Setan sebagai turunan dari Iblis sebatas pengetahuan saya selalu mengajak manusia ke arah yang tidak baik dan cenderung mengarah kepada kemungkaran. Hal itu mereka lakukan justru atas dasar kesombongan yang berbuah kedengkian yang menjadi-jadi terhadap manusia pada awal hingga akhir jaman sesuai Janjinya dihadapan Allah SWT.
Padahal mulanya mereka hanya disuruh menyembah manusia (Adam) bukan pada posisi mengabdi dan menyembah apalagi menduakan posisi Allah SWT seperti halnya makhluk menyembah Tuhannya. Derajat iblis jatuh bukan hanya sebatas keengganan dia untuk menghormati Adam sebagai ciptaan mulia dari Sang Kholiq. Tetapi bukti ketidakpatuhan dia sebagai hamba yang perlu dipertanyakan. Dan bukan tidak mungkin ada dari sekian banyak manusia yang derajat kemungkarannya hampir sama bahkan bisa sama dengan Iblis, bila selalu mangkir dan cenderung bertele-tele beradu argument baik langsung ataupun tidak atas perintah yang telah termaktub dalam Kitab Suci dan Rosulullah yang Mulia seakan enggan menjalankan sesuatu yang bila diperhitungkan menurut nafsu syaithoninya tidak menguntungkan padahal Allah Maha Tahu atas segala apa yang telah diperintahkan-Nya meski manusia kadang tidak tahu dan tidak perlu memahaminya karena diluar jangkauan manusia sebagai makhluk untuk memahaminya.
Tugas utama manusia sejatinya hanyalah menyembah dan berbakti seihklasnya bagi Allah SWT tanpa embel-embel dibelakangnya. Inilah tipe makhluk yang diterangkan dalam kitab-Nya tak akan pernah tergoda tipu daya Iblis dan anak buahnya
Kenapa setan (iblis) selalu menjadi tumpahan kesalahan atas segala kesalahan yang diperbuat manusia ? Hmm...itu bukan berarti setan yang harus menanggung semuanya.
Karena telah diterangkan sebelumnya hanyalah manusia tak ikhlas saja yang akan kena tipu daya setan (iblis). Setan melakukan itu pun karena mereka butuh teman di Neraka tapi bukan hanya sebatas teman, tetapi dia pun ingin menumpahkan rasa dengki dan kekesalannya pada Adam beserta turunannya.
Perlu direnungkan, Allah SWT. tidak perlu menjelma menjadi manusia, tidak perlu berubah menjadi batu jika hanya untuk memberikan petunjuk kepada manusia dan makhluk-nya, karena justru itu menunjukan kekerdilan atas Ilmu dan Kuasanya.
Mencari Tuhan tidak mungkin dianalogikan saat kita mencari sesuatu yang hilang pindah tempat dari asalnya. Tuhan itu tetap ada tidak hilang kemana-mana. Jelasnya lumuran dosalah dan keengganan kita jua untuk mengenalnya yang jadi hijab (penghalang) antara kita dan Tuhan.