Jemaah Masjid Membludak, Warga Tarawih di Sinagoga
Komunitas Yahudi di pinggiran Washington DC tak segan membagi tempat ibadahnya bagi warga Muslim selama bulan Ramadhan.
Waktu menunjukkan hampir pukul sembilan malam. Warga Muslim dengan pakaian sholat berbondong masuk ke sebuah sinagoga, tempat ibadah umat beragama Yahudi di pinggiran kota Washington, DC.
Berbagi tempah ibadah bagi dua umat beragama yang punya sejarah panjang seperti ini, bukan pertama kali dilakukan di AS. Kegiatan sholat tarawih di sinagoga ini sudah dilakukan sejak tahun 2008. Saat itu, ada seorang muslim, yang merupakan teman dekat dari salah seorang anggota sinagoga, meminta izin pemakaian ruang ibadah umat Yahudi itu untuk melakukan sholat. Permintaan ini dilakukan karena keterbatasan ruangan masjid menampung jumlah jamaah yang membludak.
Komunitas warga Muslim yang tergabung dalam All Dulles Muslim’s Society (ADAMS) Center, di negara bagian Virginia tak jauh dari Washington DC, terus mengalami pertambahan jamaah dan tempat ibadah yang ada tak mampu lagi menampung seluruh jamaah yang datang untuk shalat berjamaah. Pengurus sinagoga dengan tangan terbuka memberikan izin bagi warga Muslim untuk memakai tempat ibadah mereka selama bulan Ramadhan.
Kerjasama seperti ini mendukung terwujudnya kerukunan antar-umat beragama, dan menjadi contoh positif adanya kerjasama lintas agama dan rasa saling menghormati antar umat beragama, terutama antara warga minoritas Muslim dengan komunitas lainnya di Amerika.
Di bulan Ramadhan ini, banyak kegiatan positif lainnya yang membuktikan adanya toleransi antar-umat beragama di Amerika. Islam memang masih merupakan agama minoritas di Amerika, ditambah dengan berbagai isu sensitif yang terkait dengan isu Islam dan muslim di AS, namun tak sedikit pula kita temui di tengah-tengah masyarakat contoh-contoh toleransi dan kerjasama lintas agama, yang menunjukkan adanya kerukunan antar umat yang berbeda agama seperti ini.
Bagi para pendiri komunitas Muslim itu, keputusan untuk melakukan ibadah di sinagoga bukan hanya sekedar mengenai penyewaan ruangan, tapi juga merupakan sebuah misi untuk hidup berdampingan secara damai.
“Tujuannya adalah untuk membangun hubungan yang baik walau pun nantinya kami akan menetap beribadah di sini atau pindah ke mushola lainnya. Tapi, Insya Allah, kami akan terus memiliki hubungan yang baik karena hubungan kami bukan berdasarkan penyewaan gedung ini, tapi berdasarkan pertemanan dan kerjasama antar-agama,” jelas Syed Akh ketua komunitas ADAMS di Asburn.
Penggabungan tempat ibadah dinilai sebagai cara yang efektif untuk membangun jembatan antar dua keyakinan tersebut yang sering dianggap bertentangan.
Rabi Linda Joseph, pemimpin sinagoga, mengakui banyak perdebatan yang ada antar dua agama itu. Namun, ia menekankan pentingnya melihat persamaan untuk membangun perdamaian.
Bersambung.................