Berita Terkini ~ Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres berharap pemerintah Myanmar mengampuni dua wartawan Reuters. Kedua wartawan dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara karena memberitakan pembantaian di Rakhine, Jumat (21/9).
Guterres mengatakan hukuman itu tidak dapat diterima untuk Wa Lone (32) dan Kyaw Soe Oo (28) karena mereka melakukan pekerjaan sebagai jurnalis di Myanmar.
"Ini keyakinan mendalam saya, bahwa hal itu tidak seharusnya terjadi. Saya berharap pemerintah dapat memberikan pengampunan untuk membebaskan mereka secepat mungkin ujarnya <a rel="nofollow" href="http://vivo7bet.org">Vivobetting</a>.
Pada pekan lalu, pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi mengatakan dua wartawan itu tidak dihukum karena pekerjaan mereka tetapi karena melanggar hukum.
BACA JUGA : <a rel="nofollow" href="https://majalahdunia.com/2018/09/07/wartawan-demo-kedubes-myanmar-desak-wa-lone-kyaw-soe-oo-dibebaskan/">Wartawan Demo Kedubes Myanmar, Desak Wa Lone-Kyaw Soe Oo Dibebaskan</a>
"Mereka tidak dipenajra karena mereka wartawan tetapi karena pengadilan memutuskan mereka telah melanggar Undang-undang Kerahasiaan Negara Myanmar," kata dia.
BACA JUGA : <a rel="nofollow" href="https://majalahdunia.com/2018/09/07/dilaporkan-hilang-dua-wartawan-ini-ternyata-diamankan-polisi/">Dilaporkan Hilang, Dua Wartawan Ini Ternyata Diamankan Polisi</a>
Wartawan Reuters membantah tuduhan itu. Mereka bersikeras ditugaskan untuk mengekspos pembunuhan terhadap 10 muslim Rohingya di Desa Inn Din pada 2017 lalu.
Kasus itu memicu kecaman di masyarakat internasional. Mereka menganggap penangkapan ini sebagai upaya untuk memberangus pemberitaan mengenai tindakan kekerasan tentara Myanmar terhadap Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine.
Ketua Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR), Michelle Bachelet mengatakan pemenjaraan pasangan itu merupakan pesan ke semua wartawan di Myanmar agar mereka tidak boleh bertugas tanpa rasa takut. Namun mereka harus memilih untuk melakukan swa-sensor atau penuntutan risiko.
Sumber : Majalahdunia.com