Dalang-Dalang G30S PKI
Faktor – Faktor Penyebab Tragedi G30S
Faktor Malaysia
Negara Federasi Malaysia yang baru terbentuk pada tanggal 16 September 1963 adalah salah satu faktor penting penyebab ada nya insiden G30S PKI ini. Konfrontasi Indonesia-Malaysia merupakan salah satu penyebab kedekatan Presiden Soekarno dengan PKI, menjelaskan motivasi para tentara yang menggabungkan diri dalam gerakan G30S/Gestok (Gerakan Satu Oktober), dan juga pada akhirnya menyebabkan PKI melakukan penculikan petinggi Angkatan Darat.
Soekarno yang murka karena hal itu mengutuk tindakan Tunku yang menginjak-injak lambang negara Indonesia dan ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan sebutan "Ganyang Malaysia" kepada negara Federasi Malaysia yang telah sangat menghina Indonesia dan presiden Indonesia.
Perintah Soekarno kepada Angkatan Darat untuk meng"ganyang Malaysia" ditanggapi dengan dingin oleh para jenderal pada saat itu. Di satu pihak Letjen Ahmad Yani tidak ingin melawan Malaysia yang dibantu oleh Inggris dengan anggapan bahwa tentara Indonesia pada saat itu tidak memadai untuk peperangan dengan skala tersebut, sedangkan di pihak lain Kepala Staf TNI Angkatan Darat A.H. Nasution setuju dengan usulan Soekarno karena ia mengkhawatirkan isu Malaysia ini akan ditunggangi oleh PKI untuk memperkuat posisinya di percaturan politik di Indonesia.
Di pihak PKI, mereka menjadi pendukung terbesar gerakan "ganyang Malaysia" yang mereka anggap sebagai antek Inggris, antek nekolim. PKI juga memanfaatkan kesempatan itu untuk keuntungan mereka sendiri, jadi motif PKI untuk mendukung kebijakan Soekarno tidak sepenuhnya idealis, Pada saat PKI memperoleh angin segar.
Justru para penentangnyalah yang menghadapi keadaan yang buruk; mereka melihat posisi PKI yang semakin menguat sebagai suatu ancaman, ditambah hubungan internasional PKI dengan Partai Komunis sedunia, khususnya dengan adanya poros Jakarta-Beijing-Moskow-Pyongyang-Phnom Penh, Soekarno juga mengetahui hal ini, namun ia memutuskan untuk mendiamkannya karena ia masih ingin meminjam kekuatan PKI untuk konfrontasi yang sedang berlangsung, karena posisi Indonesia yang melemah di lingkungan internasional sejak keluarnya Indonesia dari PBB (20 Januari 1965).
Faktor Amerika Serikat
Amerika Serikat pada waktu itu sedang terlibat dalam perang Vietnam dan berusaha sekuat tenaga agar Indonesia tidak jatuh ke tangan komunisme. Peranan badan intelejen Amerika Serikat (CIA) pada peristiwa ini sebatas memberikan 50 juta rupiah (uang saat itu) kepada Adam Malik dan walkie-talkie serta obat-obatan kepada tentara Indonesia. Politisi Amerika pada bulan-bulan yang menentukan ini dihadapkan pada masalah yang membingungkan karena mereka merasa ditarik oleh Sukarno ke dalam konfrontasi Indonesia-Malaysia ini.
Salah satu pandangan mengatakan bahwa peranan Amerika Serikat dalam hal ini tidak besar, hal ini dapat dilihat dari telegram Duta Besar Green ke Washington pada tanggal 8 Agusts 1965 yang mengeluhkan bahwa usahanya untuk melawan propaganda anti-Amerika di Indonesia tidak memberikan hasil bahkan tidak berguna sama sekali. Dalam telegram kepada Presiden Johnson tanggal 6 Oktober, agen CIA menyatakan ketidakpercayaan kepada tindakan PKI yang dirasa tidak masuk akal karena situasi politis Indonesia yang sangat menguntungkan mereka, dan hingga akhir Oktober masih terjadi kebingungan atas pembantaian di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali dilakukan oleh PKI
Pandangan lain, terutama dari kalangan korban dari insiden ini, menyebutkan bahwa Amerika menjadi aktor di balik layar dan setelah dekrit Supersemar Amerika memberikan daftar nama-nama anggota PKI kepada militer untuk dibunuh. Namun hingga saat ini kedua pandangan tersebut tidak memiliki banyak bukti-bukti fisik.
Faktor ekonomi
Ekonomi masyarakat Indonesia pada waktu itu yang sangat rendah mengakibatkan dukungan rakyat kepada Soekarno (dan PKI) meluntur. Mereka tidak sepenuhnya menyetujui kebijakan "ganyang Malaysia" yang dianggap akan semakin memperparah keadaan Indonesia.
Inflasi yang mencapai 650% membuat harga makanan melambung tinggi, rakyat kelaparan dan terpaksa harus antri beras, minyak, gula, dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Beberapa faktor yang berperan kenaikan harga ini adalah keputusan Suharto-Nasution untuk menaikkan gaji para tentara 500% dan penganiayaan terhadap kaum pedagang Tionghoa yang menyebabkan mereka kabur. Sebagai akibat dari inflasi tersebut, banyak rakyat Indonesia yang sehari-hari hanya makan bonggol pisang, umbi-umbian, gaplek, serta bahan makanan yang tidak layak dikonsumsi lainnya; pun mereka menggunakan kain dari karung sebagai pakaian mereka.
Faktor ekonomi ini menjadi salah satu sebab kemarahan rakyat atas pembunuhan keenam jenderal tersebut, yang berakibat adanya backlash terhadap PKI dan pembantaian orang-orang yang dituduh anggota PKI di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali serta tempat-tempat lainnya.
Perseteruan TNI VS PKI
Pada tahun 1963 saat Operasi Trikora di Irian Barat selesai, Aidit menuding Angkatan Darat memboroskan anggaran dan menyebabkan negara bangkrut, Saat itu kondisi perekonomian Indonesia memang morat-marit.
Yani marah, dia membalas serangan Aidit. "Biar ada 10 Aidit pun tak akan bisa memperbaiki ekonomi kita," kata Yani seperti ditulis dalam buku Sejarah TNI Jilid III terbitan Pusjarah.
Keduanya pun kembali terlibat seteru saat Aidit mengusulkan pembentukan angkatan kelima dimana buruh dan tani dipersenjatai. Aidit beralasan buruh dan tani akan dikerahkan untuk Dwikora menghadapi Malaysia dan serangan Nekolim. Yani menolaknya, tentu saja Angkatan Darat tak mau PKI punya kekuatan bersenjata yang sewaktu-waktu bisa digerakkan.
"Kalau Nekolim menyerang, semua rakyat Indonesia akan dipersenjatai. Bukan hanya buruh dan tani," balas Yani.
Tahun 1965 panas membara oleh gesekan politik Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia. Sejumlah langkah politik PKI ditentang Angkatan Darat. Salah satu yang krusial adalah soal angkatan kelima, dimana PKI meminta buruh dan petani dipersenjatai untuk menghadapi konfrontasi dengan Malaysia.
Selain itu PKI juga menginginkan ada komisariat politik dalam militer, seperti dalam negara-negara komunis. Panglima Angkatan Darat Letjen Ahmad Yani yang paling keras menentang usulan-usulan PKI ini.
Yani makin marah saat terjadi peristiwa Bandar Betsy di Simalungun, Sumatera Utara. Ribuan petani menyerobot tanah milik Perusahaan Perkebunan Negara (PPN). Seorang anggota TNI, Pelda Soedjono tewas dicangkul. Di peringatan HUT Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) tanggal 15 Juli 1965 di Jakarta, Yani menumpahkan kemarahannya pada PKI.
"RPKAD harus tetap memelihara kesiapsiagaan yang merupakan ciri khasnya dalam keadaan apapun, terutama dalam keadaan gawat ini. Asah pisau komandomu, bersihkan senjatamu," kata Yani.
Yani berjanji akan menuntut para pelaku pengeroyokan Pelda Soedjono serta menolak usulan-usulan PKI soal Nasakom ala PKI.
Dalam dunia politik periode 1965, Ketua Central Comite Partai Komunis Indonesia (CC PKI) Dipa Nusantara Aidit punya musuh abadi. Panglima Angkatan Darat Letjen Ahmad Yani menjadi musuh bebuyutan yang selalu menjegal langkah politik PKI. Sebaliknya, PKI pun selalu menyerang Angkatan Darat
Perseteruan D.N Aidit VS Soekarno
Kemungkinan D.N Aidit sudah mengetahui sebuah dokumen rahasia badan intelejen Amerika Serikat (CIA) yang baru dibuka yang bertanggalkan 13 Januari 1965 menyebutkan sebuah percakapan santai Soekarno dengan para pemimpin sayap kanan, bahwa ia masih membutuhkan dukungan PKI untuk menghadapi Malaysia dan oleh karena itu ia tidak bisa menindak tegas mereka. Namun ia juga menegaskan bahwa suatu waktu "giliran PKI akan tiba." Soekarno berkata, "Kamu bisa menjadi teman atau musuh saya, Itu terserah kamu.... Untukku, Malaysia itu musuh nomor satu. Suatu saat saya akan membereskan PKI, tetapi tidak sekarang."
D.N Aidit Adalah orang yang menganut monogami atau satu istri, sehingga melihat sepak terjang Soekarno yang beristri banyak terasa muak, walau perasaan tersebut selalu disimpan akhir nya emosi dikeluarkan saat pidato di Istora Senayan didepan ribuan anggota Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI)
Teriakan bubarkan Himpunan Mahasiswa Islam atau HMI bergemuruh di Istora Senayan Ribuan anggota Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) serempak berteriak semangat.
"Bubarkan HMI! HMI antek nekolim!"
Malam itu, 28 September 1965, CGMI menggelar Kongres II. Seperti diketahui, CGMI adalah organisasi kemahasiswaan underbouw PKI. Sebelum Kongres, hampir setiap hari CGMI berdemo meminta pemerintah membubarkan HMI karena perbedaan pandangan politik.
Wakil Perdana Menteri II Johannes Leimena dan Presiden Soekarno yang berpidato malam itu dengan tegas menolak permintaan CGMI. Pemerintah tak akan membubarkan HMI.
Giliran Ketua Central Comite Partai Komunis Indonesia (CC PKI) Dipa Nusantara Aidit naik ke mimbar. Pidato Aidit menggebrak diiringi teriakan dukungan massa.
"Kalau CGMI tak bisa membubarkan HMI lebih baik kalian memakai kain seperti perempuan!" kata Aidit disambut gemuruh teriakan anggota CGMI. "Bubarkan HMI, Bubarkan HMI."
Aidit tak selesai sampai situ. "Indonesia belum mencapai kemajuan dan kemakmuran. Negara ini memang tidak akan bisa maju kalau diurus oleh pemimpin yang mempunyai empat atau malahan lima orang istri!" teriak Aidit.
Sejumlah hadirin terkesiap. Wakil Komandan Tjakrabirawa Kolonel Maulwi Saelan menggeleng-gelengkan kepala mendengar pidato Aidit, "Kasar sekali, pernyataan Aidit itu kasar sekali," kata Saelan.
Semua tahu pada siapa sindiran Aidit itu dialamatkan kalau bukan Presiden Soekarno yang memiliki lima istri. Fatmawati, Hartini, Ratna Dewi, Haryati dan Yurike.
Tak ada yang berani melihat wajah Soekarno, Tapi Soekarno dengan tenang meninggalkan acara tersebut tanpa berkata apapun, Padahal baru beberapa hari sebelumnya Soekarno menganugerahkan penghargaan prestisius Bintang Mahaputera pada Aidit. Soekarno pun hadir pada peringatan HUT PKI ke-45, 23 Mei 1965 di Istora Senayan. Dalam acara itu Soekarno dan Aidit berangkulan mesra.
Saat itu PKI memang menjadi pendukung utama kebijakan Soekarno. Bagi Soekarno, PKI menjadi penyeimbang bagi kekuatan politik Angkatan Darat yang dominan. Soekarno selalu berusaha menjaga keseimbangan antara Angkatan Darat dan PKI.
Bukan kali pertama Aidit melancarkan serangan pada Soekarno. Aidit pernah menyatakan kalau rakyat Indonesia sudah bersatu dan sosialisme sudah terwujud, maka Pancasila tak dibutuhkan lagi.
Isue Dewan Jendral
Dewan Jenderaladalah sebuah nama yang ditujukan untuk beberapa Jenderal yang diduga akan melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno pada Hari ABRI, 5 Oktober 1965 Menurut Menteri / Panglima Angkatan Darat Ahmad Yani tidak ada nama nya Dewan Jendral yang ada bernama Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) dan hanya berfungsi sebagai penasihat bagian kenaikan pangkat dan jabatan dalam Angkatan Darat.
Situasi semakin memanas ketika berkembang isu bahwa Dewan Jenderal merencanakan pameran kekuatan (machts-vertoon) pada hari Angkatan Bersenjata 5 Oktober 1965 dengan mendatangkan pasukan-pasukan dariJawa Timur, Jawa Tengah, danJawa Barat. Sesudah terkonsentrasinya kekuatan militer yang besar ini di Jakarta, Dewan Jenderal bahkan telah merencanakan melakukan coup kontra- Revolusioner.
Isu menyebut susunan Kabinet Dewan Jenderal, terdiri dari:
- Perdana Menteri: Jendral AH Nasution
- Wakil Perdana Menteri/Menteri Pertahanan: Letjen A Yani
- Menteri Dalam Negeri: Hadisubeno
- Menteri Luar Negeri: Roeslan Abdul Ghani
- Menteri hubungan Perdagangan: Brigjen Ahmad Sukendro
- Menteri/Jaksa Agung: Mayjen S Parman
- Menteri Agama: K.H. Rusli
- Menteri/ Panglima Angkatan Darat: Mayjen Ibrahim Ajie
- Menteri/ Panglima Angkatan Laut: Tidak Diketahui
- Menteri/ Panglima Angkatan Udara: Marsekal Madya Rusmin Nurjadin
- Menteri/ Panglima Angkatan Kepolisian: Mayjen Pol Yasin
Sebagai tandingan, PKI membentuk gerakan yang dinamai Dewan Revolusi Indonesia, Untuk menghindari resiko kegagalan, tokoh-tokoh PKI tidak memegang pimpinan. Sebaliknya, perwira ABRI yang memegang pimpinan, bertindak sebagai Ketua Dewan Revolusi, yaitu Letkol Untung. Dengan demikian kalau Dewan Revolusi mengalami kegagalan, PKI tidak akan dilibatkan. Selanjutnya ditegaskan bahwa kegiatan Dewan Revolusi adalah intern Angkatan Darat.
Dokumen Gilchrist
Dokumen Gilchrist (bahasa Inggris document) adalah sebuah dokumen yang dahulu banyak dikutip surat khabar pada era tahun 1965 yang sering digunakan untuk mendukung argumen untuk keterlibatan blok Barat dalam penggulingan Soekarno di Indonesia. Namun dokumen tersebut kemungkinan besar palsu atau sebenarnya tidak ada. Dokumen ini konon sebenarnya berasal dari sebuah telegram dari Duta Besar Inggris di Jakarta yang bernama Andrew Gilchrist yang ditujukan kepada Kantor Kementerian Luar Negeri Inggris. telegram ini mengacu pada rencana gabungan intervensi militer AS-Inggris di Indonesia.
Pertama kali keberadaan dokumen ini diumumkan oleh Soebandrio, Menteri Luar Negeri Indonesia masa itu sewaktu dalam perjalanannya ke Kairo, Mesir, tanggal 5 Juli 1965 setibanya di Kairo, Kedutaan AS berusaha agar mendapatkan foto salinan dokumen tersebut dan Kedutaan AS di Kairo menyimpulkan bahwa dokumen tersebut dinyatakan sebagai palsu, dan "Dokumen Gilchrist" kemudian disebut sebagai sebuah pemalsuan dalam pemerintahan AS. Diskusi internal di administrasi AS yang mengikuti di balik pemalsuan tersebut dan saat itu Soebandrio merangkap jabatan sebagai kepala Biro Pusat Intelijen (BPI), yang membawahkan kesatuan intel di tiga angkatan, kepolisian negara, kejaksaan serta intelijen Hankam.
Kemudian hari, seorang agen rahasia Ceko yang bernama Vladislav Bittman yang membelot pada tahun 1968 menyatakan bahwa biro agensinya yang melakukan memalsukan dokumen. dan Bittman mengaku ikut bertanggung jawab untuk kampanye terhadap warga negara Amerika Serikat dan distributor film AS di Indonesia yang dekat dengan Soekarno yakni Bill Palmer.
Menurut Subandrio dalam bukunyaHampir bersamaan waktunya dengan isu Dewan Jenderal, muncul Dokumen Gilchrist. Dokumen ini sebenarnya adalah telegram (klasifikasi sangat rahasia) dari Duta Besar Inggris untuk Indonesia di Jakarta Sir Andrew Gilchrist kepada Kementrian Luar Negeri Inggris. Dokumen itu bocor ketika hubungan Indonesia-Inggris sangat tegang akibat konfrontasi Indonesia-Malaysia soal Borneo (sebagian wilayah Kalimantan). Saat itu Malaysia adalah bekas koloni Inggris yang baru merdeka. Inggris membantu Malayia mengirimkan pasukan ke Borneo.
Saya adalah orang yang pertama kali menerima Dokumen Gilchrist. Saya mendapati dokumen itu sudah tergeletak di meja kerja saya. Dokumen sudah dalam keadaan terbuka, mungkin karena sudah dibuka oleh staf saya. Menurut laporan staf, surat itu dikirim oleh seorang kurir yang mengaku bernama Kahar Muzakar, tanpa identitas lain, tanpa alamat. Namun berdasarkan informasi yang saya terima, surat tersebut mulanya tersimpan di rumah Bill Palmer, seorang Amerika yang tinggal di Jakarta dan menjadi distributor film-film Amerika. Rumah Bill Palmer sering dijadikan bulan-bulanan demonstrasi pemuda dari berbagai golongan. Para pemuda itu menentang peredaran film pornoyang diduga diedarkan dari rumah Palmer.
Ini yang jadi pertanyaan, kenapa Dokumen Gilchrist bisa muncul tiba-tiba di meja Subandrio, padahal saat itu dia jadi kepala biro intelijen, harus nya dia dan staf intelijen tahu asal muasal dokumen tsb, ini yang aneh, suatu biro intelijen dapat dokumen rahasia yang tidak tahu jelas kebenaran nya malah dijadikan dasar pengambilan kebijaksanaan, bukti nya info rahasia itu disebarkan di publik dan disebarkan di media saat itu.
Pengakuan Keterlibatan agen rahasia cekoslavakia Vladislav Bittman dalam pembuatan dokumen itu pada tahun 1968 sangatlah mengejutkan dan yang unik adalah pembelotan dia dari dinas nya, arti nya ada standar ganda atau dia sebenar nya agen ganda dari Uni Sovyet (Blok Timur) dan Blok barat sebelumnya, bisa saja Soebandrio dan Vladislav Bittman termasuk bagian dari Van der Plas Connection yang dulu nya seorang warga negara belanda yang berganti kewarganegaraan jadi warga Australia.
Setelah membahas sampai disini kita akan memgingat seorang tokoh komunis wanita ceko yang menikah dengan orang Indonesia, Nama nya adalah Carmel Brickman, Warga Negara Inggris penganut komunisme yang tinggal di Cekoslovakia yang saat itu bagian dari Uni Soviet, dan bekerja sebagai sekretaris di lembaga kemahasiswaan pada Universitas Cekoslovakia yang menjadi topeng dinas intelijen Cekoslovakia. Saat dia di Cekoslovakia Carmel Brickman bertemu dan menikah dengan Suswondo Budiardjo, anggota Komite Sentral Partai Komunis Indonesia sehingga sejak saat itulah dia mengganti nama menjadi Carmel Budiardjo.
Pada tahun 50an para petinggi PKI yang mengasingkan diri karena peristiwa Madiun 1948, pada pulang ke Indonesia, Carmel Budiardjo ikut suaminya dan tinggal di Indonesia dan aktif sebagai anggota PKI. Tahun 1965 ketika PKI berada dalam posisi terkuatnya dan sedang berjalan menuju eksekusi rencana pemberontakan yang dikenal sebagai G30S/PKI, bersama Njoto, ketua Divisi Propaganda dan Agitasi PKI, Carmel Budiardjo adalah penulis naskah pidato Soekarno. Salah satu contoh karya Carmel Budiardjo adalah semua pidato Soekarno terkait perebutan Papua Barat, jadi bisa dibilang Carmel Budiardjo salah satu yang berjasa dalam usaha Indonesia merebut Papua Barat, tapi ironisnya di masa depan dia malah mendiskriditkan Indonesia sebagai penjajah rakyat Papua Barat.
Pasangan suami-istri Budiardjo sangat terlibat dalam persiapan/prolog G30S/PKI terbukti salah satu korban G30S/PKI yaitu DI Panjaitan pernah menangkap Suswondo Budiardjo saat proses menyelundupkan senjata Chung dari Republik Rakyat China di dalam bahan bangunan untuk pendirian gedung CONEFO (sebagian senjata Chung yang terlanjur masuk adalah senjata yang digunakan pasukan G30S/PKI), sedangkan Carmel Budiardjo adalah pemalsu surat Duta Besar Andrew Gilchrist yang menyebut ada “bagian dari angkatan darat Indonesia” (our local army friend) yang bekerja sama dengan Amerika dan Inggris untuk menjatuhkan Soekarno kelak dikenal sebagai “Dokumen Gilchrist,” yang pertama kali disebar oleh Soebandrio kepada wartawan Al Ahram, Mesir pada tanggal 5 Juli 1965.
Bukti Carmel Budiardjo pembuat Dokumen Gilchrist sangat mudah yaitu dari sangkalan pihak Inggris yang menyatakan walaupun secara tata bahasa tulisan di Dokumen Gilchrist memang ber-grammar ala Anglo Saxon, tapi mereka bukan pembuatnya. Berdasarkan fakta di atas maka kita menemukan petunjuk tentang siapa pembuat Dokumen Gilchrist:
Dia harus bisa grammar Inggris seperti seorang native speaker dan ahli dalam menulis dokumen diplomatic
Dia harus memiliki hubungan dengan intelijen Cekoslovakia yang tinggal di Indonesia, yang mana tahun 1965 sangat jarang, karena Indonesia lebih dekat ke RRC daripada Uni Soviet.
Dia harus komunis yang dekat dengan pusat kekuasaan di Indonesia
Pada periode tahun 1964-1965 hanya ada satu orang di Indonesia yang memenuhi semua syarat di atas yaitu Carmel Budiardjo sebab dia adalah Warga Negara Inggris yang tinggal di Indonesia dan sebelumnya bekerja untuk lembaga intelijen Cekoslovakia dan di Indonesia pekerjaannya adalah menulis pidato kenegaraan untuk Soekarno, dan yang lebih penting lagi dia adalah komunis sekaligus istri dari petinggi PKI yang menyelundupkan senjata untuk persiapan pelaksanaan G30S/PKI. Dokumen Gilchrist menyebabkan kelahiran rumor Dewan Jenderal dan keduanya adalah penyebab Soekarno memukul “para jenderal” terlebih dulu, sehingga bisa disimpulkan Carmel Budiardjo adalah salah satu orang yang mendalangi G30S/PKI.
Ketika ditangkap dan dipenjara Orde Baru, Carmel Budiardjo belum diketahui sebagai dalang G30S/PKI dan oleh karena itu dia dideportasi ke Inggris ketika pemerintah Inggris meminta Indonesia melepaskan Carmel Budiardjo. Sesampainya di Inggris, Carmel mendirikan Tapol UK yang berfungsi sebagai alat propaganda dan agitasi melawan Indonesia dengan isu HAM, demokrasi, “pembantaian 1965″. Ingat, dia adalah tangan kanan Njoto, Ketua Departemen Propaganda dan Agistasi PKI, sehingga melakukan propaganda memang keahlian Carmel Budiardjo.