Bulan puasa atau ramadhan datang kembali memberi kesempatan bagi kita. Umat Islam menyambut sukacita kedatangan bulan penuh berkah ini. Ada keringanan yang diberikan Tuhan dalam pelaksanaan ibadah ini, misalnya terhadap mereka yang sakit atau dalam perjalanan, tetapi mereka tetap wajib menggantikan puasa yang ditinggalkan. Dan, bagi mereka yang berat menjalankannya diwajibkan membayar fidyah, yakni memberi makan kepada orang miskin. Dari awal kita melihat betapa mulia tujuan ibadah puasa. Pertama, agar kita yang menunaikannya menjadi insan yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan ketakwaan, manusia diajak untuk meningkatkan kualitas diri dan membantu meningkatkan kualitas sesama.
Di bulan penuh ampunan ini, kita mendapat kesempatan luas untuk berzikir, mengingat Tuhan, serta merenungkan makna dan tujuan hidup. Namun, di dalamnya juga ada tuntunan untuk memelihara silaturahim, tidak melupakan arti hidup bersama. Di sinilah umat melihat realitas hidup yang tidak sepenuhnya menggembirakan. Di kanan kiri ada kesenjangan. Ada yang mendapat rezeki berlimpah, ada pula yang hidup berkekurangan. Mereka yang berpuasa dengan khusyuk, dan tidak banyak meladeni hiruk-pikuk dunia, akan berkembang mata batinnya. Hal-hal yang tampak rutin dan trivial dalam hidup sehari-hari, kemudian menampilkan makna.
Di sinilah manusia modern menghadapi kesulitan. Sebagian mereka beribadah di tengah berbagai kesibukan dunia. Laporan utama majalah Time yang mengangkat tema ”Never Offline” (22/9/2014) menyiratkan, manusia di zaman ini tak pernah lepas dari keterikatan pada urusan melalui gawainya. Alangkah sibuk dan penuh pikirannya. Selain padat, manusia modern juga sering merasa dituntut serba cepat. Untunglah muncul pemikir yang menggugat kehidupan serba cepat. Dalam bukunya In Praise of Slowness: Challenging the Cult of Speed, Carl Honore mengingatkan kita tentang perlunya bekerja dan menjalani hidup tanpa didikte oleh kecepatan.
Melalui serba hal yang tenang, lamban, akan terbuka keheningan. Inilah kunci untuk menangkap nuansa dan makna, termasuk di dalamnya mengapa kita harus melatih diri dengan puasa. Dalam keikhlasan dan kebeningan batin, akan teryakini bahwa puasa lebih dari sekadar menahan lapar dan haus serta hubungan suami-istri. Dalam keheningan dan kebeningan batin, akan mudah lahir rasa syukur atas semua nikmat Tuhan. Akan muncul pula rasa welas asih terhadap sesama, khususnya terhadap mereka yang hidup susah. Tidak kalah pentingnya adalah munculnya rasa kecil tak berarti di tengah kebesaran Tuhan. Justru di tengah masa yang hiruk-pikuk dan kalut sekarang ini, kita melihat Ramadhan sebagai saat yang kita butuhkan untuk jeda dan merenungkan jati diri dan tujuan hidup. Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan 1436 Hijriah.