Sore itu langit begitu pekat, mendung sepertinya akan berubah jadi hujan lebat. sepuluh menit lagi seruan azan akan berkumandang. kilat-kilat kecil bermunculan bergantian, mengurangi sedikit kegelapan sore itu.
Sementara Rumi masih diam terpaku dijalanan, dia duduk setengah bersimpuh memandangi sebuah kerikil. entah apa yang ada dalam pikirannya, sorot matanya tajam tak bergeming. seolah ia ada di dunia lain. badannya tak melakukan gerakan apapun. ia tidak menghiraukan petir yang mulai muncul.
"Rumi.. masuk.." suara ayahnya berteriak berusaha menyadarkan Rumi.
Rumi masih berada dalam dunianya, dia terhanyut oleh rasa takjub luar biasa akan kebesaran sang pencipta yang ia lihat pada keindahan sebuah kerikil.
"Rumi udah mulai gila, apa yang dilihatnya?" pikir sang ayah, lalu berteriak lagi " Rumi masuk!"
Rumi tak menoleh, tak menyahut, baginya waktu sudah berhenti, ia seakan sirna diserap oleh sebuah pesona tak terperikan yang ia lihat lewat kerikil didepannya
bagai ditumpahkan dari langit, hujan turun sangat deras. jalanan tempat Rumi bersimpuh mulai becek digenangi air, jubah Rumi mulai dipenuhi pasir dan percikan air kotor jalanan. azan berkumandang dan malampun mulai menyapa. sedangkan Rumi makin tenggelam dalam jiwanya
Tak tahan lagi, sambil emosi sang ayah keluar rumah berlari ke arah rumi dan menendang kerikil yang merampas kesadaran Rumi, kemudian berusaha meraih tangan Rumi untuk memaksanya masuk rumah.
Tiba-tiba rumi berteriak sekeras-kerasnya, ia menjerit bagai kesetanan, matanya merah menyala, Rumi marah luar biasa, ia merobek bajunya, seluruh tubuhnya kejang, dan ia bergulingan di lumpur jalanan, dengan tangan yang kaku ia berteriak "Siapa yang berani memisahkan aku dariNya, mengapa kebahagiaanku ini kalian rampas" orang-orang yang mendengar teriakan Rumi langsung menutup jendela rumah ketakutan bagai dikejar harimau. teriakan Rumi mengalahkan suara azan. tak terkecuali sang ayahpun mundur memberi ruang kepada Rumi.
Jalanan perkampungan seketika hening, dan mencekam semua orang was-was menantikan apa yang kemudian terjadi
Setelah beberapa saat, marah Rumi berangsur reda namun ia menjadi sedih luar biasa, ia tak ingin merasakan keterpisahan, ditengah hujan lebat itu, diantara halilintar yang bersahutan, ia menumpahkan kesedihannya, ia menangis sejadi-jadinya badannya terguncang menahan perih. ditengah jalanan perkampungan yang mulai gelap itu ia bersujud dan memohon "Pengantinku, jangan tinggalkan aku"
sejak saat itu Rumi mulai mengembara mencari cinta.
(sejak pengalaman kesetanan itu, Rumi mulai mengabaikan batas-batas kemanusiaan)