Didalam cerita pengalaman saya yang pertama yang saya beri judul Masa
kecil
saya di Palembang, saya menceritakan bagaimana saya diperkenalkan
kepada
kenikmatan senggama pada waktu saya masih berumur 13 tahun oleh Ayu,
seorang
wanita tetangga kami yang telah berumur jauh lebih tua. Saya dibesarkan
didalam keluarga yang sangat taat dalam agama. Saya sebelumnya belum
pernah
terekspos terhadap hubungan laki-laki dan perempuan. Pengetahuan saya
mengenai hal-hal persetubuhan hanyalah sebatas apa yang saya baca
didalam
cerita-cerita porno ketikan yang beredar di sekolah ketika saya duduk
di
bangku SMP.
Pada masa itu belum banyak kesempatan bagi anak lelaki seperti saya
walaupun
melihat tubuh wanita bugil sekalipun. Anak-anak lelaki masa ini mungkin
susah membayangkan bahwa anak seperti saya cukup melihat gambar-gambar
di
buku mode-blad punya kakak saya seperti Lana Lobell, dimana terdapat
gambar-gambar bintang film seperti Ginger Roberts, Jayne Mansfield,
yang
memperagakan pakaian dalam, ini saja sudah cukup membuat kita
terangsang dan
melakukan masturbasi beberapa kali.
Bisalah dibayangkan bagaimana menggebu-gebunya gairah dan nafsu saya
ketika
diberi kesempatan untuk secara nyata bukan saja hanya bisa melihat
tubuh
bugil wanita seperti Ayu, tetapi bisa mengalami kenikmatan bersanggama
dengan wanita sungguhan, tanpa memperdulikan apakah wanita itu jauh
lebih
tua. Dengan hanya memandang tubuh Ayu yang begitu mulus dan putih saja
sucah
cukup sebetulnya untuk menjadi bahan imajinasi saya untuk
bermasturbasi,
apalagi dengan secara nyata-nyata bisa merasakan hangatnya dan mulusnya
tubuhnya. Apalagi betul-betul melihat kemaluannya yang mulus tanpa
jembut.
Bisa mencium dan mengendus bau kemaluannya yang begitu menggairahkan
yang
kadang-kadang masih berbau sedikit amis kencing perempuan dan yang
paling
hebat lagi buat saya adalah bisanya saya menjilat dan mengemut
kemaluannya
dan kelentitnya yang seharusnyalah masih merupakan buah larangan yang
penuh
rahasia buat saya.
Mungkin pengalaman dini inilah yang membuat saya menjadi sangat
menikmati
apa yang disebut cunnilingus, atau mempermainkan kemaluan wanita dengan
mulut. Sampai sekarangpun saya sangat menikmati mempermainkan kemaluan
wanita, mulai dari memandang, lalu mencium aroma khasnya, lalu
mempermainkan
dan menggigit bibir luarnya (labia majora), lalu melumati bagian
dalamnya
dengan lidah saya, lalu mengemut clitorisnya sampai si wanita
minta-minta
ampun kewalahan. Yang terakhir barulah saya memasukkan batang kemaluan
saya
kedalam liang sanggamanya yang sudah banjir.
Setelah kesempatan saya dan Ayu untuk bermain cinta (saya tidak tahu
apakah
itu bisa disebut bermain cinta) yang pertama kali itu, maka kami
menjadi
semakin berani dan Ayu dengan bebasnya akan datang kerumah saya hampir
setiap hari, paling sedikit 3 kali seminggu. Apabila dia datang, dia
akan
langsung masuk kedalam kamar tidur saya, dan tidak lama kemudian
sayapun
segera menyusul.
Biasanya dia selalu mengenakan daster yang longgar yang bisa
ditanggalkan
dengan sangat gampang, hanya tarik saja keatas melalui kepalanya, dan
biasanya dia duduk dipinggiran tempat tidur saya. Saya biasanya
langsung
menerkam payudaranya yang sudah agak kendor tetapi sangat bersih dan
mulus.
Pentilnya dilingkari bundaran yang kemerah-merahan dan pentilnya
sendiri
agak besar menurut penilaian saya. Ayu sangat suka apabila saya
mengemut
pentil susunya yang menjadi tegang dan memerah, dan bisa dipastikan
bahwa
kemaluannya segera menjadi becek apabila saya sudah mulai
ngenyot-ngenyot
pentilnya.
Mungkin saking tegangnya saya didalam melakukan sesuatu yang terlarang,
pada
permulaannya kami mulai bersanggama, saya sangat cepat sekali mencapai
klimaks. Untunglah Ayu selalu menyuruh saya untuk menjilat-jilat dan
menyedot-nyedot kemaluannya lebih dulu sehingga biasanya dia sudah
orgasme
duluan sampai dua atau tiga kali sebelum saya memasukkan penis saya
kedalam
liang peranakannya, dan setelah saya pompa hanya beberapa kali saja
maka
saya seringkali langsung menyemprotkan mani saya kedalam vaginanya.
Barulah
untuk ronde kedua saya bisa menahan lebih lama untuk tidak ejakulasi
dan Ayu
bisa menyusul dengan orgasmenya sehingga saya bisa merasakan
empot-empotan
vaginanya yang seakan-akan menyedot penis saya lebih dalam kedalam
sorga
dunia.
Ayu juga sangat doyan mengemut-ngemut penis saya yang masih belum
bertumbuh
secara maksimum. Saya tidak disunat dan Ayu sangat sering menggoda saya
dengan menertawakan kulup saya, dan setelah beberapa minggu Ayu
kemudian
berhasil menarik seluruh kulit kulup saya sehingga topi baja saya bisa
muncul seluruhnya. Saya masih ingat bagaimana dia berusaha
menarik-narik
atau mengupas kulup saya sampai terasa sakit, lalu dia akan
mengobatinya
dengan mengemutnya dengan lembut sampai sakitnya hilang. Setelah itu
dia
seperti memperolah permainan baru dengan mempermainkan lidahnya
disekeliling
leher penis saya sampai saya merasa begitu kegelian dan kadang-kadang
sampai
saya tidak kuat menahannya dan mani saya tumpah dan muncrat ke hidung
dan
matanya.
Kadang-kadang Ayu juga minta main walaupun dia sedang mens. Walaupun
dia
berusaha mencuci vaginanya lebih dulu, saya tidak pernah mau mencium
vaginanya karena saya perhatikan bau-nya tidak menyenangkan.
Paling-paling
saya hanya memasukkan penis saja kedalam vaginanya yang terasa banjir
dan
becek karena darah mensnya. Terus terang, saya tidak begitu
menikmatinya dan
biasanya saya cepat sekali ejakulasi. Apabila saya mencabut kemaluan
saya
dari vagina Ayu, saya bisa melihat cairan darah mensnya yang bercampur
dengan mani saya. Kadang-kadang saya merasa jijik melihatnya.
Satu hari, kami sedang asyik-asyiknya menikmati sanggama, dimana kami
berdua
sedang telanjang bugil dan Ayu sedang berada didalam posisi diatas
menunggangi saya. Dia menaruh tiga buah bantal untuk menopang kepala
saya
sehingga saya bisa mengisap-isap payudaranya sementara dia menggilas
kemaluan saya dengan dengan kemaluannya. Pinggulnya naik turun dengan
irama
yang teratur. Kami rileks saja karena sudah begitu seringnya kami
bersanggama. Dan pasangan suami isteri yang tadinya menyewa kamar
dikamar
sebelah, sudah pindah kerumah kontrakan mereka yang baru.
Saya sudah ejakulasi sekali dan air mani saya sudah bercampur dengan
jus
dari kemaluannya yang selalu membanjir. Lalu tiba-tiba, pada saat dia
mengalami klimaks dan dia mengerang-erang sambil menekan saya dengan
pinggulnya, anak perempuannya yang bernama Efi ternyata sedang berdiri
dipintu kamar tidur saya dan berkata, Ibu main kancitan, iya..?
(kancitan
= ngentot, bahasa Palembang)
Saya sangat kaget dan tidak tahu harus berbuat bagaimana tetapi karena
sedang dipuncak klimaksnya, Ayu diam saja terlentang diatas tubuh saya.
Saya
melirik dan melihat Efi datang mendekat ketempat tidur, matanya tertuju
kebagian tubuh kami dimana penis saya sedang bersatu dengan dengan
kemaluan
ibunya. Lalu dia duduk di pinggiran tempat tidur dengan mata melotot.
Hayo, ibu main kancitan, katanya lagi.
Lalu pelan-pelan Ayu menggulingkan tubuhnya dan berbaring disamping
saya
tanpa berusaha menutupi kebugilannya. Saya mengambil satu bantal dan
menutupi perut dan kemaluan saya .
Efi, Efi. Kamu ngapain sih disini? kata Ayu lemas.
Efi pulang sekolah agak pagi dan Efi cari-cari Ibu dirumah, tahunya
lagi
kancitan sama Bang Johan, kata Efi tanpa melepaskan matanya dari arah
kemaluan saya. Saya merasa sangat malu tetapi juga heran melihat Ayu
tenang-tenang saja.
Efi juga mau kancitan, kata Efi tiba-tiba.
E-eh, Efi masih kecil.. kata ibunya sambil berusaha duduk dan mulai
mengenakan dasternya.
Efi mau kancitan, kalau nggak nanti Efi bilangin Abah.
Jangan Efi, jangan bilangin Abah.., kata Ayu membujuk.
Efi mau kancitan, Efi membandel. Kalo nggak nanti Efi bilangin
Abah..
Iya udah, diam. Sini, biar Johan ngancitin Efi. Ayu berkata.
Saya hampir tidak percaya akan apa yang saya dengar. Jantung saya
berdegup-degup seperti alu menumbuk. Saya sudah sering melihat Efi
bermain-main di pekarangan rumahnya dan menurut saya dia hanyalah
seorang
anak yang masih begitu kecil. Dari mana dia mengerti tentang main
kancitan
segala?
Ayu mengambil bantal yang sedang menutupi kemaluan saya dan tangannya
mengelus-ngelus penis saya yang masih basah dan sudah mulai berdiri
kembali.
Sini, biar Efi lihat. Ayu mengupas kulit kulup saya untuk menunjukkan
kepala penis saya kepada Efi. Efi datang mendekat dan tangannya ikut
meremas-remas penis saya. Aduh maak, saya berteriak dalam hati.
Bagaimana
ini kejadiannya? Tetapi saya diam saja karena betul-betul bingung dan
tidak
tahu harus melakukan apa.
Tempat tidur saya cukup besar dan Ayu kemudian menyutuh Efi untuk
membuka
baju sekolahnya dan telentang di tempat tidur didekat saya. Saya duduk
dikasur dan melihat tubuh Efi yang masih begitu remaja. Payudaranya
masih
belum berbentuk, hampir rata tetapi sudah agak membenjol. Putingnya
masih
belum keluar, malahan sepertinya masuk kedalam. Ayu kemudian merosot
celana
dalam Efi dan saya melihat kemaluan Efi yang sangat mulus, seperti
kemaluan
ibunya. Belum ada bibir luar, hanya garis lurus saja, dan diantara
garis
lurus itu saya melihat itilnya yang seperti mengintip dari sela-sela
garis
kemaluannya. Efi merapatkan pahanya dan matanya menatap kearah ibunya
seperti menunggu apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Saya mengelus-elus bukit venus Efi yang agak menggembung lalu saya coba
merenggangkan pahanya. Dengan agak enggan, Efi menurut, dan saya
berlutut di
antara kedua pahanya dan membungkuk untuk mencium selangkangan Efi.
Ibu, Efi malu ah.. kata Efi sambil berusaha menutup kemaluannya
dengan
kedua tangannya.
Ayo, Efi mau kancitan, ndak? kata Ayu.
Saya mengendus kemaluan Efi dan baunya sangat tajam.
Uh, mambu pesing. Saya berkata dengan agak jijik. Saya juga melihat
adanya
keju yang keputih-putihan diantara celah-celah bibir kemaluan Efi.
Tunggu sebentar, kata Ayu yang lalu pergi keluar kamar tidur. Saya
menunggu sambil mempermainkan bibir kemaluan Efi dengan jari-jari saya.
Efi
mulai membuka pahanya makin lebar.
Sebentar kemudian Ayu datang membawa satu baskom air dan satu handuk
kecil.
Dia pun mulai mencuci kemaluan Efi dengan handuk kecil itu dan saya
perhatikan kemaluan Efi mulai memerah karena digosok-gosok Ayu dengan
handuk
tadi. Setelah selesai, saya kembali membongkok untuk mencium kemaluan
Efi.
Baunya tidak lagi setajam sebelumnya dan sayapun menghirup aroma
kemaluan
Efi yang hanya berbau amis sedikit saja. Saya mulai membuka celah-celah
kemaluannya dengan menggunakan lidah saya dan Efi-pun merenggangkan
pahanya
semakin lebar. Saya sekarang bisa melihat bagian dalam kemaluannya
dengan
sangat jelas. Bagian samping kemaluan Efi kelihatan sangat lembut
ketika
saya membuka belahan bibirnya dengan jari-jari saya, kelihatanlah
bagian
dalamnya yang sangat merah.
Saya isap-isap kemaluannya dan terasa agak asin dan ketika saya
mempermainkan kelentitnya dengan ujung lidah saya, Efi
menggeliat-geliat
sambil mengerang, Ibu, aduuh geli, ibuu.., geli nian ibuu..
Saya kemudian bangkit dan mengarahkan kepala penis saya kearah belahan
bibir
kemaluan Efi dan tanpa melihat kemana masuknya, saya dorong
pelan-pelan.
Aduh, sakit bu.., Efi hampir menjerit.
Johan, pelan-pelan masuknya. Kata Ayu sambil mengelus-elus bukit Efi.
Saya coba lagi mendorong, dan Efi menggigit bibirnya kesakitan.
Sakit, ibu.
Ayu bangkit kembali dan berkata,Johan tunggu sebentar, lalu dia pergi
keluar dari kamar.
Saya tidak tahu kemana Ayu perginya dan sambil menunggu dia kembali
sayapun
berlutut didepan kemaluan Efi dan sambil memegang batang penis, saya
mempermainkan kepalanya di clitoris Efi. Efi memegang kedua tangan saya
erat-erat dengan kedua tangannya dan saya mulai lagi mendorong.
Saya merasa kepala penis saya sudah mulai masuk tetapi rasanya sangat
sempit. Saya sudah begitu terbiasa dengan lobang kemaluan Ayu yang
longgar
dan penis saya tidak pernah merasa kesulitan untuk masuk dengan mudah.
Tetapi liang vagina Efi yang masih kecil itu terasa sangat ketat.
Tiba-tiba
Efi mendorong tubuh saya mundur sambil berteriak, Aduuh..! Rupanya
tanpa
saya sadari, saya sudah mendorong lebih dalam lagi dan Efi masih tetap
kesakitan.
Sebentar lagi Ayu datang dan dia memegang satu cangkir kecil yang
berisi
minyak kelapa. Dia mengolesi kepala penis saya dengan minyak itu dan
kemudian dia juga melumasi kemaluan Efi. Kemudian dia memegang batang
kemaluan saya dan menuntunnya pelan-pelan untuk memasuki liang vagina
Efi.
Terasa licin memang dan saya-pun bisa masuk sedikit demi sedikit. Efi
meremas tangan saya sambil menggigit bibir, apakah karena menahan sakit
atau
merasakan enak, saya tidak tahu pasti.
Saya melihat Efi menitikkan air mata tetapi saya meneruskan memasukkan
batang penis saya pelan-pelan.
Cabut dulu, kata Ayu tiba-tiba.
Saya menarik penis saya keluar dari lobang kemaluan Efi. Saya bisa
melihat
lobangnya yang kecil dan merah seperti menganga. Ayu kembali melumasi
penis
saya dan kemaluan Efi dengan minyak kelapa, lalu menuntun penis saya
lagi
untuk masuk kedalam lobang Efi yang sedang menunggu. Saya dorong lagi
dengan
hati-hati, sampai semuanya terbenam didalam Efi. Aduh nikmatnya, karena
lobang Efi betul-betul sangat hangat dan ketat, dan saya tidak bisa
menahannya lalu saya tekan dalam-dalam dan air manikupun tumpah didalam
liang kemaluan Efi. Efi yang masih kecil. Saya juga sebetulnya masih
dibawah
umur, tetapi pada saat itu kami berdua sedang merasakan bersanggama
dengan
disaksikan Ayu, ibunya sendiri.
Efi belum tahu bagaimana caranya mengimbangi gerakan bersanggama dengan
baik, dan dia diam saja menerima tumpahan air mani saya. Saya juga
tidak
melihat reaksi dari Efi yang menunjukkan apakah dia menikmatinya atau
tidak.
Saya merebahkan tubuh saya diatas tubuh Efi yang masih kurus dan kecil
itu.
Dia diam saja.
Setelah beberapa menit, saya berguling kesamping dan merebahkan diri
disamping Efi. Saya merasa sangat terkuras dan lemas. Tetapi rupanya
Ayu
sudah terangsang lagi setelah melihat saya menyetubuhi anaknya. Diapun
menaiki wajah saya dan mendudukinya dan menggilingnya dengan vaginanya
yang
basah, dan didalam kami di posisi 69 itu diapun mengisap-ngisap penis
saya
yang sudah mulai lemas sehingga penis saya itu mulai menegang kembali.
Wajah saya begitu dekat dengan anusnya dan saya bisa mencium sedikit
bau
anus yang baru cebok dan entah kenapa itu membuat saya sangat
bergairah.
Nafsu kami memang begitu menggebu-gebu, dan saya sedot dan jilat
kemaluan
Ayu sepuas-puasnya, sementara Efi menonton kami berdua tanpa
mengucapkan
sepatah katapun. Saya sudah mengenal kebiasaan Ayu dimana dia sering
kentut
kalau betul-betul sedang klimaks berat, dan saat itupun Ayu kentut
beberapa
kali diatas wajah saya. Saya sempat melihat lobang anusnya ber-getar
ketika
dia kentut, dan sayapun melepaskan semburan air mani saya yang ketiga
kalinya hari itu didalam mulut Ayu. Alangkah lemaknyoo..! saya
berteriak
dalam hati.
Ugh, ibu kentut, kata Efi tetapi Ayu hanya bisa mengeluarkan suara
seperti
seseorang yang sedang dicekik lehernya.
Hanya sekali itu saja saya pernah menyetubuhi Efi. Ternyata dia masih
belum
cukup dewasa untuk mengetahui nikmatnya bersanggama. Dia masih anak
kecil,
dan pikirannya sebetulnya belum sampai kepada hal-hal seperti itu.
Tetapi
saya dan Ayu terus menikmati indahnya permainan bersanggama sampai dua
atau
tiga kali seminggu. Saya masih ingat bagaimana saya selalu merasa
sangat
lapar setelah setiap kali kami selesai bersanggama. Tadinya saya belum
mengerti bahwa tubuh saya menuntut banyak gizi untuk menggantikan
tenaga
saya yang dikuras untuk melayani Ayu, tetapi saya selalu saya merasa
ingin
makan telur banyak-banyak. Saya sangat beruntung karena kami kebetulan
memelihara beberapa puluh ekor ayam, dan setiap pagi saya selalu
menenggak 4
sampai 6 butir telur mentah. Saya juga memperhatikan dalam tempo
setahun itu
penis saya menjadi semakin besar dan bulu jembut saya mulai menjadi
agak
kasar. Saya tidak tahu apakah penis saya cukup besar dibandingkan suami
Ayu
ataupun lelaki lain. Yang saya tahu adalah bahwa saya sangat puas, dan
kelihatannya Ayu juga cukup puas.
Saya tidak merasa seperti seorang yang bejat moral. Saya tidak pernah
melacur dan ketika saya masih kawin dengan isteri saya yang orang bule,
walaupun perkawinan kami itu berakhir dengan perceraian, saya tidak
pernah
menyeleweng. Tetapi saya akan selalu berterima kasih kepada Ayu (entah
dimana dia sekarang) yang telah memberikan saya kenikmatan didalam umur
yang
sangat dini, dan pelajaran yang sangat berharga didalam bagaimana
melayani
seorang perempuan, terlepas dari apakah itu salah atau tidak.