Guru Besar Universitas Al-Azhar Indonesia Prof Suparji Ahmad ikut berkomentar soal penetapan tersangka terhadap Komisaris PT Rantau Utama Bhakti Sumatera (RUBS), atas dugaan penggelapan saham PT Batubara Lahat (BL), yang sarat kriminalisasi.
Dia menilai, sebenarnya para petinggi PT RUBS, termasuk Hanifah Husein justru bermaksud membantu PT BL, namun malah dikenakan masalah hukum.
"Saya kira ini suatu tindakan hukum yang penuh kecacatan, kesewenang-wenangan. Secara formil maupun materiil terjadi pelanggaran," kata Suparji dalam webinar dengan tema 'Berkaca dari Kasus Hanifah Husein, Benarkah Polri Sudah Jadi Kaki Tangan Koorporasi', yang diselenggarakan oleh REQnews.com, Jumat 30 September 2022.
Suparji menjelaskan, kasus ini sebenarnya adalah sebuah peristiwa perdata, karena sudah sah secara hukum dengan adanya akta yang dibuat oleh notaris, sehingga berlaku asas pacta sunt servanda, dengan itikad baik untuk dilaksanakan.
Kalau kemudian persoalan ini dikonstruksikan menggunakan Pasal 372 dan 374 KUHP, Suparji memastikan bahwa harusnya unsur-unsurnya tidak terpenuhi, apalagi saham sudah dikembalikan oleh PT RUBS kepada PT BL sebagaimana mestinya.
"Memang unsur awalnya ada, yakni proses transaksi yang bukan dari kejahatan. Tapi kan kemudian semuanya jadi terang-benderang dan jelas. Dalam artian tidak ada penggelapan maupun penggelapan dalam jabatan. Jadi unsur dalam 372 dan 374 sama sekali tidak terpenuhi," ujar Suparji.
Selanjutnya, Suparji menegaskan permasalahan antara PT RUBS dan PT BL adalah sebuah peristiwa perdata, karena dalam konteks ini tidak terpenuhi unsur-unsur pidananya.
https://www.reqnews.com/read/fokus/55173/kasus-hanifah-husein-pakar-ini-kasus-perdata-bukan-pidana