
Infoindo.id –Nisan salib dipotong oleh warga terjadi di Yogyakarta di tempat pemakaman Khatolik.
Masyarakat Desa Purbayan, Kotagede, Yogyakarta memotong nisan salib pada makam seorang warga Kristen.
Bahkan acara prosesi doa yang biasanya dilakukan umat katolik juga dibatalkan.
Diketahui dendiang Albertus Selamet Sugihardi semasa hidupnya merupakan warga Kristen yang tinggal di Purbayan, Kotagede, Yogyakarta.
Saat dikonfirmasi Ketua RT, Soleh Rahmad Hidayat (38), membenarkan adanya penolakan saat pemakaman pada Senin (17/12/2018) kemarin itu.
Sudah menjadi aturan karena 99% warga di sini Muslim, jadi biar tidak menimbulkan konflik, ucap Soleh, Selasa (18/12), saat ditemui sejumlah wartawan di rumahnya yang tak jauh dari rumah mendiang Slamet.
Menurut ketua RT, setelah dibicarakan dengan warga dan sesepuh kampung, keputusannya dalam upacara pemakaman tidak boleh ada doa dan juga tidak boleh ada simbol salib.
Sehingga salib yang disiapkan dipotong oleh warga dan sisanya ditancapkan hingga rendah.
Nisan Salib Dipotong“Yang melakukan (potong salib) warga kampung, memang tidak boleh dengan atribut salib makanya dipotong saat itu juga,” ucapnya.
Sebenarnya, kompleks pemakaman tempat Slamet dimakamkan adalah tempat pemakan umum.
Komplek itu juga tidak jauh dari rumah mendiang, masih di daerah Purbayan dan bukan tempat pemakaman Muslim.
Tapi Soleh berdalih, sudah ada perjanjian dengan pihak keluarga mengenai tidak diizinkan doa dan nisan salib di atas makam.
Kesepakatannya tidak tertulis, setelah itu baru tertulis, ungkap Soleh.
Kesepakatan tertulis itu bermeterai dan tertanggal 18 Desember, sehari setelah pemakaman Slamet.
Dan yang bertanda tangan pada kesepakatan itu adalah Maria Sutris Winarn (isteri mendiang Slamet), Ketua RT 53 Soleh Rahmad Hidayah, Ketua RW 13 H. Slamet Riyadi, dan H. Bedjo Mulyono, yang disebut sebagai tokoh masyarakat.
Apakah sang istri almarhum, Maria Sutris Winarni dengan terpaksa karena keadaan menerima saja perlakuan terhadap jasad suaminya itu dan menandatangani kesepakatan.
Ia menolak bicara, dengan alasan saya tidak bisa, sedang berkabung, elaknya saat ditemui di rumahnya.
Dia enggan memberikan komentar lebih lanjut.
Tampaknya rumahnya juga sepi tanpa adanya kursi atau tikar yang digelar, tidak pada umumnya tampak rumah orang berkabung.
Bedjo Mulyono, sang tokoh masyarakat termasuk salah satu penandatangan ‘surat pernyataan’ tersebut, menyatakan, kendati Pemakaman Jambon adalah pemakaman umum, mereka mengambil keputusan itu ‘karena iklim Kota Gede tidak mendukung.’
“Mengenai makam Jambon, walaupun belum resmi tapi akan diresmikan menjadi makam muslim,” kata Bedjo.