Wanita Penjaga Showroom - 2
Beberapa minggu kemudian ketika hari libur aku ke rumahnya. Ternyata
rumahnya kosong. Kata tetangganya semuanya lagi ke Cibadak. Aku pulang
lagi.
Beberapa hari kemudian aku kembali ke rumahnya. Kuketuk pintu depan.
Tak
lama pintu terbuka dan seorang wanita keluar dari dalam.
Cari siapa ya? tanyanya.
Ida ada?
Oh ada. Silakan masuk dulu, dia lagi di kamar.
Aku masuk dan duduk di ruang tamu. Wanita tadi, temannya, masuk ke
ruang
dalam. Tak lama Ida keluar. Wajahnya terlihat berantakan.
Sorry, habis baring-baring di kamar. Habis mandi agak siang tadi lalu
mengantuk katanya sambil mengulurkan tangannya. Kok nggak pernah ke
sini
lagi?.
Kusambut tangannya dan Waktu libur kemarin aku ke sini tapi kosong,
nggak
ada orang sebiji acan. Kata tetangga sebelah ke Sukabumi.
Iya, memang waktu itu rame-rame ke rumah teman kost di sini. Ke
Cibadak
beberapa hari. Tunggu sebentar aku ambilkan air katanya sambil
berlalu.
Nggak usah repot-repot.
Ah. Nggak kok cuma air putih saja.
Ia kembali dengan membawa nampan berisi segelas air putih. Mukanya
terlihat
sudah lebih rapi.
Diminum ya, cuma air putih. Nggak ada temannya.
Cukup kok, terima kasih jawabku sambil meminum air di dalam gelas
sampai
setengahnya.
Ida menarik kursi dan duduk di dekatku. Ia tersenyum-senyum. Mungkin
membayangkan peristiwa waktu itu.
Kenapa senyum-senyum sendiri. Bahaya, nanti keterusan kataku.
Ah nggak, cuma.. Hmm Ia tidak melanjutkan kalimatnya.
Mau diulangi di sini?
Hussh, nggak enak sama teman-teman. Prinsipnya sih mereka nggak mau
campur
urusan orang, tapi jangan di sini.
Kalau begitu kita jalan aja yuk! ajakku.
Boleh, tapi tunggu sebentar aku ganti baju dulu katanya sambil
berjalan.
Ida keluar lagi. Kami jalan dan nonton lagi di Sukasari Theatre. Hanya
kali
ini nggak ada kesempatan untuk pemanasan. Ada penonton lain di
samping dan
belakang kami. Selesai film diputar, kami keluar.
Kemana sekarang kita, Da?
Terserah kamu. Aku ikut saja kok.
Kupegang tangannya Da, aku mau belajar lagi sama kamu, boleh nggak?
Dimana? Ida balik tanya.
Kita ke Gadog. Nginap di sana, tapi sebentar ya aku ke apotik dekat
situ!
Mau beli apa ke apotik?
Aku takut kamu hamil, jadi cari pengaman dulu, sarung karet.
Nggak usah. Aku nggak mau kalau pakai itu nada suaranya meninggi.
Kenapa, kan supaya kita sama-sama aman.
Aku percaya kamu bersih dan aku masih ikut KB. Aku belum lepas spiral.
Makanya waktu itu aku berani aja. Berapa kali kita waktu itu, tiga atau
empat kali kan? suaranya kembali merendah.
Enam kali. Ya sudah kalau begitu. Ayo kita berangkat!
Kami berangkat ke Gadog. Sampai di Gadog kuajak dia ke salah satu wisma
yang
ada. Ida menunjukkan raut muka heran. Kami masuk ke kamar. Room boy
mengiringkan kami dengan membawa handuk dan air putih di teko. Setelah
room
boy keluar Ida menuangkan air ke dalam gelas yang tersedia, meminumnya
sedikit dan mengisinya kembali hingga penuh, menutup lalu meletakkannya
pada
meja kecil di samping bed. Kurogoh kantungku, masih ada permen mint
beberapa
butir, kuletakkan di dekat gelas.
Kamu sering ke sini?
Nggak juga, cuma pernah rame-rame dengan teman nginap di sini.
Kamu bayar penuh nginap satu malam?.
Iya, tapi dapat diskon, kurayu penjaganya. Aku mau mandi dulu, kamu
nggak
mandi?
Sudah tadi mandi di rumah agak siangan.
Ida melepas celana panjangnya. Baru kuperhatikan bahwa ternyata dia
mengenakan baju yang sama dengan pakaian yang dipakai pada pertemuan
yang
dulu.
Kamu pakai pakaian yang sama dengan waktu itu komentarku.
Aku melepas baju dan celana panjang, ke kamar mandi berlilitkan handuk.
Selesai mandi kembali ke kamar, aku masih berlilitkan handuk tanpa
pakai
celana dalam lagi. Kulihat Ida di bawah selimut, bagian bahunya
terbuka. Aku
ikut masuk ke bawah selimut dan melepas handuk yang kukenakan. Ternyata
Ida
sudah full bugil di bawah selimut. Kucium lembut bibirnya, kami saling
merapatkan badan. Udara di Gadog cukup dingin, apalagi setelah mandi.
Badanku beberapa kali menggigil.
Dingin ya? tanya Ida.
Lumayan, tapi sekarang sudah mulai hangat.
Tanganku mulai gerilya, merayap di sekujur tubuhnya. Kurasakan
kehangatan
merayap ditubuhku. Adik kecilku mulai bangun, kurapatkan pada pahanya.
Ia
tertawa kecil, merasakan adik kecilku yang mendesak dan bergerak
membesar di
pahanya. Selimut yang menutupi tubuh kami tersingkap semuanya sehingga
tubuh
kami terbuka tanpa ada penutup selembar benangpun.
Matikan lampunya, kain kordennya berlubang-lubang. Nanti diintip
orang!
katanya.
Nggak usah, aku ingin bercinta sambil melihat wajahmu. Kalau ada yang
ngintip paling dia nanti yang kepingin. Biarin aja.
Kami mulai berciuman. Gerak tubuhnya mengisyaratkan keinginannya.
Kujilati
leher dan dagu kemudian kucium bagian belakang telinganya. Ia
menggelinjang.
Merinding ah, kamu kok jadi pintar. Jangan-jangan selama ini belajar
dengan
perempuan lain.
Nggak kok, cukup satu gurunya.
Kubalikkan tubuhnya sehinga dia memunggungiku. Kugigit tengkuknya dan
kususuri punggungnya dengan lidahku. Ia merintih perlahan. Kurasakan ia
semakin terangsang. Kubalikkan tubuhnya dan kutindih setengan tubuhnya.
Kembali kami berciuman. Kali ini dengan nafsu yang membara. Suara-suara
kecipak dan desahan tertahan terdengar ketika kedua mulut kami beradu
dan
saling menyedot. Lehernya kucium dan kujilat, ia makin mendongakkan
kepalanya memberi kesempatan kepadaku untuk menjelajahi lehernya.
Tangannya
mengusap pipi, leher kemudian punggungku sampai ke dekat pinggang dan
berputar menggesekkan kukunya perlahan pada kulitku, memberikan sensasi
tersendiri. Sementara tangan kirinya mengusap punggung, tangan kanannya
mulai mengelus kantung zakar dan mengurut batangku mulai dari pangkal
ke
ujungnya. Mr. P-ku makin menegang dan membesar. Ida berguling sehingga
kini
ia di atas. Tangannya masih mengurut senjataku.
Ia melepaskan diri dari pelukanku dan membuka tasnya. Kulihat ia
mengambil
sesuatu, ternyata adalah baby oil dan eau de toilette. Ida duduk di
samping
pinggangku menghadap ke arah kepalaku. Ia menuangkan sedikit baby oil
ke
tangan kanannya dan kembali mengurut senjataku.
Aduh.. Achh, luar biasa nikmat. Ternyata masih ada pelajaran baru yang
aku
belum tahu.
Kupegang tangannya menahan kenikmatan. Dilepaskannya tanganku Sudah,
kamu
diam saja. Jangan ganggu aku. Kalau nggak tahan pegangan kasur dan
gigit
ujung bantal saja. Kalau terasa mau keluar bilang.
Kuikuti perintahnya. Diurutnya terus penisku yang makin keras.
Kepalanya
yang besar kelihatan memerah dan mengkilat terkena baby oil. Aku makin
terlena, kadang kuangkat pantatku menahan rangsangan yang luar biasa.
Ouhh Ida.. Aku mau keluar, aku mau ke.. Lu.. ar.
Ida menggenggam dan merenggut kantong penisku dengan perlahan.
Kurasakan
rangsangan itu menurun pelan-pelan. Ida melepaskan genggamannya pada
batang
penisku. Kini dengan kedua tangannya ia mengurut pinggangku dari bagian
luar
ke bawah dalam ke arah penis. Beberapa menit ia lakukan itu. Kemudian
ia
menuangkan eau de toilette dan mencampurnya dengan sedikit baby oil
lalu
mengusapkannya pada dada dan perutku. Setelah itu dia berbaring miring
menghadap ke arahku. Kuremas payudaranya yang sebelah kanan dengan kuat
karena gemas. Ia tersenyum kecil dan menggelinjang.
Sudah istirahatlah dulu, rileks dan buat pikiranmu menjadi santai.
Hilangkan pikiran yang merangsang. Masih ada babak berikutnya.
Ida berbaring telentang di sampingku dan menutupkan matanya. Ditariknya
kembali selimut yang tadi sudah terlepas untuk menutup tubuh kami
berdua.
Aku mencoba untuk rileks dan menghilangkan bayangan dan pikiran yang
merangsang. Agak susah memang tapi terus kucoba sambil menarik nafas
dalam-dalam. Harumnya eau de toillette sangat membantu untuk
menenangkan
pikiranku. Lama-lama pikiranku menjadi tenang. Kulihat tarikan nafas
Ida
teratur, tetapi aku tahu ia tidak tidur meskipun matanya terpejam.
Setengah
jam lebih berlalu.
Ida bangun kemudian ke kamar mandi, dalam keadaan polos. Ketika keluar
kulihat ia membawa air dalam gayung, sabun dan handuk kecil. Ia duduk
di
sampingku dan membasuh penisku dan menyabuninya sampai bekas baby oil
tadi
hilang, kemudian mengelapnya dengan hati-hati. Setelah selesai ia ke
kamar
mandi membuang air dalam gayung tadi.
Ayo kita masuk babak berikutnya! Katanya ketika kembali dari kamar
mandi.
Aku berpikir apalagi yang akan dilakukannya. Ia membuka selimut yang
masih
menutup tubuhku, menindih dan menciumiku dengan ganas. Harumnya eau de
toilette masih tercium. Aku kembali terangsang dengan cepat oleh
aksinya. Ia
memberi isyarat agar aku berada di atas. Adikku yang terangsang sudah
mengacung dan siap menembus guanya. Ida memegang penisku dan
mengarahkannya
ke lubangnya yang agak lembab. Kedua kakinya mengangkang lebar dengan
lutut
agak diangkat. Kali ini penisku bisa langsung masuk dan menerobos ke
dalam
hingga tenggelam sampai ke pangkalnya. Ida memegang pinggulku dan
membantu
menggerakkannya ke atas ke bawah. Kupacu kuda betinaku mendaki lereng
kenikmatan. Gerakan kami semakin liar. Erangan dan lenguhan kami
semakin
kuat dan sering. Sampai akhirnya aku merasakan hampir sampai ke puncak
kenikmatan. Kupercepat gerakan naik turunku sambil mendesah.
Ida.. Ouuhh.. Ida, kita sama-sama.. .
Berbeda dengan kehendakku, Ida malahan mendorong tubuhku dan melepaskan
pelukanku. Aku menolaknya.
Apa-apaan kamu Da! kataku kecewa. Sudahlah lepaskan aku dulu, aku
akan
memberikanmu sesuatu yang luar biasa malam ini. Percayalah katanya
lembut
sambil mengecup keningku.
Aku berbaring menjauhi tubuhnya dengan hati kecewa dan penuh tanda
tanya.
Ida mencoba menghiburku.
Berikutnya aku akan memberikan kepuasan yang lain yang belum pernah
kamu
peroleh. Aku masih diam saja.
Sekarang istirahatlah lagi agak lama dari yang tadi, sambil berkata
begitu
jari tangannya memegang erat jari tanganku. Aku menurut saja dan
berpikir
lagi, pastilah dia tidak bermaksud untuk mengecewakanku. Tapi apa
berikutnya?
Kulihat kali ini Ida benar-benar tertidur. Akhirnya aku mencoba juga
untuk
tidur. Sempat kulirik arlojiku. Jam sepuluh lewat sedikit. Beberapa
lama
kemudian entah karena dongkol atau lelah karena perasaan menggantung
akupun tertidur.
Entah berapa lama aku tertidur sampai aku merasakan ada tubuh yang
mendesakku dengan lembut. Ida sudah bangun rupanya. Dadanya meskipun
kecil
tapi masih terasa menekan lenganku. Aku terkejut,
Jam berapa sekarang? tanyaku.
Jam dua belas lewat jawabnya.
Berarti sudah dua jam aku tertidur. Ida menggapai gelas yang ada di
meja
kecil dekat ranjang, meneguk airnya dan memberikannya padaku.
Minum dulu, mulut orang habis bangun tidur bau .
Siapa bilang? kataku sambil mengambil permen yang kuletakkan di dekat
gelas tadi, membuka bungkusnya dan memasukkannya ke dalam mulut.
Ih curang, bagi dong permennya katanya sambil menciumi bibirku. Kami
saling memainkan permen tadi, bergantian mengulumnya sampai akhirnya
habis.
Ida di atasku, menciumi dadaku dan menjilati putingku. Diganjalnya
kepalaku
dengan bantal satu lagi sehingga kepalaku agak ke atas. Aku tidak tahan
dengan aksinya sehingga kutarik mukanya ke mukaku. Kami berciuman
dengan
penuh gairah. Kaki kami saling menjepit, kakiku menjepit kaki kirinya
dan
kakinya juga menjepit kaki kiriku. Kugesekkan selangkanganku pada
pahanya.
Ia mendesah. Gantian sekarang selangkangannya yang menggesek pahaku.
Kami makin terbuai dengan gerakan masing-masing. Kini kedua kakinya
menjepit
kakiku. Sementara penisku yang dari tadi penasaran sudah kembali
mengeras.
Dalam posisi di atasku sambil menahan tubuh dengan tangannya Ida
menggerak-gerakkan pinggulnya mencoba memasukkan penisku ke dalam liang
kenikmatannya tanpa bantuan tangannya. Agak sulit memang, tapi ketika
kepala
penisku sudah mulai masuk ke dalam liang vaginanya ia memutar-mutar
pinggulnya sambil menekan ke bawah. Kurasakan gerakan peristaltik yang
kuat
dari otot kemaluannya. Sampai kemudian seluruh batang penisku terbenam
dalam
vaginanya. Ia masih memutar-mutar pinggul dan membuat gerakan naik
turun.
Aku meremas, memilin serta mengulum payudaranya. Kami saling berbagi
kenikmatan dengan posisi seperti itu.
Ouh.. Mmmhh.. Ngngngnhhk Ida mendesah tertahan.
Aku mencoba duduk dengan Ida tetap dalam pangkuanku. Kami bisa
berpelukan
dan berciuman dengan sangat intens. Ida tetap menggerakkan pinggulnya
naik
turun. Penisku terasa seperti dikocok-kocok.
Kurebahkan Ida ke arah yang berlawanan dengan posisi tidur semula,
sehingga
kini bantal berada di posisi kaki. Kugenjot pinggulku naik turun dengan
ritme yang berubah-ubah. Kadang cepat kadang sangat lambat. Tapi setiap
gerakanku selalu kubuat agak tinggi sehingga penisku terlepas dari
vaginanya, lalu kutekan lagi. Setiap penisku dalam posisi masuk,
menggesek
bibir vaginanya ia terpekik kecil. Kami berdua sangat menikmati
permainan
ini.
Kakinya bergerak dan kedua kakinya kujepit dengan kedua kakiku. Dalam
posisi
begini aku tidak bisa menarik penis terlalu tinggi karena susah untuk
memasukkannya lagi. Namun dalam posisi begini jepitan vaginanya jadi
sangat
terasa.
Kami mengubah posisi lagi. Kali ini kaki kirinya di luar kaki kananku
dan
kaki kanannya di dalam kaki kiriku. Kubelit kaki kirinya dengan kaki
kananku
dan sebaliknya. Dengan posisi begini kami bisa menghemat gerakan.
Dengan
sedikit gerakan saja rangsangan kenikmatan yang timbul sangat terasa.
Kadang
kami hanya diam saja dan cukup menggerakkan otot kemaluan kami untuk
saling
memberi rangsangan. Ketika kurasakan akan mencapai puncak kenikmatan
kuubah
posisi kaki dalam posisi konvensional. Posisi konvensional ini paling
memungkinkan bagi kami untuk mengekspresikan puncak kepuasan secara
maksimal.
Ida.. Ouhh nikmat sekali, hebat sekali permainanmu..
Kuperkirakan sudah setengah jam kami bercinta, namun terasa ada energi
tambahan yang membuat kami bertahan untuk tidak segera mencapai puncak.
Kupercepat gerakanku dan gerakannya juga semakin liar.
Agak ke atas sedikit.. Oooh pintanya.
Kuikuti saja permintaanya. Aku menggeser tubuhku agak ke atas bagian
tubuhnya, sehingga gerakan penisku menggesek bagian atas vaginanya.
Rupanya
dengan posisi ini gesekan penisku dengan klitorisnya mebuat dia sangat
nikmat. Tubuhnya kadang seakan merinding dan gemetar. Pinggulnya
memutar-mutar dan naik seakan-akan menghisap penisku.
Bunyi deritan ranjang, erangan dan bunyi selangkangan beradu
seakan-akan
berlomba. Tubuh kami sudah basah oleh keringat yang membanjir.
Dinginnya
udara Puncak tak terasa lagi. Kurasakan ada gerakan menjalar dalam
penisku.
Inilah saatnya sebentar lagi akan kuakhiri permainan ini. Ida
terengah-engah
menikmati kenikmatan yang dirasakannya.
Ida.. Da sebentar lagi aku mau keluar..
Gerakanku semakin cepat hingga seakan-akan tubuhku melayang. Lututku
mulai
sakit.
Ayolah Anto aku juga mmau kkel.. uar. Kita sama-sama sampai.
Ketika kurasakan aliran pada penisku tak tertahankan lagi kuunjamkan
dalam-dalam sambil memekik tertahan.
Ida.. Ouh .. Sekarang.. Sekarang
Ouh Anto aku.. Keluar
Kakinya membelit kakiku, kepalanya mendongak dan pantatnya diangkat.
Kurasakan denyutan dalam vaginanya sangat kuat. Kutembakkan laharku
sampai
beberapa kali. Giginya dibenamkan dalam bahuku sampai terasa pedih. Aku
merasakan hal yang luar biasa sepertinya melayang di udara dan rasanya
cairan laharku menjadi lebih banyak. Napas kami masih tersengal-sengal,
kucabut penisku dan menggelosor di sampingnya. Jarinya memegang erat
jariku.
Bagaimana? tanyanya.
Wouw.. Luar biasa jawabku.
Aku baca dari sebuah buku tentang teknik pijatan untuk melancarkan
aliran
darah ke penis dan memperbanyak tembakan mani.
Pantas saja, rasanya maniku sangat banyak dan senjataku sangat keras.
Terima kasih Ida.
Kami tidur sampai pagi dan rasanya cukup sekali saja kami bercinta
dalam
semalam kalau kepuasan yang didapat luar biasa seperti kali ini.
Kuantarkan
Ida kembali ke rumahnya. Temannya yang membukakan pintu kemarin
tersenyum-senyum dan melirik genit ke arahku.
Boleh dong lain kali ajak kita, masakan Ida terus yang diajak. Kita
punya
oke juga lho katanya sambil melihat ke arah Ida sambil meleletkan
lidahnya.
Silakan aja kalau Antonya mau.
Hmm, dipikir kita takut.