UNDANG-UNDANG PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1965
TENTANG
PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa dalam rangka pengamanan Negara dan masyarakat, cita-cita Revolusi Nasional dan pembangunan Nasional semesta menuju ke masyarakat adil dan makmur, perlu mengadakan peraturan untuk mencegah penyalahgunaan atau penodaan Agama.
b. bahwa untuk pengamanan Revolusi dan ketentraman masyarakat, soal ini perlu diatur dengan penetapan Presiden.
Mengingat:
1. Pasal 29 Undang-undang Dasar 1945;
2. Pasal IV aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945;
3. Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1962 (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 34);
4. Pasal 2 ayat (1) Ketetapan MPRS Nomor II/MPR/1960.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Penetapan Presiden Republik Indonesia Tentang Pencegahan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama
Pasal 1
Setiap orang dilarang dengan sengaja dimuka umum menceritrakan, menganjurkan dan mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melaukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari pokok-pokok ajaran agama itu.
Pasal 2
(1) Barang siapa melangar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk mengehentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama menteri Agama, menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.
(2) Apabila pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan organisasi itu dan menyatakan organisasi atau aliran tersebut sebagai organisasi/aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/ Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 3
Apabila, setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-sama Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau Presiden Republik Indonesia menurut ketentuan dalam pasal 2 terhadap orang, organisasi atau aliran kepercayaan, mereka masih terus melanggar ketentuan-ketentuan dalam pasal 1, maka orang, penganut, anggota dan/atau anggota pengurus organisasi yang bersangkutan dari aliran itu dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun.
Pasal 4
Pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana diadakan pasal baru yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 156a
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan :
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ke- Tuhanan Yang Maha Esa
Pasal 5
Penetapan Presiden Republik Indonesia ini mulai berlaku pada hari diundangkannya.Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Penetapan Presiden Republik Indonesia ini dengan penetapan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 27 Januari 1965
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Cap/ttd.
S U K A R N O
Di undangkan di : Jakarta
Pada tanggal : 27 Januari 1965
SEKRETARIS NEGARA
Cap/ttd.
MOCH. ICHSAN
PENJELASAN ATAS PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1965
TENTANG
PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA
I. UMUM
1. Dekrit Presden tanggal 5 Juli 1959 yang menetapkan Undang-undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia, ia telah menyatakan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut. Menurut Undang-undang Dasar 1945 Negara kita berdasarkan:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa;
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan;
5. Keadilan Sosial.
Sebagai dasar pertama Ke- Tuhanan Yang Maha Esa bukan saja meletakkan moral di atas negara dan Pemerintah, tetapi juga memastikan adanya kesatuan Nasional yang berasas keagamaan. Pengakuan sila pertama (Ke-Tuhanan Yang Maha Esa) tidak dapat dipisah-pisahkan dengan agama, karena adalah suatu tiang pokok dari pada peri kehidupan manusia dan bagi bangsa Indonesia adalah juga sebagai sendi perikehidupan Negara dan unsur mutlak dalam usaha nation building.
2. Telah ternyata, bahwa pada akhir-akhir ini hampir di seluruh Indonesia tidak sedikit timbul aliran-aliran atau Organisasi-organisasi kebatinan/ kepercayaan masyarakat yang bertentangan dengan ajaran-ajaran dan hukum agama.
Diantara ajaran-ajaran/ peraturan-peraturan pada pemeluk aliran-aliran tersebut sudah banyak yang telah menimbulkan hal-hal yang melanggar hukum, memecah persatuan Nasional dan menodai agama. Dari kenyataan teranglah, bahwa aliran-aliran atau organisasi-organisasi Kebatinan/ Kepercayaan yang menyalahgunakan dan/atau mempergunakan agama sebagai pokok, pada akhir-akhir ini bertambah banyak dan telah berkembang ke arah yang sangat membahayakan agama-agama yang ada.
3. Untuk mencegah berlarut-larutnya hal-hal tersebut di atas, yang dapat membahayakan persatuan bangsa dan Negara maka dalam rangka kewaspadaan Nasional dan dalam Demokrasi Terpimpin dianggap perlu dikeluarkan Penetapan Presiden sebagai realisasi Dekrit Presiden tanggal 5 Juli yang merupakan salah satu jalan untuk menyalurkan ketatanegaraan dan keagamaan, agar oleh segenap rakyat di seluruh wilayah Indonesia ini dapat dinikmati ketentraman
beragama dan jaminan untuk menunaikan ibadah menurut agamanya masing-masing.
4. Berhubung dengan maksud memupuk ketentraman beragama inilah, maka penetapan presiden ini pertama-tama mencegah agar jangan sampai terjadi penyelewengan- penyelewengan dari ajaran-ajaran agama yang dianggap sebagai ajaran- ajaran pokok oleh para ulama dari agama yang bersangkutan (pasal 1-3); dan kedua kalinya aturan ini melindungi ketentraman beragama tersebut dari penodaan/ penghinaan serta dari ajaran- ajaran untuk tidak memeluk
agama yang bersendikan Ke-Tuahanan Yang Maha Esa (pasal 4).
5. Adapun penyelewengan- penyelewengan keagamaan yang nyata- nyata merupakan pelanggaran pidana dirasa tidak perlu diatur lagi dalam peraturan ini, oleh karena telah cukup diaturnya dalam berbagai-bagai aturan pidana yang telah ada.
Dengan Penetapan Presiden ini tidaklah berkali- kali dimaksudkan hendak mengganggu- gugat hak hidup Agama- agama yang sudah diakui oleh Pemerintah sebelum Penetapan Presiden ini diundangkan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1. Dengan kata-kata "Di Muka Umum" dimaksudkan apa yang diartikan dengan kata itu dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia ialah = Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius).
Hal ini dapat dibuktikan dalam sejarah perkembangan agama-agama di Indonesia. Karena 6 macam agama ini adalah agama-agama yang dipeluk hampir seluruh penduduk Indonesia, maka kecuali mereka mendapat jaminan seperti yang diberikan oleh pasal 29 ayat 2 Undang-undang Dasar juga mereka mendapat bantuan- bantuan dan perlindungan seperti yang diberikan oleh pasal ini.
Ini tidak berarti bahwa agama-agama lain misalnya: Yahudi, Zarazustrian, Shinto, Thaoism dilarang di Indonesia. Mereka mendapat jaminan penuh seperti yang diberikan oleh pasal 29 ayat 2 dan mereka dibiarkan adanya, asal tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini atau peraturan perundangan lain.
Terhadap badan/ aliran kebatinan, Pemerintah berusaha menyalurkan ke arah pandangan yang sehat dan ke arah Ke- Tuhanan Yang Maha Esa.
Hal ini sesuai dengan Ketetapan MPRS Nomor III/MPRS/1960, Lampiran A Bidang I, angka 6.
Dengan kata- kata "Kegiatan Keagamaan" dimaksudkan segala macam kegiatan yang bersifat keagamaan, misalnya menamakan suatu aliran sebagai agama, mempergunakan istilah dalam menjalankan atau mengamalkan ajaran-ajaran kepercayaan ataupun melakukan ibadahnya dan sebagainya. Pokok- pokok ajaran agama diketahui oleh Departemen Agama yang untuk itu mempunyai alat-alat/ cara-cara untuk menyelidikinya.
Pasal 2. Sesuai dengan kepribadian Indonesia, maka terhadap orang-orang ataupun penganut sesuatu aliran kepercayaan maupun anggota-anggota Pengurus Organisasi yang melanggar larangan tersebut dalam pasal 1, untuk permulaannya dirasa cukup diberi nasihat seperlunya.
Apabila penyelewengan itu dilakukan dan mempunyai efek yang cukup serius bagi masyarakat yang beragama, maka Presiden berwenang untuk membubarkan organisasi itu dan untuk menyatakan akibat-akibatnbya (jo pasal 169 KUHP).
Pasal 3. Pemberian ancaman pidana yang diatur dalam pasal ini, adalah tindakan lanjutan terhadap anasir- anasir yang tetap mengabaikan peringatan tersebut dalam pasal 2.
Oleh karena aliran kepercayaan, biasanya tidak mempunyai bentuk seperti organisasi/ perhimpunan dimana mudah dibedakan siapa pengurus dan siapa anggotanya, maka mengenai aliran-aliran kepercayaan, hanya penganut yang masih terus melakukan pelanggaran dapat dikenakan pidana sedang pemuka aliran sendiri, yang menghentikan kegiatannya tidak dapat dituntut.
Mengingat sifat ideal dari tindak pidana dalam pasal ini maka ancaman pidana 5 tahun dirasa sudah wajar.
Pasal 4. Maksud ketentuan ini telah cukup dijelaskan dalam penjelasan umum di atas. Cara mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan dapat dilakukan dengan lisan, tulisan atau perbuatan lain.
Huruf a. Tindak pidana yang dimaksud disini, ialah semata-mata (pada pokoknya) ditunjuk kepada niat untuk memusuhi atau menghina.
Dengan demikian, maka uraian-uraian tertulis atau lisan yang dilakukan secara obyektif, zakeliyk dan ilmiah mengenai suatu agama yang disertai dengan usaha untuk menghindari adanya kata-kata atau susunan kata-kata yang bersifat permusuhan atau penghinaan, bukanlah tindak pidana menurut pasal itu.
Huruf b. Orang yang melakukan tindak pidana tersebut disini, disamping mengganggu ketentraman orang beragama, pada dasarnya menghianati sila pertama dari Negara secara total, dan oleh karenanya adalah pada tempatnya, bahwa perbuatannya itu di pidana sepantasnya.
Pasal 5. Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 2726