Dosen Indonesia Ajukan Judicial Review Perpres 88 ke MA

Jakarta, Sigmanews.co.id - Tuntutan Dosen Indonesia kepada pemerintah agar merevisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 88 tahun 2013 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) semakin kuat. Dukungan yang digalang lewat petisi di situs perubahan, change.org terus bertambah. Hingga berita ini diturunkan, petisi telah ditandatangani sekitar 2.000-an dosen, baik dari Perguruan Tinggi Swasta (PTS) maupun dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Berdasarkan informasi yang diperoleh, tunjangan kinerja bagi pegawai fungsional (dosen) di Kementerian/Lembaga di luar Kemdikbud tetap diberikan. Bila dosen di luar lingkungan Kemdikbud diberikan, mengapa Dosen di lingkungan Kemdikbud tidak? “Dosen di Badan Pusat Statistik (BPS) tetap menerima tunjangan kinerja, padahal mereka juga mendapatkan tunjangan profesi. Kenapa dosen di lingkungan Kemdikbud tidak dapat, dan bukankah itu diskriminasi?” lanjut Abdul Hamid.
Kebijakan yang janggal di Kemdikbud bukan hanya terkait renumerasi, tetapi juga pemberian tunjangan fungsional dan tunjangan profesi (serdos). Kemdikbud diduga telah melanggar Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
“Pasal 54 ayat (2) UU No.14/2005 mengamanatkan kepada pemerintah untuk memberikan tunjangan fungsional bagi dosen baik PNS maupun yang bukan PNS.” Jelas Ranny Emilia yang juga Dosen di Universitas Andalas Padang.
“Ini kebijakan yang aneh dan tidak masuk akal. Ribuan dosen yang sedang tugas belajar dirugikan. Tugas belajar adalah bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi dan amanah UU. Untuk itu, kami mohon penjelasan M. Nuh, dasar hukum penghentian tunjangan-tunjangan tersebut” tanya Ranny.
Senada dengan Ranny, Janner Simarmata menambahkan, ketidakadilan yang dialami dosen di lingkungan kemdikbud sangat jelas. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkannya terhadap dosen di lingkungan kementrian/lembaga lain yang mengelola perguruan tinggi.
“Perpres yang mengatur remunerasi pegawai dan dosen di kementerian / lembaga lain, tidak mengecualikan untuk mendapatkan kinerja, padahal mereka juga tetap mendapatkan tunjangan profesi dan fungsional.” Tegas Janner Simarmata
“Perbedaan ini mengindikasikan bahwa, perpres yang mengatur remunerasi di masing-masing kementerian/lembaga drafnya diusulkan oleh masing-masing kementerian/lembaga. Itu artinya, Kemdikbud telah kekeliruan dan melupakan dosen.” Beber Janner simarmata.
Untuk itu, Dosen Indonesia akan melayangkan surat kepada mendikbud untuk duduk bersama membahas ketidakadilan tersebut. “Dosen Indonesia akan melayangkan surat resmi dalam minggu ini.” Ujar Muhammad Yunis.
“Isi surat adalah meminta waktu Mendikbud, M. Nuh untuk membahas Perpres 88/2013 dan berbagai hal yang menentukan kesejahteraan Dosen baik PNS maupun yang bukan PNS.” Urai Muhammad Yunis.
Menanggapi pernyataan Mendikbud, M. Nuh beberapa hari lalu, Ketua Forum Akademisi Informasi dan Teknologi (FAIT), Hotland Sitorus mengatakan, jawaban M. Nuh tidak relevan dengan permasalahan yang kita tuntut.
“Kami tidak melihat relevansi jawaban Mendikbud M. Nuh terhadap tuntutan para Dosen Indonesia. Jawaban yang tidak argumentatf dan tidak menyinggung substansi permasalahan.” Tegas Hotland Sitorus
“Kalau alasan karena sudah mendapatkan serdos, dosen tidak lagi mendapatkan remunerasi, kenapa dosen di luar lingkungan kemdikbud mendapatkan renumerasi ? Lantas, apakah semua dosen di Kemdikbud yang memiliki NIDN dan jabatan fungsional sudah mendapatkan serdos?” tanya
Hotland Sitorus.
“Ini hanya masalah kebijakan di Kemdikbud. Dosen Indonesia berharap M. Nuh seharusnya menjadi Bapak di Kemdikbud, bukan sebagai Tuan.” Tegas Hotland Sitorus.
“Apabila pertemuan dengan Mendikbud tidak berhasil, rencana selanjutnya adalah menemui Presiden SBY dan Komisi X DPR-RI. Bahkan kami mengajak Dosen di seluruh Indonesia untuk mengajukan peninjauan ke MA kebijakan pemotongan tunjangan fungsional dan serdos bagi dosen yang sedang tugas belajar” Tegas Hotland Sitorus.
INFO : http://www.sigmanews.co.id