KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menoreh sejarah dalam pemberantasan korupsi di Tanah Air. Superbodi yang dipimpin Antasari Azhar itu menetapkan empat tersangka baru kasus aliran dana Bank Indonesia sebesar Rp100 miliar untuk bantuan hukum petinggi BI dan untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Memeriksa perkara korupsi dan menetapkan tersangka adalah tugas KPK. Tetapi kasus aliran dana BI menjadi istimewa karena salah satu dari empat tersangka baru itu adalah besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dialah Aulia Tantowi Pohan. Tiga tersangka lain adalah Aslim Tadjuddin, Bun Bunan Hutapea, dan Maman Somantri. Sejak Rabu (29/10) keempatnya ditetapkan sebagai tersangka.
Empat tersangka baru itu bukanlah sembarang pejabat. Mereka adalah elite BI sebagai Dewan Gubernur Bank Indonesia yang menentukan hitam putih moneter negeri ini. Bersama Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, mereka memutuskan aliran dana Rp100 miliar tersebut.
Burhanuddin telah divonis lima tahun penjara oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi. Penetapan keempat tersangka itu hanya 1 jam setelah Burhanuddin divonis.
Sejak sidang aliran dana BI digelar, desakan agar Aulia menjadi tersangka sangat kuat. Desakan tersebut sarat dengan aroma politik. Banyak pihak khawatir adanya intervensi istana sehingga Aulia tidak masuk daftar pesakitan sebagai tersangka. Tetapi KPK punya strategi sendiri.
Reaksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kian meneguhkan KPK. Presiden mengaku sedih atas penetapan besannya sebagai tersangka. Namun, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, ia tidak akan melakukan intervensi.
Keberanian KPK dan sikap Presiden Yudhoyono patut diapresiasi. Sikap itu memperlihatkan bangsa ini sedang memasuki era baru pemberantasan korupsi. Antasari yang diragukan saat awal mengemudikan KPK, untuk kesekian kalinya membuktikan hal yang sebaliknya.
Antasari yang dikhawatirkan akan berbakti kepada DPR karena membalas jasa mengangkatnya sebagai Ketua KPK, kini menjerat para wakil rakyat itu. Dari hari ke hari KPK mengungkap aib dewan. Dia juga tak segan-segan membawa sohibnya di Kejaksaan Agung ke pengadilan.
Penetapan jajaran Dewan Gubernur BI sebagai tersangka, khususnya Aulia Pohan, ibarat membuka jalan tol bagi KPK. Kini KPK mendapat amunisi baru. KPK kian yakin tidak lagi ada intervensi politik maupun kekuasaan untuk membabat habis para koruptor.
Aulia Pohan adalah check point bagi KPK. Sikap yang diperlihatkan Presiden Yudhoyono melegakan KPK. Lega karena Presiden membuktikan bahwa tekad pemberantasan korupsi tidak hanya slogan saat kampanye. Presiden sekaligus menepis kekhawatiran bahwa istana menjadi benteng para koruptor atau pengusaha hitam.
Kasus aliran dana BI membuktikan bahwa korupsi dilakukan berjemaah. Pada tingkat pemberi melibatkan elite pengambil keputusan, sedangkan pada tingkat penerima menyertakan banyak tangan yang menadah.
Bagi KPK, pemberi ataupun penerima, jika bersekongkol merugikan keuangan negara, harus dibawa ke meja hijau untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Kisah kasus aliran dana BI senilai Rp100 miliar itu belum sampai pada halaman terakhir. Pedang keadilan tetap diayunkan dan siapa giliran berikutnya hanya Antasari Azhar yang tahu.
Sumber