Peluang untuk melahirkan manusia tanpa seorang bapak mulai menimbulkan spekulasi setelah keberhasilan ilmuwan Skotlandia di Roslin Institute "menciptakan" kambing hasil cloning yang dinamai "Dolly" (Nature 385, 810-13, 1997).
Secara umum "cloning" -adalah suatu istilah payung yang digunakan oleh para ilmuwan untuk menggambarkan proses-proses yang berbeda untuk meng-kopi bahan-bahan biologis.
Kloning sebenarnya bukan hanya ditujukan untuk keperluan pengembang biakan materi biologis, tapi juga untuk keperluan rekombinan (cloning DNA) dan keperluan pengobatan.
Kloning reproduktif adalah teknologi yang digunakan untuk "menciptakan" binatang yang mempunyai kesamaan DNA nuklir dengan "induknya", yaitu binatang yang ada.
Dalam suatu proses yang dinamakan " transfer nuklir dari cel somatic, ilmuwan mengalihkan material genetic dari inti cel donor yang dewasa ke tempat telur yang telah terlebih dahulu diambil intinya, jadi telah dikosongkan dari material genetiknya.
Kesimpulannya, sel telur itu diganti material genetiknya dengan material dari sel donor. Telur yang telah di"transplantasi" itu harus diperlakukan dengan zat kimia atau arus listrik supaya terjadi pemecahan sel.
Sekali embrio hasil cloning sudah mencapai suatu tahap tertentu yang dianggap "matang", maka ia segera dipindahkan ke rahim yang dijadikan induk yang seterusnya "memelihara"- nya sampai saatnya melahirkan.
Keberhasilan cloning Dolly sangat mengagumkan, karena para ahli tadinya berpendapat bahwa sel yang telah terspesialisasikan misalnya hati, jantung , tulang atau organ tubuh yang lain bila mengalami teknik cloning akan juga menghasilkan organ yang sama, cloning jantung akan menghasilkan jantung yang lain dsb.
Ternyata bahwa kejadiannya tidaklah demikian, cloning terhadap suatu orgarn tubuh dapat juga menghasilkan keseluruhan tubuh dari organisme yang baru.
Cloning sudah berhasil mencitakan binatang sampai secanggih kambing, dan secara teknis sebenarnya penerapannya untuk manusia tinggal selangkah lagi. Tapi masalahnya adalah yang diklon itu manusia, jadi ada persoalan etika (khususnya bio-etika).
Apakah dapat dikatakan tindakan etis untuk mengklon seorang manusia ? Satu hal lagi, mengingat diri bahwa manusia ini bukanlah hewan apalagi sayuran dan tidak hanya terdiri dari tubuh fisik (jasmani ) belaka, tapi juga terdiri dari roh.
Inilah perbedaan antara manusia dan binatang. Jasmani bisa direkayasa dengan teknik cloning, akan tetapi roh hanya Allah yang tahu ilmu dan teknologinya.
Inilah yang tidak mampu diakukan oleh seorang makhluk seperti manusia.
Mungkin saja, Allah memang mengunakan teknik cloning dalam menciptakan manusia Isa Almasih dari sel telur Maryam, karena Allah walaupun kuasa dengan ucapan Kun, fayakun, tapi Allah yang Maha Pemberi Tahu, akan mengikuti Ketentuan Allah untuk menjadikannya yakun (terjadi) manusia.
Menghadapi keajaiban demi keajaiban ini, filsafat manusia ateistik berusaha mencari dalih untuk menafikan mengingkari keberadaan Allah swt. Tapi dengan fithrahnya agama Islam, semakin menakjubkan kenyataan alam dan ilmiah yang diungkapkan ilmu pengetahuan Insya Allah akan semakin menambah keimanan manusia yang dicerahkan fikirannya. Kita semua yakin akan semua itu.
Terserah manusia dengan ilmu pengetahuannya, dengan akal budinya untuk dapat mencerna secercah tetesan dari samudera Ketentuan Allah yang maha dalam dan maha luas itu, untuk dapat lebih memahami kejadian-kejadian pada makhluknya.
Dengan pengetahuan akan Ketentuan Allah ini maka manusia berpeluang untuk turut serta melakukan perubahan sesuai Ketentuan Allah, agar Allah menetapkan kehendak-Nya sesuai dengan yang diinginkan manusia.
Refrensi : Al Maidah
: