Pembuka:
Sebuah Pertanyaan Kritis
Salah satu pertanyaan kristis dalam memahami Allah adalah mengapa Allah mau cape-cape turun menjadi manusia menyelamatkan manusia. Bukankah Allah adalah Mahakuasa? Sebenarnya gampang buat Allah untuk menyelamatkan manusia dengan kuasa-Nya. Bisa saja Dia melakukannya dari “langit” tempat kerajaan-Nya memerin tah. Bukankah Allah kita membuat segala sesuatu yang mustahil menjadi mungkin terjadi?
Pertanyaan tersebut begitu menggelitik pergumulan iman kita. Ini menunjukkan betapa terbatasnya manusia untuk memahami Allah. Kita tidak bisa 100% mengetahui cara kerja Allah, rencana-Nya dalam menyelamatkan manusia melalui jalan penderitaan mulai dari kelahiran sampai kematian-Nya.
kali ini mencoba memberi jawaban dari pertanyaan kritis di atas.
Manusia Berdosa yang Tidak Bisa Menyelamatkan Dirinya sendiri
Semua manusia di muka bumi ini tidak luput dari dosa. Rasul Paulus dalam surat Roma 3: 9-20 menyatakan bahwa tidak ada satupun manusia yang tidak berdosa (ay.10 bdn. ay. 23). Keberdosaannya terlihat ketika manusia tidak mencari Allah; menyeleweng dari kebenaran, tidak berbuat baik, kata-kata mereka penuh dengan tipu daya dan sumpah serapah, cepat menumpahkan darah, tidak takut kepada Allah, dll. (ay. 11-18).
Dalam keadaan yang berdosa, maka manusia tidak bisa menghapus dosanya dan menyelamatkan dirinya dari maut yang adalah upah dari dosa (Roma 6). Seumpama gambar yang sudah rusak sama sekali dan tidak seorang pun yang dapat memperbaikinya. Begitulah manusia adanya. Bukan cuma maut yang harus ditang gung oleh manusia, tetapi kesendirian, ketakutan dan kesulitan mengendalikan napsu dan keinginan menjadi bagian dari hidup manusia sampai saat ini.
Oleh karena itu sejak awal kejatuhan manusia, Allah telah berencana menyelamatkan manusia. Hanya Allah saja yang mampu menyelamatkan manusia! Berbagai strategi dalam menyelamatkan manusia telah dilakukan Allah. Mulai dari re-kreasi (penciptaan kembali) kehidupan melalui peristiwa air bah dan bahtera Nuh, pemanggilan Abraham dan pemilihan Israel sebagai bangsa pilihan yang dibebaskan-Nya dari penjajahan Mesir, memilih raja, bahkan mengirimkan nabi-nabinya. Namun semua cara itu ternyata tidak membuat tersambungnya hubungan Allah dengan manusia. Manusia tetap berkubang dan terbelenggu dalam dosa. Allah Turun Tangan Langsung.
Akhirnya Allah mengeluarkan turun langsung dalam menyelamatkan manusia. Sebenarnya turun langsung ini bukanlah hal yang baru karena Allah pun sudah menubuat-kannya ketika Allah berkata kepada ular yang menggoda manusia pertama berbuat dosa. hadirnya Yesus Kristus yang adalah Allah sendiri yang datang untuk menyelamatkan manusia.
Sampai di sini kita kembali dibingungkan oleh pertanyaan kritis diatas, mengapa Allah harus datang sendiri untuk menyelamatkan manusia; mengapa Dia tidak memakai kuasa-Nya saja menyelamatkan dari surga?
DR. Andar Ismail dalam bukunya “Selamat Natal” mengemukakan bahwa sebenarnya Allah bisa saja lepas tangan, masa bodoh dengan manusia yang berdosa. Bisa juga Dia gatal tangan, hukum dan habisi manusia, ciptakan lagi yang baru. Atau angkat tangan, putus asa dengan “kenakalan” manusia. Namun Allah tidak menempuh ketiga cara tersebut; Dia memilih turun tangan langsung menyelamatkan manusia. Hanya satu alasan mengapa Dia menempuh cara turun tangan langsung seperti yang tertulis dalam Yohanes 3, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” . Karena Allah penuh kasih dan peduli terhadap dunia ini!
Cara yang digunakan Allah dalam menolong manusia yang berdosa adalah dengan turun menjadi manusia. Allah menjadi manusia yang mewujud dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Peristiwa inilah yang kemudian dikenal dengan inkarnasi Allah.
Inkarnasi Allah: Sebuah Misteri Ilahi
Indonesia kaya dengan mitos dan legenda. Salah satu mitos dan legenda yang terkait dengan kepercayaan masyarakat adalah dewa/dewi yang turun ke bumi, berubah wujud menyamarkan dirinya menjadi manusia. Pertanyaannya sekarang adalah apakah inkarnasi Allah sama seperti tindakan para dewa/dewi?
Inkarnasi berasal dari kata Latin, incanatio (“in” : masuk ke dalam; “caro/carnis”: daging). Secara bebas kata ini bisa kita artinya: “masuknya Allah ke dalam daging manusia dalam diri Yesus Kristus. Inilah yang tertulis dalam Yohanes 1: 1, 14 “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah… Firman itu telah menjadi manusia, dan diam diantara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.”
Hal inilah yang menunjukkan perbedaan antara tindakan dewa/dewi yang menyamar menjadi manusia dengan inkarnasi Allah. Allah tidak menyamar dengan mengenakan tubuh manusia. Allah tidak kelihatannya seperti manusia. Tetapi Allah sungguh-sungguh menjadi manusia. Salah satu ciri bahwa Allah menjadi manusia yaitu Yesus melalui proses kelahiran yang berasal dari kandungan seorang anak dara bernama Maria; sebuah proses yang lazim bagi kehadiran manusia. Selain itu Yesus hidup dan bertumbuh seperti layaknya manusia.
Beberapa catatan Alkitab mengemukakan bagaimana Yesus bertumbuh besar secara fisik dan rohaninya (Luk. 2: 53). Dia makan bersama murid-murid-Nya. Dia menangis (Yoh. 11). Dia mengalami ketakutan (Luk. 22: 44).
Namun harus diakui inkarnasi Allah ini tidak seluruhnya dapat kita pahami. Wajar saja manusia adalah mahluk ciptaan yang sangat terbatas. Sebab Allah adalah pencipta yang maha tidak terbatas. Jelas tidak mungkin bagi manusia memahami Allah sejelas-jelas dan selengkap-lengkapnya. Kita yang berusaha merasionalkan Allah (dalam arti berusaha memahami Allah dengan mengandalkan rasio) akan kecewa.
Salah satu yang menjadi misteri Ilahi adalah catatan yang ditulis dalam beberapa kitab Injil; yakni Matius 1: 20 “…sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus”; Lukas 1: 35 “…Roh Kudus akan turun atasmu…”. Dua catatan ini yang kemudian dalam rumusan Pengakuan Iman kita dinyatakan sbb.: “…dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria…”
Ketika kita mencoba merenungkan apa yang tertulis dalam kedua kitab Injil tadi, kita memang dapat menyaksikan bahwa Yesus bukan hanya manusia saja; tetapi Dia juga adalah Allah karena proses kelahiran-Nya tidak lepas dari Allah. Disinilah kita memahami bahwa Yesus adalah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia; Allah 100% dan manusia 100%. Bukan setengah Allah dan setengah manusia.
Tetapi jangan pernah berpikir bahwa proses kehadiran-Nya sebagai manusia melalui proses persetubuhan antara Roh Kudus dengan Maria, seperti layaknya kehadiran anak dalam keluarga melalui proses persetubuhan pria dan wanita. Inilah yang menjadi misteri Ilahi yang terus terang sulit untuk dijelaskan secara rasio. Namun hal ini tidak mengurangi kepercayaan terhadap inkarnasi Allah. Kita harus mengakui bahwa ketika berbicara tentang Allah, tidak seluruhnya kita bisa jelaskan dan mengerti secara rasio; diperlukan sisi lain yang amat kuat yaitu kita menerimanya secara iman.
Allah yang Menyertai Manusia
Allah menjadi manusia yang menunjukkan kepada kita betapa sayangnya Allah kepada kita, manusia. Dia turun tangan langsung karena manusia tidak bisa menye lamatkan dirinya sendiri. Allah peduli dengan kehidupan kita.
Selain menunjukkan kasih Allah, peristiwa inkarnasi Allah memberikan kita keyakinan iman bahwa:
1. Allah yang kita sembah bukanlah Allah yang jauh, yang tidak bisa dijangkau oleh manusia. Karena Dia adalah Allah yang menjadi manusia, maka Dia menjadi dekat dengan manusia, yang dapat dijumpai kapan saja dan dimana saja, kita ingin menjumpainya.
2. Allah yang kita sembah adalah Allah yang memahami dan mengerti segala pergumulan kita. Dia turut merasakan apa yang kita rasakan, menanggung apa yang kita tanggung, termasuk penderitaan kita karena Dia sudah terlebih dahulu menderita untuk kita (lih. Ibr. 4: 15 “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.”). Karena itu kita mengenal Allah kita pun sebagai sahabat yang bersimpati dan berempati terhadap kita.
Kedua hal ini kiranya dapat menjawab pertanyaan kritis di depan mengapa Allah mau turun menjadi manusia? Dia pakai cara ber-inkarnasi agar dekat dan mengerti kehidupan manusia, ciptaan-Nya yang sempurna namun kehilangan kemuliaan Allah karena dosa. Dia memang bisa menyelamatkan manusia dari tempat-Nya yang tinggi, namun hal ini tidak akan pernah membuat manusia merasa dekat dengan-Nya. Inkarnasi Allah juga membuat kita yakin bahwa Allah kita adalah Allah yang selalu hadir memberikan kekuatan kepada kita untuk melawan dosa.
Hal inilah yang menandai bahwa Dia adalah Allah yang menyertai manusia. Immanuel.