Harus diakui bahwa kebanyakan manusia beragama masih dalam level otak! Otak hanya bagus sebagai awalan, tetapi karena sekian puluh persen dr hakekat agama ini bersifat transenden yakni hub vertikal kita dengan "The Unknowing", maka ada saat otak tdk bs memahami, maka ganti hatilah yg memahami. Kalau hanya otak saja, aroma GFT yg seringkali mencari kelemahan agama lain, itu yang muncul. Yah, jadinya seperti saat ini terjadi dimana seringkali agama sebagai alat kekuasaan dan kendaraan ego yg seringkali muncul. Lupa bahwa tiap tiap agama mempunyai ajaran masing masing, kalau diperdebatkan ya joko sembung dong dech...
Toleransi sekedar utopia? ane berharap tidak.