
sumber: https://www.runimas.com
WAKAF bermakna mencegah wujud pokok dan menjadikannya untuk fii sabilillah sebagai wujud pendekatan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Pengertian yang lebih rinci, wakaf adalah tingkah laku hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang mengantarai lebih dari satu berasal dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya kegunaan kepentingan ibadah atau kepentingan lazim lainnya sesuai dengan ajaran Islam.
Syariat wakaf didasarkan pada firman Allah Subhanahu Wata’ala yang artinya:
لَنْ تَنَا لُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِ نَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ
”Kalian sekali-kali tidak hingga pada kebaikan (yang sempurna), sebelum saat anda menafkahkan lebih dari satu harta yang anda cintai. Dan apa saja yang anda nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran: 92)
Ganjaran pahala wakaf tidak akan terputus sepanjang harta yang diwakafkan itu masih mampu diambil manfaatnya, kendati pewakafnya sudah wafat. Karenanya, wakaf terhitung dalam kategori amal jariah, yaitu yang tetap mengalir pahalanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kalau tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang shalih” (HR. Muslim nomor 1631)
Jika merujuk catatan sejarah, syariat wakaf pertama kali dicontohkan Umar bin Khattab r.a. Disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim bahwa Umar bin Khattab r.a menyampaikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa dia punya sebidang tanah yang baik di Khaibar (sekitar kota Madinah) selanjutnya berharap nasehat kepada beliau. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Jika engkau mau, wakafkanlah tanah yang ada di Khaibar itu”.
Lalu Umar mewakafkan tanahnya berikut dengan pengertian tidak boleh dijual, dihibahkan, atau diwariskan. Hasil tanah itu diberikan kepada fakir miskin, kerabat, memerdekakan budak, para tamu dan kepentingan di jalur Allah Subhanahu Wata’ala.
Wakaf memiliki tujuan untuk memakai harta atau benda wakaf sesuai dengan dengan fungsinya. Yaitu mewujudkan potensi ekonomis harta benda wakaf berikut demi kepentingan ibadah dan kesejahteraan umum.
Dengan demikian syariat wakaf berdimensi ibadah (‘ubudiyah) dan sosial (ijtima’iyah). Nilai ibadahnya diberi ganjaran pahala yang tetap mengalir di akhirat kelak, sedang nilai sosialnya mampu dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Sejarah sudah menyatakan manfaat wakaf bagi peradaban Islam. Ia merupakan pilar penting dalam membangun peradaban Islam yang agung, terlebih dalam menolong dan menguatkan perekonomian negara. Karenanya wakaf jadi tidak benar satu sumber pemasukan Baitul Mal.
Di bidang pendidikan, kampus Al Azhar Kairo Mesir tidak benar satu institusi yang dikelola dengan proses wakaf. Universitas al-Azhar tidak benar satu perumpamaan wujud wakaf umat di bidang pendidikan. Lembaga yang didirikan pada tahun 970 M itu sudah memberi tambahan pendidikan gratis kepada pelajar dan mahasiswa berasal dari semua penjuru dunia. Jumlahnya terlalu banyak, merasa berasal dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.
Melalui program wakaf, institusi ini tetap berkembang berasal dari masa ke masa. Badan wakaf al-Azhar hingga kini tetap aktif mengelola dan mengembangkan harta wakaf untuk mencukupi keperluan beasiswa, asrama, aktifitas dan bermacam program sesuai visi Al Azhar. Ini baru satu perumpamaan pengelolaan wakaf yang terbukti berikan manfaat besar bagi umat dan peradaban Islam.
Seandainya harta wakaf umat Islam dikelola dan dikembangkan secara serius dalam bermacam bidang seperti pendidikan, ekonomi, sosial dan sebagainya. Niscaya kemaslahatan dan kesejahteraan ummat mampu diwujudkan demi mengokohkan bangunan peradaban Islam. Wallahu Ta’ala A’lam.