tidak jauh dari Museum Kereta Api Ambarawa. Didirikan pada tahun 1974, monumen ini dilengkapi dengan sebuah museum yang mengoleksi beberapa senjata yang dipakai saat terjadi kontak fisik antara pasukan Indonesia dengan Belanda. Di areal yang sama juga bisa dilihat dua truk Dodge milik musuh dan tank.
Monumen ini dibangun untuk memperingati pertempuran heroik yang terjadi pada tanggal 15 Desember 1945. Saat itu pasukan Indonesia berhasil menembak jatuh sebuah pesawat musuh dan menenggelamkannya di Rawa Pening. Bangkai pesawat tersebut sampai hari ini masih terbenam disana. Replika pesawat itu bisa dilihat di tempat ini. Karier kemiliteran Jenderal Soedirman dan Gatot Soebroto berawal dari pertempuran Ambarawa. •••