MARI kita menoleh ke belakang. Menapak jejak sejarah yang telah ditorehkan oleh generasi pendahulu manusia Bali dalam menegakkan kebesaran dan kejayaan Bali. Dari masa ke masa, tanah Bali yang hingga kini masih diyakini sebagai the last paradise in the world (sorga terakhir di bumi-red) ini telah melahirkan barisan panjang pahlawan-pahlawan besar. Pahlawan sekaligus pemimpin humanis yang dengan gigih nindihin gumi Bali tanpa pamrih dari segala bentuk ancaman pihak luar. Tak bisa dimungkiri, keberadaan generasi muda Bali dengan segala aspek kemajuan yang mereka nikmati dewasa ini jelas tidak terlepas dari fondasi yang ditata dengan kerja keras bahkan pengorbanan nyawa oleh generasi pendahulu.
=======================================================
Ketika jati diri ke-Bali-an krama Bali mulai terkoyak-koyak dan antarsesama krama Bali saling menabur benih-benih permusuhan lantas menuai pertikaian yang tak kunjung berkesudahan, maka jejak sejarah usang itu patut dinapaktilasi kembali. Bukan sekadar dikenang untuk selanjutnya dilupakan kembali. Namun, menghayati dan mengamalkan keluhuran budi para pahlawan Bali itu dalam konsteks kekinian. Bali tidak akan pernah menggapai jagadhita selama rakyatnya masih tercerai-berai dan para pemimpinnya asyik menebar fitnah dan tipu muslihat untuk melanggengkan kekuasaannya.
Tampaknya, pesan moral itulah yang ingin digelorakan dari megaproyek pembangunan Monumen Perjuangan Rakyat Bali (MPRB) yang dirampungkan tahun 2001 lalu. Dari segi fisik, bangunan yang berlokasi di kawasan civic centre Niti Mandala Renon ini memang sangat megah dan monumental. Membuat siapa saja berdecak kagum memandangnya. Namun, bangunan yang peletakan batu pertamanya dilaksanakan medio Agustus 1998 dan diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri bertepatan dengan PKB 2003 itu tidak akan punya makna apa-apa jika rakyat Bali tidak mau menggali nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Dia akan tetap jadi bangunan mati yang bisu dan hanya diposisikan sebagai tempat plesiran kaum pelancong untuk mengabadikan momen terindahnya sebagai bukti dia sudah menjejak tanah Bali. Jika bangunan yang juga dikenal sebagai Monumen Bajra Sandhi ini hanya diposisikan sebatas itu, tentu saja semuanya jadi sia-sia.
Nilai-nilai Patriotik
Kepala UPTD MPRB Dinas Kebudayaan Propinsi Bali Drs. I Dewa Putu Beratha, M.Si. tidak menampik jika MPRB saat ini sudah menjelma jadi land mark kepariwisataan Bali. Hampir bisa dipastikan, seluruh wisatawan mancanegara dan nusantara yang berwisata ke Bali akan memasukkan MPRB ke dalam daftar wajib kunjungan mereka. Namun, kata dia, ide dasar pembangunan MPRB sejatinya bukan difungsikan sebagai "magnet" penarik wisatawan semata. Ditegaskan, keberadaan MPRB sebagai objek daya tarik wisata (ODTW) hanyalah side effect positif dari kemegahan fisik monumen tersebut alias bukan tujuan utama.
"Monumen ini didirikan untuk mengabadikan jiwa perjuangan rakyat Bali dari masa ke masa. Yang terpenting lagi, keberadaan monumen mampu mewariskan semangat patriotisme dalam wujud rela berkorban, cinta tanah air, cinta persatuan dan kesatuan, cinta perdamaian dan semangat kebersamaan kepada generasi penerus bangsa termasuk tetap menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam konteks lokal Bali, monumen ini diharapkan menginspirasi krama Bali untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan dalam mewujudkan Bali Jagadhita," kata Beratha ketika dihubungi Bali Post, Jumat (4/4) kemarin.
Beratha menegaskan, apa yang tersaji di dalam MPRB adalah untuk mengenang kembali seluruh perjuangan para pahlawan Bali sebelum maupun setelah kemerdekaan. Diharapkan, monumen ini mampu memberikan manfaat nyata dalam upaya meningkatkan apresiasi generasi muda Bali dalam menghayati nilai-nilai patriotik yang ditunjukkan para pahlawan Bali dalam membela harga diri dan martabat bangsanya tanpa pernah mengharapkan balas jasa.
"Keteladanan itulah yang ingin ditanamkan kepada generasi penerus Bali. Kalau sekarang monumen ini juga ramai dikunjungi wisatawan, itu patut disyukuri lantaran karya seniman Bali dihargai oleh dunia," katanya dan menambahkan, wujud fisik MPRB yang sangat spektakuler itu didesain oleh generasi muda Bali Ida Bagus Gede Yadnya yang saat desain itu dibuat masih berstatus mahasiswa Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana.
Guna memudahkan generasi muda Bali mengapresiasi dan menghayati nilai-nilai patriotik para pahlawan Bali, MPRB dilengkapi dengan 33 unit diorama berdimensi 2 x 3 meter yang berlokasi di madianing utama mandala (lantai tengah-red) monumen. Rangkaian diorama itu menggambarkan adegan/proses masa kehidupan manusia Bali dari masa prasejarah, masa Bali Kuno, masa Bali Madya dan Masa Perjuangan Kemerdekaan. Adegan-adegan sejarah itu disuguhkan dalam bentuk tiga dimensi yang dilengkapi berbagai model boneka manusia, binatang dan peralatan yang digunakan pada waktu itu meskipun tidak sama persis. Penggambaran diorama secara tiga dimensi diharapkan memudahkan setiap pengunjung dari berbagai latar belakang usia dan pendidikan mamahami alam, situasi dan suasana yang mencerminkan keadaan pada saat peristiwa itu terjadi.
"Setiap diorama itu juga dilengkapi dengan kemudahan lain untuk pemahaman terhadap objek yang diamati yakni teks penjelasan singkat mengenai peristiwa sejarah yang terjadi pada waktu itu," paparnya panjang lebar.
Dari Masa ke Masa
Petugas Diorama MPRB Drs. I Wayan Wirya yang mendampingi Beratha menambahkan, rangkaian 33 unit diorama itu merupakan "rekaman" sejarah kehidupan manusia Bali dari masa ke masa. Secara kronologi, kata dia, diorama itu diawali dari masa prasejarah di mana Bali pada masa itu memasuki masa berburu dan mengumpulkan makanan (Paleolitik). Sekitar satu juta tahun lalu, Pulau Bali diperkirakan sudah dihuni oleh manusia purba yang disebut Homoerectus. Perkiraan itu didasarkan dari berbagai temuan alat Paleolitik di daerah Batur, Trunyan dan Sambiran.
"Ciri utama yang diperlihatkan manusia purba itu adalah penggunaan peralatan yang terbuat dari batu, tulang dan kayu yang belum dibentuk secara sistematis dan diasah tapi dibuat hanya sekadar untuk memenuhi fungsinya seperti kapak perimbas, kapak penetak dan kapak genggam yang terbuat dari batuan silika yang bersifat keras dan tajam," papar Wirya panjang lebar.
Memutar ke kanan searah jarum jam disuguhkan diorama Bali pada masa perundagian, stupika dan prasasti Sukawana, perjalanan suci Rsi Markendya (pertapa dari Dieng, Jawa Tengah-red) ke Bali Dwipa, diorama masa pemerintahan sejumlah raja Bali seperti Sri Kesari Warmadewa, Mahendratta Gunapriyadharmapatni dan suaminya Dharmodayana Warmadewa, Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten, Sri Kresna Kepakisan, Dalem Waturenggong dan sejumlah tokoh kerajaan penting lainnya yang menghiasi sejarah kejayaan Bali.
Pada tempat yang sama, pengunjung juga dapat memahami konsep Kahyangan Tiga dari Empu Kuturan, kehidupan banjar dan subak yang sudah ada di Bali sejak abad XI, pembangunan Pura Dasar Gelgel sebagai simbol pemersatu semua lapisan masyarakat di Bali dan perjalanan suci Dhayangan Nirartha yang sangat berjasa menata kehidupan keagamaan di Bali dengan konsep Tri Purusa. "Memang tidak semua peristiwa penting yang bisa diabadikan di MPRB ini. Diorama yang disajikan adalah babakan sejarah terpenting saja dari rangkaian sejarah Bali yang sangat panjang," ujar Wirya.
Wirya menambahkan, peristiwa-peristiwa heroik yang direkam yang notabene menjadi esensi dari pembangunan MPRB adalah Perang Jagaraga (1849), Perang Kusamba (1849), Perlawanan Rakyat Banjar (1868), Puputan Badung (1906), ketokohan Sagung Wah melawan Belanda (1906), Puputan Klungkung (1908), peristiwa bendera di Pelabuhan Buleleng (1945), pertempuran laut di Selat Bali (1946), Serangan Umum terhadap tangsi NICA di Denpasar, pertempuran di Tanah Aron (1946) dan Pertempuran Marga (1946) yang lebih dikenal sebagai Puputan Margarana.
"Menyaksikan diorama-diorama yang mengabadikan semangat patriotisme para pahlawan Bali ini, kami berharap hati generasi muda Bali tergetar. Paling tidak, ruang kesadaran mereka terbuka lebar bahwa Bali ini dibangun oleh para generasi pendahulu dengan perjuangan dan penderitaan yang mahaberat sekaligus pengorbanan nyawa. Tentunya, kesadaran itu akan mempertebal ikatan batin dan tanggung jawab moral generasi penerus Bali tetap mempertahankan kejayaan Bali," katanya sambil menambahkan, rangkaian diorama di MPRB ditutup dengan aktivitas masyarakat Bali dalam mengisi kemerdekaan yang diwujudkan ke dalam bentuk hasil pembangunan prestisius seperti Taman Budaya Bali (pembangunan seni budaya), Gedung DPRD Bali (politik/pemerintahan) dan Kampus Universitas Udayana (pendidikan).
Wisata Pendidikan
Mengingat pentingnya keberadaan MPRB sebagai media mempertebal jiwa patriotisme serta semangat persatuan dan kesatuan di kalangan generasi muda Bali dalam mengisi alam kemerdekaan ini, Dewa Beratha berharap MPRB dijadikan objek kunjungan wajib bagi komunitas pelajar se-Bali. Kunjungan ke MPRB ini bisa dikemas dalam kegiatan wisata pendidikan (study tour) yang selama ini telah menjadi agenda rutin sekolah di akhir semester/caturwulan. Pada kesempatan itu, siswa tidak sekadar melihat-lihat rangkaian diorama yang ada. Namun, mereka juga diwajibkan menyusun karya tulis terkait esensi yang terkandung dalam diorama tersebut. Khususnya, diorama yang menggambarkan peristiwa-peristiwa heroik yang pernah mewarnai sejarah perjuangan rakyat Bali dalam meneggakkan kejayaan Bali.
"Dengan berkunjung ke MPRB, paling tidak generasi muda Bali mengetahui secara detail tonggak-tonggak penting dari sejarah perjuangan rakyat Bali itu sendiri. Setelah mengetahui peristiwa-peristiwa heroik itu, kita punya harapan yang lebih besar nilai-nilai keluhuran budi yang menggerakkan semangat patriotisme para pahlawan Bali itu terwariskan kepada para generasi penerus Bali," katanya dan menambahkan, pihaknya memberikan discount bea masuk 50 persen bagi rombongan pelajar yang berkunjung ke MPRB.(* w. sumatika/bali post)