Dalam kehidupan berlaku sebuah hukum yang disebut hukum tabur tuai. Hal yang sudah sangat sering kita dengar. Ijinkan hari ini saya kembali mengingatkan mengenai kebenaran yang sangat luar biasa ini. Ada beberapa paradigma yang ingin saya ingatkan mengenai hukum kebenaran ini.
Pertama, kita akan menuai apa yang kita tabur. Jika kita menabur kasih, kita akan menuai kasih. Jika kita menabur kebencian, kita akan menuai kebencian. Jika kita menabur berkat, kita akan menuai berkat. Jika kita menabur kebenaran, kita akan menuai kebenaran.
Kedua, kita akan menuai lebih dari apa yang kita tabur. Setiap benih yang ditabur akan selalu menghasilkan lebih banyak dari apa yang ditabur. Jika kita menabur kasih, kita akan menuai lebih banyak kasih dari kasih yang kita tabur.
Ketiga, kita akan menuai pada waktunya. Untuk segala sesuatu ada waktunya. Setiap benih yang ditabur pasti akan membuahkan hasil. Tidak ada benih yang berbuah hanya dalam semalam, dibutuhkan kesabaran untuk menuai hasilnya. Jika kita menabur kasih, kita akan menuai kasih lebih dari yang kita tabur hanya pada waktunya.
Keempat, kita dapat menuai dari tempat lain. Beberapa benih tanaman tidak tumbuh tepat di tempat ia ditanam, anggur adalah salah satu contohnya. Kita mungkin tidak selalu menuai di tempat kita menabur, tetapi kebenaran bahwa kita akan menuai apa yang kita tabur tidak akan berubah. Tuhan dapat memberkati kita melalui orang lain. Jika kita menabur kasih kepada orang-orang, mungkin mereka tidak membalas mengasihi kita, tetapi ketahuilah bahwa akan ada orang-orang lain yang selalu mengasihi kita.
Ketika Yesus menabur kehidupanNya diatas kayu salib, Ia tahu dengan pasti bahwa Ia akan memperoleh lebih dari apa yang Ia tabur, yaitu kita. Sebagian orang tidak meresponi kasihNya, tetapi para kekasihNya akan selalu membalas kasih yang tak bersyarat itu. Benih kehidupanNya harus jatuh di tanah dan mati sebelum penuaian besar. Ya, kita tidak diperoleh dengan cuma-cuma.