KBR68H- Era pasar bebas dan terbuka membuat ribuan produk beredas bebas dan luas di masyarakat. Kondisi macam itu tentu membuat kita harus lebih teliti dan waspada ketika membeli sebuah produk. Pasalnya masih banyak produk beredar tak sesuai standar dan dinyatakan tak aman. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan produk makanan hingga barang beredar di masyarakat berpotensi mengandung unsur berbahaya.Masih banyak sekali produknya, kata Ketua Harian YLKI Husna Zahir. Padahal idealnya, produk yang sudah beredar harus terjamin keamanannya. Pemerintah dan pelaku usaha minimal menjamin soal keamanannya, lain hal bila berbicara soal kualitas. Ini tergantung daya beli masing-masing konsumen. Mau pilih kualitas yang seperti apa kan tergantung konsumen, ujar Husna Zahir.
Kementerian Perdagangan menyatakan telah melakukan peningkatan pengawasan terhadap produk yang beredar. Misalnya dengan mengeluarkan regulasi cerdas, pengawasan dalam bentuk Sidak (inspeksi mendadak), jaminan kepastian hukum kepada pelaku usaha hingga pemberdayaan konsumen. Kita lakukan segala upaya, ujar Direktur Pemberdayaan Konsumen Kementerian Perdagangan Srie Agustina. Kementerian Perdagangan terus berupaya memberikan jaminan kepastian hukum kepada konsumen sekaligus pelaku usaha. Kementerian Perdagangaan berkoordinasi dengan befrbagai pihak untuk melaksanakan perlindungan konsumen di Indonesia. Pengawasan bersama BPOM, dinas kesehatan dan dinas serta lembaga terkait lainnya termasuk organisasi seperti YLKI, sebut Srie Agustina.
Temuan Produk
Kementerian Perdagangan bekerja bukan tanpa hasil. Peningkatan pengawasan melalui sidak ke lapangan di berbagai daerah gencar dilakukan. Pengawasan ini rutin dilakukan setiap dua bulan sekali. Menurut Direktur Pemberdayaan Konsumen Kementerian Perdagangan Srie Agustina, akhir tahun lalu seratusan produk tak sesuai standar dan ketentuan berhasil ditemukan. Baru-baru ini ada 200-an produk, ucap Srie Agustina. Produk yang ditemukan tersebut tak memenuhi syarat berupa standar keamanan, keselamatan dan kesehatan serta lingkungan. Tak hanya itu saja, produk tersebut tak berlabel SNI dan berbahasa Indonesia. Kita terjun langsung ke lapangan bersama motivator, langsung kasih pembinaan ke pelaku usaha dan juga konsumen, cerita Srie Agustina.
Dalam kegiatan tersebut, Kementerian Perdagangan sekaligus melakukan sosialisasi seputar regulasi peredaran produk. Termasuk pentingnya perlindungan terhadap konsumen. Srie Agustina menyebutkan, peraturan Menteri Perdagangan mengenai kewajiban pencantuman label bahasa Indonesia sudah ada 103 produk yang diwajibkan. Jumlah tersebut akan terus bertambah, kata Srie Agustina. Begitupula dengan sosialisasi regulasi Peraturan Menteri Perdagangan mengenai pemenuhan buku petunjuk garansi dalam bahasa Indonesia. Berlaku untuk 45 produk elektronik konsumsi rumahtangga dan orang yang mendistribusikan bahan berbahaya yang tak sesuai dengan peruntukannya, tambah Srie Agustina.
Persoalaan produk beredar dan perlindungan terhadap konsumen adalah tanggung jawab utama pemerintah. Termasuk membina dan mengedukasi pelaku usaha. Sedangkan tanggung jawab pelaku usaha adalah bagaimana mereka menambah pengetahuan tentang produk barang/jasa kemudian menghasilkan produk tersebut. Memproduksi produk yang aman dan berkualitas, kata Husna Zahir, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Jangan lupa pula untuk menginformasikan kepada masyarakat ketika menemukan produk yang tak sesuai standar dan ketentuan. Ini penting supaya publik bisa ikut mengawasi sekaligus mendapatkan produk yang terbaik. Daftarnya sampaikan ke publik. Konsumen dan pelaku usaha jadi terinformasi, kalau enggak pasti mereka akan cuek saja, tukas Husna Zahir.
Penegakan Hukum
Perintah penarikan terhadap temuan produk yang dinyatakan berbahaya dan tak sesuai standar telah dilakukan Kementerian Perdagangan. Menurut Direktur Pemberdayaan Konsumen Kementerian Perdagangan Srie Agustina, kementeriannya berupaya bertindak tegas. Kita sudah minta Dirjen Standarisasi dan Perlindungan Konsumen menarik produk itu dan meminta untuk tidak diperdagangkan, tutur Sri Agustina. Sedangkan bila terdapat indikasi pidana atau kecurang dimejahijaukan. Masuk ke proses penyelidikan, pemberkasan ke kejaksaan dan penyidik Polri, ujar Srie Agustina. Kata Srie, total ada 8 perusahaan yang saat ini ditangani kepolisian. Ini bentuk ketegasan kita, tambah Sri Agustina.
Namun menurut Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Husna Zahir, terkadang tindak lanjut dari penanganan hukum berhenti di tengah jalan. Ini lantaran pemahaman soal perlindungan konsumen dan keamanan produk masih belum sama antara penegak hukum, BPOM dan lembaga yang bergerak di perlindungan konsumen. Kalau gak ada korban dianggap bukan pelanggaran berat, tindak pidana ringan, ini kan gak bikin jera, ujar Husna Zahir. Inilah yang masih jadi pekerjaan rumah lainnya. Bagaimana semua pihak mempunyai pemahaman yang sama. Menempatkan sanksi dan UU yang menjerakan pelaku usaha nakal, tukas Husna Zahir.
Konsumen Cerdas, Konsumen Berani?
karena kepanjangan beritanya tidak cukup di share disini..untuk melihat berita lengkapnya silahkan menuju sumbernya langsung..
sumber : IYAA.com