Ishak Sang Motivator
Di rumah yang baru, ada beberapa orang datang ke rumahnya. Salah
satunya adalah Ishak, pemuda Kristen yang kerap mabuk. "Kamu harus
bisa main gitar, ntar saya pinjemin dari gereja. Saya ajarin kamu
sebentar, trus kamu latihan sendiri. Dua minggu kamu harus bisa
mainkan satu lagu. Kamu harus rajin. Jangan cepat putus asa kayak
saya. Kamu harus punya masa depan," kata Jhon tertawa menirukan
nasihat Ishak. Menurut Jhon, kata-kata Ishak itu kena di hatinya. Ia
lantas belajar gitar dengan sungguh-sungguh.
Suatu kali, Jhon berkenalan dengan Amir, teman kakaknya, seorang
arsitek yang mengerjakan taman di halaman rumahnya. Jhonlah yang
paling banyak menemani Amir lantaran paling sering di rumah. Betapa
kagetnya Amir ketika tiba-tiba Jhon nyanyi lagu Gombloh sambil
memetik gitar. "Pak Amir langsung nanya, mau bantu saya main musik
di gereja? Karena saya merasa sangat dekat dengan dia saya nggak
enak nolak. Pak Amir sungguh-sungguh melayani dan mendorong saya.
Biarpun hujan, Pak Amir tetap menjemput saya dengan sepeda motornya.
Padahal jarak rumah kami cukup jauh. Dalam hati saya, nekat juga
orang ini."
Perubahan Sikap
Suatu malam, di rumah teman, Jhon merenungi hidup. Rasa gagal,
tertolak, tidak berguna yang selama ini menekannya, satu per satu
terbayang di benaknya. Masa kecil yang kelam penuh kepahitan,
perkataan ibunya, saudara serta kata-kata dokter yang pernah ia
dengar dari mulut mamanya betul-betul menyesakkan. Malam itu menjadi
malam yang amat berarti bagi Jhon. Ia tumpahkan segala kekesalan dan
gelisahnya pada Tuhan. Jhon berserah penuh pada Tuhan. Ia bertekad
mengubah cara pandangnya dalam melihat kehidupan.
Pelan-pelan, Jhon bisa menerima kekurangannya. Dia juga berdamai
dengan diri sendiri dan mengampuni orang-orang yang pernah
melukainya. Malam itu, Jhon "berhadapan dengan Tuhan".
"Saya seperti menemukan sosok Bapak," kata Jhon yang sejak lahir
sampai ia dengar ayahnya meninggal, belum pernah sekalipun bertemu.
Sukacita dan harapan pelan-pelan memenuhi hati Jhon. Bagi Jhon malam
itu adalah malam pengampunan. Sebab pada malam itu, ia bisa
mengampuni setiap orang yang pernah melukainya. Itulah yang
memotivasi Jhon untuk bangkit dan tidak larut dalam masalah.
Benarlah, hati yang gembira adalah obat. Jhon makin giat melayani
Tuhan. Lewat nyanyian dan petikan gitarnya, ia semakin maju dan
menang mengalahkan segala rasa yang tak perlu disimpannya.
Usia 20 tahun, Jhon memberanikan diri minta izin pada ibunya untuk
dibaptis. Ibunya tak keberatan asal Jhon menjadi orang Kristen yang
sungguh-sungguh. "Meski Mama bukan seorang Kristen, tapi ia
sungguh-sungguh mendorong saya untuk melayani Tuhan. Pernah suatu
kali, saya jenuh dan berniat bolos tidak ke gereja, Mama saya ribut.
`Lho, katanya kamu mau jadi Kristen kok malas-malasan.` Ketika saya
pulang pelayanan, Mama menunggu saya dan selalu bertanya, sudah
makan belum?"
Tuhan juga memberi kesempatan Jhon melayani ibunya saat wanita yang
melahirkannya itu jatuh sakit dan harus opname. Selama satu minggu,
Jhon menemani ibunya, "Sewaktu Mama anfal, ia berteriak, `Yesus
tolong saya!` Tak lama kemudian, Mama dipanggil Tuhan. Rasanya waktu
bersama Mama belum cukup. Mama meninggal saat kami sangat dekat.
Tapi hati saya sangat bahagia, Mama sudah mengakui Yesus."
Diambil dan diedit seperlunya dari:
Judul buku : Karena Dia
Judul artikel: Saya Terselamatkan Walaupun Lahir Tanpa Bola Mata
Penyusun : Niken Maria Simarmata
Penerbit : ANDI, Yogyakarta 2006
Halaman : 71 -- 80