Kunjungan Presiden Jokowi ke Korea Selatan banyak
diperbincangkan media online dan warganet di Indonesia dengan berita-berita
yang cukup fenomenal. Mulai dari Jokowi merupakan Presiden pertama yang
diterima Presiden Korsel di Istananya yang sakral, yaitu Istana Changdeok,
hingga Jokowi yang berhasil membawa investasi dari Korea ke Indonesia senilai
Rp 81,7 triliun. Ucapan "daebak Jokowi" pun menggema, yang artinya
dalam bahasa Indonesia yaitu "Keren Jokowi". Sebenarnya lebih dari
itu, dari kaca mata hukum kerja sama internasional, kunjungan Jokowi dan
sambutan luar biasa Presiden Korsel Moon Jae- in memberikan sinyal bahwa kedua
negara semakin percaya diri menghadapi tekanan perang dagang dunia
internasional yang didalangi oleh AS-China.Bagi Indonesia, Korsel adalah
senjata penting Indonesia menghadapi kenyataan pahit bahwa kini Parlemen Eropa
terus mengkampanyekan ideologi anti sawit, salah satu komoditi ekspor utama
Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya, seperti Malaysia.
Indonesia lantas meresponnya dengan mengeluarkan
kebijakan mandatori B-20, yaitu kebijakan untuk menggunakan bahan bakar
renewable Biofuel 20% sebagai campuran BBM Fossil. Dampaknya, kebijakan
B-20 itu akan menurunkan secara drastis impor yang tentu akan mengimbangi
penurunan ekspor imbas kebijakan anti sawit di Eropa. Tahun ini, kebijakan B-20
akan mampu menghemat 2,3 miliar dollar AS dan tahun 2019 akan menghemat 9,5
miliar dollar AS dalam hal impor. Cadangan devisa yang sehat akan membuat
rupiah dapat stabil dari ancaman ombang-ambing dollar yang tengah menggempur
hampir semua negara berkembang di dunia. Lantas, apa peran Korsel bagi
Indonesia? Jawabnya, seederhana, Korsel melalui DOOSAN, raja industri
manufaktur di negaranya akan menjadi partner dua BUMN Indonesia, yaitu PT
PINDAD dan PT Boma Bisma Indra (BBI) melakukan alih teknologi permesinan diesel
yang sesuai dengan mandatori B-20.
Hingga kini, di Indonesia belum ada industri permesinan
yang berkembang. Ironis, karena Indonesia adalah pengguna mesin-mesin otomotif
yang sangat dominan, baik mobil, motor, hingga kapal. Bahkan di ASEAN,
penjualan otomotif Indonesia yang tertinggi. Jadi, kenapa Indonesia tidak
memproduksi mesinnya secara mandiri? Dari pada harus terus impor yang akan
membuat Indonesia terus mengalamai ketergantungan.Jadi, sebenarnya, yang
perlu diapresiasi dari kunjungan Jokowi ke Korsel adalah tanda-tanda bahwa
dalam beberapa tahun ke depan, industri manufaktur Indonesia akan mampu
berbicara banyak, yaitu memproduksi mesin yang ramah energi terbarukan (B-20).
Industri manufaktur yang semakin maju selain akan menyebabkan nilai tambah akan
meningkatkan lapangan pekerjaan. Indonesia menjadi 5 besar negara dengan
kekuatan ekonomi dunia pada 2030 tentu bukan hanya isapan jempol, bahkan DNA
Macan Asia yang selama ini hanya dijadikan jargon "oposisi" justru
telah dilahirkan oleh Presiden Jokowi