Adanya aksi kekerasan kelompok tertentu terhadap aparat keamanan di Aceh bukan mengindikasikan masih belum amannya provinsi Aceh.Hal itu hanya sebagian kecil permasalahan keamanan ataupun hanya kasus tindakan kriminal yang dilakukan oleh sekelompok bersenjata, khususnya di tahun 2015 ini. Kasus tindakan kriminal yang dilakukan oleh sekelompok bersenjata terjadi di akhir 2014 dan awal 2015 itupun tidak siginifikan atau dapat dikatakan tidak menganggu kamtibmas di Provinsi Aceh secara keseluruhan. Tindakan kriminal oleh sekelompok bersenjata, seperti dikutip Tempo edisi 9 September 2014, terjadi pada 6 September 2014, juru bicara Aceh Sumatra National Liberation Front (ASNLF) wilayah Aceh Utara dan Lhokseumawe atau Samudera Pasee, Syamsudin Harun alias Cut Din alias Abu Sumatera, 34 tahun, ditangkap Polres Lhokseumawe, terkait dengan kasus kriminal, termasuk pembakaran bendera Merah Putih. Kapolres Lhokseumawe AKBP Joko Surachmanto mengatakan Abu Sumatera diduga melakukan sejumlah tindak pidana di wilayah hukum Polres Lhokseumawe. penangkapan ini terkait dengan tindak pidana murni yaitu melakukan pemerasan terhadap Kepala SMK Negeri 6 Lhokseumawe. Abu Sumatera juga termasuk daftar pencarian orang dalam kasus narkoba yang melarikan diri dari LP. Lhokseumawe. ASNLF adalah organisasi yang membangkitkan gerakan yang mengusung isu kemerdekaan Aceh setelah perjanjian damai Helsinki pada 2005 di Swedia. Organisasi ini adalah kumpulan mantan dan simpatisan GAM yang tidak setuju dengan perdamaian yang dilakukan oleh GAM pimpinan Malek Mahmud dan Zaini Abdullah.
Peristiwa kekerasan di Aceh, yang terkini, Selasa, 24 Maret 2015, sekitar pukul 08.30, anggota Polres Lhokseumawe menemukan dua jenazah anggota TNI di Batikpilah, Nisam Antara, Aceh. Kedua jenazah yang diketahui bernama Sertu Indra (41 tahun) dan Serda Hendrianto (35 tahun) itu penuh luka tembak. Sebelum ditemukan, kedua anggota TNI itu hilang sejak Senin, 23 Maret 2015 pukul 16.00, diculik di sekitar Desa Aluembang, Kecamatan Nisam Antara, pada Senin sore. Mereka dinyatakan hilang oleh Kodim 0103 Aceh Utara. Ketika ditemukan keesokan harinya, sudah dalam kondisi penuh luka tembak, terikat, berdekatan satu dengan yang lain, dan bertelanjang dada. Kedua jenazah itu kemudian dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Korem. Aksi kekerasan tersebut yang diduga dilakukan oleh kelompok bersenjata mendapat tanggapan beragam dari pihak aparat sendiri maupun pengamat.
Kapuspen TNI AD Brigadir Jenderal Wuryanto menduga penembakan dua anggota TNI di Aceh adalah hasil perbuatan kelompok teroris. Kalau GAM sepertinya tidak, karena ada kesepakatan di Helsinki. TNI bersama kepolisian setempat masih melakukan penyelidikan. Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Agus Kriswanto mengatakan dua anggota TNI yang mati ditembak di Kecamatan Nisam Antara, Kabupaten Aceh Utara, pada 24 Maret 2015, pelakunya diduga dari kelompok bersenjata di Aceh yang pasti bagian dari rakyat Aceh. TNI menyerahkan kasus tersebut ke polisi selaku aparat penegak hukum dan ikut membantu menuntaskan kasus. Kapendam Iskandar Muda Letnan Kolonel Inf. Mantan Pemimpin GAM Zaini Abdullah yang juga Gubernur Aceh, menyatakan telah melupakan upaya untuk memisahkan diri dari NKRI dan tidak akan pernah terjadi lagi, saat berpidato pada acara Sosialisasi MoU Helsinki dan Undang-undang RI Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh di Gondangdia, Jakarta, Jumat, 8 Agustus 2014.
Konflik berkepanjangan yang pernah terjadi sejak 1976 tidak akan terjadi lagi, perjanjian damai itu tidak mudah, gejolak itu lebih mudah, yang mengakibatkan banyak jatuh korban. Sikap masyarakat Aceh sejak zaman penjajahan selalu mendukung upaya pemerintah Indonesia untuk merdeka. Rakyat Aceh, bisa saja memisahkan diri dari pemerintah Indonesia saat itu, namun hal tersebut tidak pernah dilakukan. Pernyataan terbaru Zaini Abdullah di Harian Republika 10 Juni 2015 menyatakan Pemprov. Aceh telah menyiapkan program pemberdayaann masyarakat untuk meningkatkan perekonomian warga khususnya bekas kombatan GAM. Wakil Gubernur Aceh Muzakkir Manaf (Ketua Komite Peralihan Aceh/ KPA), organisasi mantan kombatan GAM, menyatakan mantan kombatan GAM tidak terlibat dalam penculikan dan pembunuhan anggota Kodim 0103 Aceh Utara. Kesal terhadap orang yang telah melakukan tindak kriminal untuk memperkeruh keadaan di Aceh. Kami berharap mereka yang sudah telanjur terlibat dalam tindakan kriminal untuk segera berhenti dan kembali kepada keluarga supaya dapat membantu pembangunan Aceh. Selain korban dari pihak TNI, dari KPA juga menjadi korban karena pada 22 Maret 2015, tujuh pria bersenjata menculik Mahmudsyah alias Ayahmud, pemimpin KPA dan anggota Partai Aceh di Aceh Utara. Hingga kini, dia belum diketahui kabarnya.
Berdasarkan fakta diatas, aksi kejahatan yang dilakukan kelompok bersenjata kemungkinan bukan dari mantan anggota GAM yang dikenal dari 3 faksi yang telah menduduki jabatan strategis pemerintahan di Aceh. Aksi kriminalitas dan kejahatan terhadap 2 anggota TNI tersebut indikasi kuat dilakukan oleh kelompok bersenjata dari mantan anggota GAM dari Faksi diluar tiga faksi yang dikenal tersebut, yang menganggap keberadaan Partai Aceh sebagai kepanjangan tangan perjuangan membawa Aceh sejahtera dalam pangkuan NKRI tidak cukup mengakomodir ratusan mantan kombatan untuk hidup layak, hanya mantan GAM yang akses dipemerintahanlah yang dapat hidup layak. Namun demikian dari serentetan kecil kasus kriminal yang dilakukan oleh sekelompok bersenjata yang diduga mantan GAM tidak membuat Bumi Rencong menjadi tidak aman. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Mantan Pemimpin GAM Zaini Abdullah yang juga Gubernur Aceh, memberikan harapan positif yaitu akan mengadakan pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan perekonomian warga khususnya kepada bekas kombatan untuk dapat keluar dari garis kemiskinan. Dengan demikian diharapkan lambat laun tidak ada lagi kombatan GAM yang melakukan tindakan kriminal demi dapat keluar dari garis kemiskinan dan dapat mencegah kembali munculnya paham separatisme di Aceh serta dapat membangun Aceh bersama-sama.