Coklat Susu
Pada tahun 1876, Daniel Peter dari Vevey di Swiss mempunyai gagasan untuk menambahkan susu kental pada bubuk coklat. Mestinya enak, itu! Maka terciptalah Milk Chocolate yang pertama di dunia. Inilah yang antara lain dijual sebagai gula-gula coklat, sampai sekarang(catatan 1987)
Jenis coklat ini dibuat dengan mencampur bubur chocolate liquor 10%, susu bubuk 12%, lemak coklat dan gula menurut selera rahasia perusahaan masing-masing. Sesudah tiap bahan itu ditimbang secara otomatis dan dicampur rata dengan mixer raksasa, bahan dibawa ke sejumlah penggilas sampai menjadi semacam pasta. Lalu masih dimasukkan pula ke mesin pelumat selama 72 jam. Dalam mesin ini, setiap ujung dan tepian butiran coklat digosok ribuan kali sampai lumat benar, dalam suhu tinggi(54 o – 71 o C) sambil dialiri udara segar. Selama dikerjakan ini terjadi perubahan kimia dalam bahan itu, sampai kemudian terlepas aroma khas coklat yang tadinya tersekap tak kentara. Bahan itu juga dibubuhi lecithin dari kedelai, yang akan bertindak sebagai bahan pengemulsi. Jadi bubur coklat yang encer itu bisa mantap kekentalannya untuk dialirkan dengan mulus ke pencetak bermacam-macam. Hasilnya bisa kita nikmati sebagai coklat susu yang tercetak rapi berupa deretan kotak seperti ubin itu. Atau sebagai bentuk kerang, telur-teluran, uang-uangan dolar emas(bungkusnya yang seperti emas), gundu bulat berisi biji kacang, amandel atau lainnya. Juga sebagai muisjes pengisi roti itu.
Di pasaran juga beredar sweet chocolate yang dibuat dengan cara yang sama dengan milk chocolate, tapi tidak memakai susu melainkan gula 10%, bubur chocolate liquor 15% dan lemak coklat menurut selera perusahaan. Hasilnya terutama dijual kepada pabrik bon-bon (gula-gula yang ada isinya) coklat.
Dulu kita pernah curiga bahwa coklat itu biang keladi kerusakan gigi anak-anak. Namun, sesudah diteliti lebih seksama, ternyata yang membuat rusak gigi itu bukan coklatnya, tapi gulanya.
Coklat juga pernah kita jauhi gara-gara mengandung caffein dan theobromin. Kedua alkaloid ini dulu didakwa sebagai pendorong melemahnya kesehatan seperti kopi, yang membuat orang ketagihan agar bisa bertahan merasa segar bugar. Namun, karena jumlah kedua zat itu sedikit sekali, maka pengaruhnya terhadap sistem urat syaraf kita juga sedikit sekali.
Kini, coklat lebih dipandang sebagai makanan bergizi yang mengandung bahan penghasil energi yang pekat. Orang yang bekerjanya menuntut ketahanan fisik seperti anggota angkatan bersenjata, atlet dan petugas lapangan, mengandalkan coklat sebagai sumber tenaga yang cepat siap pakai.
Setengah orang Eropa percaya (seperti orang Aztec dulu) bahwa coklat bertindak sebagai aphrodisiacum ringan. Ini gara-gara fenil-etil-amina yang dikandungnya. Zat ini secara alamiah dihasilkan oleh otak kita juga sebagai peningkat kepekaan. Ia tidak menghebohkan kalau jumlahnya normal, tapi kalau ada orang jatuh cinta, zat ini meningkat dalam tubuhnya. Orang (yang percaya) kemudian menghubung-hubungkan fenil-etil-amina dalam coklat yang diminumnya itu dengan peningkatan kepekaan kalau sedang dilanda asmara itu.
(Tamat)
ditulis oleh almarhum Slamet Soeseno
NB: berhubung Si Eomer males nglanjutin, gw dengan suka rela yang ngelanjutin