Bila jiwa sudah dapat menarik diri ke pusat mata, barulah tubuh tidak mempunyai jiwa lagi dan ia mati, melalui proses yang sama, kita harus menarik kesadaran kita ke pusat mata, selagi hidup kita harus mati selagi hidup, kita harus menghampakan tubuh dan membawa aliran jiwa ke suatu titik, yaitu diantara dan di belakang ke dua mata. Begitulah “mati selagi hidup”.
Selama kita belum dapat menarik kesadaran kita ke pusat mata dan melekatkannya kepada Roh di dalam, maka kita tidak dapat mati selagi hidup, dan selama kita tidak dapat mati selagi hidup, maka kita tidak dapat memperoleh hidup yang kekal.
Perbedaan paling penting antara kematian biasa dan mati selagi hidup adalah bahwa hubungan jiwa dengan tubuh tidak terputus. Semua organ berfungsi dan jiwa dapat kembali ke dalam tubuh setelah Ma’rifat selesai.
“Alangkah bahagianya, seandainya engkau pada suatu malam dapat membawa jiwamu keluar dari tubuh, dan setelah meninggalkan tubuh ini, naik ke alam – alam luhur jika jiwamu telah meninggalkan tubuh engkau akan selamat dari pedang kematian engkau akan memasuki taman yang tidak mengenal musim gugur”.
Bila perhatian bekerja di bawah mata, kita mati terhadap tuhan, namun bila ia menarik diri dan berkumpul di pusat mata, kita akan hidup terhadap tuhan dan mati terhadap dunia.
Kita tidak lagi terpisah dari sumber kita dan pulang ke rumah abadi kita yang penuh dengan ketenangan dan kebahagiaan dan menjadi satu dengan Tuhan kita, untuk selama-lamanya. (Innalilahi Wainna ilaihi roji’un)
: