akal itu adalah hati, dan hati itu adalah akal.
saat kita melihat batu, maka kita memerlukan representasi atau "gambar" batu itu dalam pikiran.
begitu juga pengetahuan kita tentang diri kita ("aku") sendiri. Ketika kita berpikir tentang diri kita, maka pada saat itu pengetahuan tentang diri kita harus sudah ada dalam diri kita terlebih dahulu.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
:)
Ilmu Ketuhanan Bukan Ilmu Akal Tetapi Ilmu Hati..
Jadi AKAL yah AKAL...Hati yah HATI....
Belajar ilmu hitung atau ilmu kedokteran
Tidak terasa berTuhan, tidaklah heran
Belajar ilmu yang tersebut dan lain-lain ilmu
Tidak terasa berTuhan, perkara biasa
di setiap zaman
Bahkan adakalanya belajar ilmu sekuler
Langsung tidak percaya
adanya Tuhan yang Maha Esa
Tapi yang lebih aneh, orang yang belajar
Ilmu keTuhanan
Hingga jadi ulama, tidak rasa berTuhan
Bahkan pakar ilmu tauhid atau ilmu keTuhanan
pun tidak berTuhan
Karena mereka belajar ilmu aqidah
dengan akal semata-mata
Sedangkan jiwanya tidak menghayati ilmu itu
Akalnya percaya adanya Tuhan
Jiwanya tidak terasa berTuhan
Di segi ilmu, pakar dengan Tuhan
Di segi jiwa, kosong dari Tuhan
Karena itulah rasa takutnya dengan Tuhan tidak
berlaku atau tidak ada
Syariat Tuhan tidak dijadikan pakaian
Apabila mendapat ujian
Menerima ujian itu dia tidak tahan
Akhlaknya kasar, tidak melambangkan
orang berTuhan
Kehidupannya tidak mempedulikan syariat
Sekalipun bisa memperkatakan Al Quran
Atas alasan ilmu semata-mata
Padahal ilmu keTuhanan hendaklah dirasa oleh Jiwa
Ilmu keTuhanan bukan ilmu akal tetapi ilmu rasa
Orang yang “percaya” Tuhan, hidup macam tidak
berTuhan
Orang “terasa” berTuhan, orang yang takut dengan
Tuhan sekalipun ilmunya kurang
Mereka yang rasa berTuhan yang menghormati
syariat Tuhan
Karena rasa berTuhan itu adalah fitrah
bagi setiap insan
Lantaran itulah rasa berTuhan itu harus disuburkan
di dalam jiwa manusia
Tidak cukup sebatas akalnya percaya adanya Tuhan
(Syeikh Imam Ashaari Muhammad AtTamimi)
:)