:
Humor tuhan bukanlah humor yang hitam. tapi humor lembut dengan kias berbagi kasih sayang.
Saya membaca humor tuhan ini melalui banyak kisah yang disampaikannya dalam kitabnya.
Bagi orang lain kitab ini adalah sebuah kitab suci. bagi saya juga. tapi terlepas dari statusnya sebagai kitab suci, sebuah petunjuk agung untuk manusia ke mana hendak melangkah dan mengapa harus menuju, maka kitab itu adalah kisah budaya, dari manusia yang berdiam dalam ruang dan waktu tertentu. Manusia sejarah dengan budayanya yang kini pun telah menjadi sejarah.
Ambillah contoh Musa. kita tahu musa ini adalah lelaki pemarah dan agak tinggi hati. kurang begitu sabar sebagai nabi. tapi toh tetap nabi. Tuhan memang bermain misteri dengan dirinya sendiri. meretakkan dirinya sendiri ke dalam teka teki bagi manusia.
seumpama teka teki penciptaan itu.
Bagi saya, penciptaan dengan usia 15 milyar tahun, bukan saja mengabarkan sisi "absurd" dunia, tapi kehendak untuk berkejar kejaran pada makna. seolah tuhan berkata: ini aku. kuberi sedikit padamu. datang dan singkapkanlah.
Seolah dua orang kekasih. sang kekasih menyingkapkan roknya. tapi pacarnya ingin ingin rok tersingkap naik lagi. tapi dia berlari. kejarlah daku kau kutangkap.
maka tertangkap proses kejadian alam melalui ledakan big bang. tapi segera muncul "belahan rok" yang lain: apa yang menjadi latar bagi ledakan big bang itu? ruang dan waktu apakah? darimana asalnya dan bagaimana strukturnya?
dia sendiri mengatakan: tidakkah kau pernah mendengar, ada sebuah masa yang tidak ada penyebutannya. masa yang tidak ada penyebutannya, itulah ruang dan waktu di mana big bang meledak itu.
begitulah tuhan memainkan humornya. pada manusia dan pada dirinya sendiri.
dalam menangkap humor tuhan ini, kita sangat beruntung memiliki hb jassin, yang menerjemahkan kitab itu dengan sangat indah. di tangan hb jassin, kata kata dalam kitab itu menjadi bahasa yang bercahaya karena keindahannya dan karena kadar kebenarannya.
kebenaran yang tentu saja membutuhkan tafsir, bukan kebenaran yang harafiah tersebut dalam kata katanya.
salah satu humor tuhan yang indah adalah saat ia bertanya pada musa,
"apakah itu yang di tangan kananmu,
hai musa?"
berhadapan dengan larik yang menjadi "budaya" ini, tidakkah kita akan mendapat sentuhan humor saat kita kontraskan dengan sifat tuhan yang maha tahu? dia maha tahu, tapi dia "pura pura" bertanya kepada musa, lelaki yang hendak dipilihnya menjadi nabi.
maka kita akan tersenyum membacanya:
Qs Thaahaa (20)
17. Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa?
:) tersenyum karena tahu bahwa tuhan tahu, bahwa di tangan kanan musa itu adalah sebatang kayu yang menjadi tongkat baginya.
bagaimana tuhan ini: bukankah dia sudah pasti tahu bahwa di tangan musa itu adalah tongkat, tapi kenapa bertanya pula. ah kamu tuhan: sudah gaharu cendana pula.
:
tapi kita pun mengerti, pertanyaan tuhan itu adalah kias, adalah sebuah pelajaran yang akan dipetik oleh manusia lain dari dialog tuhan dan musa. seolah tuhan hendak menekankan, wahai, perhatikan simbolisasi tongkat itu, batang kayu itulah kelak yang akan menjadi senjata bagi musa untuk berhadapan dengan mahlukku yang lain, mahlukku yang nakal bernama firaun.
(saya mengerti tuhan: tongkat adalah senjata musa. maka izinkanlah saya membelokkan makna tongkat itu sedikit menjadi pena. pena bagi sang pencerita untuk ikut pula menegakkan syiar sebagaimana Musa telah melakukannya)
terbaca juga:
makna itu hendaklah jangan disampaikan dengan suara berteriak kencang, tapi cukup dengan bermain kata kata dalam bahasa, dan dengan nada humor.
(Hudan, dgn sedikit tambahan)