Masyarakat kasepuhan* Banten Kidul adalah masyarakat agraris yang mendiami kawasan Taman Nasional Gunung Halimun yang tersebar meliputi 3 kabupaten yaitu kabupaten Lebak, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi.
*Kasepuhan dalam bahasa sunda adalah kata yang mengacu pada golongan masyarakat yang masih bertingkah laku sesuai adat istiadat lama.
Mereka tinggal di daerah ketinggian dengan populasi penduduk kurang lebih 30.000 jiwa dan menempati 569 kampung kecil yang termasuk kedalam 360 kampung besar.
Kasepuhan memiliki keterikatan sejarah dengan salah satu kerajaan Sunda dengan rajanya Prabu Siliwangi itu, Kasepuhan Banten Kidul kini telah berumur 640 , dengan pusat pemerintahan adatnya sekarang berada di kampung gede Ciptagelar, Cikarancang, Cicemet, Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi.
Nama pemimpin adat adalah Abah Ugi, yang memulai memegang tampuk kepemimpinan sejak tahun 2007 di usia 23 tahun, sepeninggal ayahanda nya yang kita kenal dengan Abah Anom
Profil Kampung Gede
Kampung Gede Ciptagelar berada pada posisi koordinat S 06° 47` 10,4`` ; BT 106° 29` 52’’, di ketinggian 1200 mdpl dengan jumlah populasi masyarakatnya 250 jiwa dalam 60 kepala keluarga.
Terletak di bawah Gunung Halimun yang merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Gunung Halimun dan gunung Salak. Halimun atau kabut sebagai sebutan kawasan itu karena setiap harinya tiap pukul 16.00 biasanya kabut menyelimuti area itu.
Tempat baru ini berjarak 9km dari Ciptarasa kearah utara memasuki hutan TNGH Halimun dengan jalanan menanjak dan menurun yang hanya dapat dilewati oleh kendaraan roda2.
Akses masuk ke wilayah ini dari
Timur Parung Kuda dengan mobil Off road,
Selatan Pelabuhan Ratu dengan mobil dan motor,
Barat Sirnaresmi, cicadas dengan mobil off road.
Banten,Lebak, ikotok, Cisungsang
Utara Leuwi Liang, Nanggung, Cisangku, PTP Nirmala
Ciptagelar adalah nama kampung gede yang baru ditempati sejak April 2001 sebagai pusat pemerintahan Sesepuh Girang Kasepuhan Banten Kidul, sebelumnya, pusat pemerintahan berada di kampung Ciptarasa, Desa Sirnarasa, Kecamatan Cikakak, kabupaten Sukabumi. Ciptarasa sekarang terdiri dari 2 RT dan 1 RW berada di dipunggung Gunung Sangiang dan Gunung Bodas, di ketinggian 750mdpl.
Kampung Ciptarasa sendiri didirikan oleh Abah Anom yang merupakan pindahan dari kampung Linggar Jati – Cisarua yang berjarak 350m dibawahnya.
Kampung Ciptarasa ini mudah dijangkau dari pelabuhan Ratu dengan kendaraan roda 4 hingga halaman Imah Gede. Setelah menetap selama 17 tahun, kampung Gede berpindah kembali ketempat baru berdasarkan wangsit yang diterima Abah dan harus dilaksanakan oleh sesepuh girang dan baris kolot.
Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar adalah sebuah kampung adat yang mempunyai ciri khas dalam lokasi dan bentuk rumah serta tradisi yang masih dipegang kuat oleh masyarakat pendukungnya. Masyarakat yang tinggal di Kampung Ciptagelar disebut masyarakat kasepuhan. Istilah kasepuhan berasal dari kata sepuh dengan awalan /ka/ dan akhiran /an/. Dalam bahasa Sunda, kata sepuh berarti 'kolot' atau 'tua' dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan pengertian ini, muncullah istilah kasepuhan, yaitu tempat tinggal para sesepuh. Sebutan kasepuhan ini pun menunjukkan model 'sistem kepemimpinan' dari suatu komunitas atau masyarakat yang berasaskan adat kebiasaan para orang tua (sepuh atau kolot). Kasepuhan berarti 'adat kebiasaan tua' atau 'adat kebiasaan nenek moyang'. Menurut Anis Djatisunda (1984), nama kasepuhan hanya merupakan istilah atau sebutan orang luar terhadap kelompok sosial ini yang pada masa lalu kelompok ini menamakan dirinya dengan istilah keturunan Pancer Pangawinan.
Pada era 1960-an, Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar mempunyai nama khusus yang dapat dianggap sebagai nama asli masyarakat tersebut, yaitu Perbu. Nama Perbu kemudian hilang dan berganti menjadi kasepuhan atau kasatuan. Selain itu, mereka pun disebut dengan istilah masyarakat tradisi.
Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar (selanjutnya ditulis Kampung Ciptagelar) merupakan nama baru untuk Kampung Ciptarasa. Artinya sejak tahun 2001, sekitar bulan Juli, Kampung Ciptarasa yang berasal dari Desa Sirnarasa melakukan "hijrah wangsit" ke Desa Sirnaresmi yang berjarak belasan kilometer. Di desa inilah, tepatnya di Kampung Sukamulya, Abah Anom atau Bapa Encup Sucipta sebagai puncak pimpinan kampung adapt memberi nama Ciptagelar sebagai tempat pindahnya yang baru. Ciptagelar 'artinya terbuka atau pasrah.
Kepindahan Kampung Ciptarasa ke kampung Ciptagelar lebih drsebabkan karena "perintah leluhur" yang disebut wangsit. Wangsit ini dlperoleh atau diterima oleh Abah Anom setelah melalui proses ritual beliau yanng hasilnya tidak boleh tidak, mesti dilakukan. Oleh karena itulah kepindahan kampung adat bagi warga Ciptagelar merupakan bentuk kesetiaan dan kepatuhan kepada leluhurnya.
Secara administratif, Kampung Ciptagelar berada di wilayah Kampung Sukamulya Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Jarak Kampung Ciptagelar dari Desa Sirnaresmi 14 Km, dari kota kecamatan 27 Km, dan pusat pemerintahan Kabupaten Sukabumi 103 Km dan dari Bandung 203 Km ke arah Barat.
Kampung Ciptagelar dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat (mobil) dan roda dua (motor). Jenis kendaraan roda empat harus mempunyai persyaratan khusus, yakni mempunyai ketinggian badan cukup tinggi di atas tanah serta dalam kondisi prima. Apabila tidak mempunyai persyaratan yang dimaksud kecil kemungkinan kendaraan tersebut sampai ke lokasi. Dan umumnya mobil-mobil demikian hanya sampai di kantor Desa Sirnaresmi yang sekaligus merupakan tempat parkimya. - Selebihnya menggunakan kendaraan ojeg atau mobil umum (jenis jeep) yang hanya ada sewaktu-waktu atau jalan kaki.
Guna mencapai lokasi tujuan, ada beberapa pilihan jalur jalan. Pilihan pertama adalah : Sukabumi - Pelabuhanratu. Pelabuhanratu - Cisolok berhenti di Desa Cileungsing. Dari Desa Cileungsing menuju Desa Simarasa dan berhenti di Kampung Pangguyangan. Di Karnpung Pangguyangan semua kendaraan roda empat di parkir dan selanjutnya dari kampung ini menuju Kampung Ciptagelar ditempuh dengan jalan kaki atau naik ojeg. Sebagai catatan, melalui jalur ini kendaraan pribadi hanya sampai di Kampung Pangguyangan mengingat kondisi jalan yang berat.