Dan siang itu Bari menelepon mengatakan akan makan siang di rumah. Surti masih sibuk di studio fotonya ketika Bari tiba dengan dua bungkus mie goreng dan sebotol besar minuman ringan kesukaan mereka. Tahu-tahu suaminya sudah ada di belakang, memeluk dan mencium tengkuknya.
"Sebentar, ya, Yang.." kata Surti sambil membereskan kamera dan film-filmnya, "Kamu duluan, deh. Nanti aku susul ke meja makan!"
"Ngga mau", kata Bari tetap memeluk dan menciumi kuduk Surti.
"Eh, bandel, ya!" sergah Surti sambil terus bekerja membereskan mejanya, sambil menggelinjang kegelian pula karena diciumi di daerah sensitifnya.
"Biar bandel, asal ganteng!" kata Bari terus mencium, dan sekarang bahkan memegang-megang dada istrinya yang cuma terbungkus kaos. Surti tertawa. Siapa bilang suamiku jelek? katanya dalam hati, dia paling ganteng betapa pun nakal dan bandel dan keras kepalanya!
"Di sini saja, yuk!" bisik Bari sambil menggigit cuping istrinya, membuat wanita itu menjerit kegelian.
"Aduuh, nanti ngga selesai-selesai, nih!", keluh Surti sambil sibuk menurunkan tangan Bari dari dadanya. Tetapi begitu diturunkan, begitu cepat naik lagi. Bahkan yang satu sudah masuk menelusup ke balik kaos, dan sudah mengusap-usap. Celakanya lagi, dada yang diusap itu bereaksi positif!
"Nanti saja beres-beresnya", kata Bari lagi sambil menarik istrinya ke sebuah kursi panjang di dekat tembok.
"Eh, apa-apaan.., Koq di sini makannya? Nanti studioku banyak semut!" protes Surti ketika Bari tidak sabar lagi dan membopong istrinya menuju kursi yang selama ini dipakai untuk tiduran kalau Surti ingin beristirahat di tengah kerjanya.
"Siapa yang mau makan di studio?", tanya Bari sambil dengan hati-hati menurunkan Surti di atas kursi yang dilengkapi dengan bantal-bantal itu.
"Habis, kita mau ngapain?" Surti mengernyitkan keningnya, melihat suaminya membuka dasi.
"Mau bikin film matinee!" sergah Bari sambil duduk dan menciumi leher Surti.
Astaga! Surti baru sadar apa yang dimaksud suaminya. Gila! Padahal tadi pagi ia sudah mengajak bercumbu. Sekarang, belum lagi pukul 1 siang, dia sudah bergairah lagi. Benar-benar surprise.
Surti menjerit kegelian ketika Bari tiba-tiba menyingkap kaos, dan menenggelamkan mukanya di antara kedua payudara yang memang tak tertutup BH itu. Wanita itu tak bisa banyak bergerak karena di desak sampai ke tembok, dan karena suaminya menindih tubuhnya dengan bergairah. Tetapi tentu saja ia sebetulnya juga tidak mau banyak berontak! Ia suka diperlakukan dengan penuh gairah seperti ini.
"Baju kamu nanti lecek, Yang!" sergah Surti melihat suaminya seperti kesetanan. Biarpun ia sedang kegelian, wanita itu masih sempat memikirkan baju pria kesayangannya! Begitulah mulianya hati seorang istri.
"Nanti ganti saja..", desah Bari tak peduli. Lelaki memang maunya praktis saja.
"Sabar, Yaang.." bisik Surti sambil menahan tawa karena melihat Bari seperti bayi kehausan mencari-cari puting susunya. "Masih ada waktu, kan?".
Bari tak menyahut. Ia sibuk menelusup dan menelusur dada istrinya. Lalu sibuk mengulum dan menyedot, membuat si empunya dada mengerang dan menggelinjang.
"aah.." Surti mendesah, mendorong dadanya ke depan sambil merengkuh leher suaminya. Tadi ia bilang "sabar", sekarang justru dia yang tidak sabar!
Siang ini Surti bekerja dengan kaos t-shirt dan celana pendek longgar. Kaos sudah disingkap sampai ke leher. Maka, sambil menggeliat-geliat merasakan mulut suaminya yang sangat aktif itu, Surti membuka celananya sendiri, memelorotkan sekaligus bersama celana dalamnya. Nah, sekarang ia sudah telanjang dari dada ke bawah. Sudah bebas diperlakukan apa saja oleh suaminya.
Bari memposisikan tubuhnya di sisi kursi panjang tempat mereka bercinta. Lalu ia membuka ikat pinggang dan celananya sendiri. Keduanya seperti sudah sepakat untuk saling membuka pakaian tanpa ada aba-aba sebelumnya. Maklumlah, suami istri ini memang sangat kompak!
Tidak lama kemudian keduanya sudah telanjang, walau Bari masih memakai baju dan Surti masih memakai kaos di atas dadanya. Sambil terus mengulum dan menciumi payudaranya, Bari menempelkan tubuhnya lekat-lekat ke tubuh mulus Surti. Hmm.., di siang yang gerah seperti ini, nyaman sekali rasanya bersentuhan kulit dengan orang yang terkasih. Walaupun sebetulnya mereka berdua sudah mulai berkeringat, tetapi tetap saja nikmat rasanya menempel seperti perangko dan amplopnya.
"Ngg.." Surti mengerang sambil merenggangkan pahanya, "Jangan dimasukkan dulu, Yang..".
Bari tak menyahut, tetapi ia mengerti maksud istrinya. Biar bagaimanapun, istrinya tentu belum siap menerima percumbuan tanpa rencana ini. Harus ada sedikit upaya untuk membuatnya siap. Sedikit saja, tetapi harus!
"mm.." Surti mendesah merasakan ujung kejantanan suaminya menelusur celah sempit di antara kedua pahanya, menimbulkan rasa nikmat yang perlahan-lahan menyeruak ke seluruh tubuh.
Bersambung . .