Ini adalah kisah yang benar-benar kualami, mohon maaf jika ada kalimat yang rancu karena aku bukan sastrawan sex story, hanya sekedar ingin berbagi cerita dengan sesama FBI’ers. Gini ceritanya.
Hari rabu malam sebulan yang lalu Aku diminta oleh pacarku yang bernama Marni untuk memperbaiki komputer di rumahnya, katanya sih komputernya terserang virus. Jam 9 malam aku bergegas menuju rumah Marni yang jaraknya cukup jauh dari rumahku. Dengan sepeda motorku akhirnya 30 menit kemudian aku tiba. Setelah memarkirkan motorku di garasi kuketuk pintu, tapi kelihatannya rumah itu sepi, “jangan-jangan Marni belum pulang dari kantornya nih, pasti lembur lagi..” pikirku selang beberapa saat pintu terbuka dan keluarlah Fani Kakaknya Marni, “lho Marni mana?”tanyaku “Eh, Adin.. Marni belum pulang, barusan juga udah Fani telfon, katanya dia masih ada di kantor, ada temannya yang Ulang tahun, jadinya makan-makan dulu deh di Kantor”
“oh begitu ya.., tapi kenapa saya ga dikabari ya..?” tanyaku kembali, “kata Marni sih udah, tapi telfonnya ga diangkat sama kamu Din” jawab Fani sambil memandang wajahku, lalu aku memeriksa saku celanaku, mengambil HP ku untuk memastikan apakah ada Miss Call dari Marni, dan baru kusadari kalau aku tidak membawa HP
“Hehe.. salahku nich Fan.. HP nya ketinggalan..”jawabku cengengesan.
“tuh kan.. ya udah masuk aja, mau benerin computer kan?” tanpa menjawab aku kemudian berjalan mengikuti Fani masuk ke dalam rumah. Suasana rumah memang sepi, maklum saja Marni hanya tinggal berdua dengan Fani kakaknya, sedangkan orang tuanya ada di Kota Ciamis. Marni dan Fani sama-sama bekerja di sebuah perusahaan IT. Hari itu Fani tidak masuk kerja karena mengambil cuti, capek katanya… makanya ia mengambil cuti untuk istirahat sekalian beres-beres rumah karena tidak punya pembantu. Dan benar saja suasana rumah yang sepi itu memang nyaman, perabotan serta pernak-pernik sudah tertata rapi tidak seperti beberapa hari kemarin ketika aku main kerumah ini, suasananya berantakan.
Setelah melewati ruang tamu aku berbelok kiri memasuki koridor kecil, disinilah kamar Marni . Aku dipersilakan masuk lalu menyalakan computer yang terletak di sebelah kanan tempat tidur Marni.
“silahkan aja, perbaiki yang bener ya.. aku tinggal dulu, oh ya mau minum apa..?” kata Fani dengan lagak seperti sale service.
“ oke deh, gak usah repot-repot, air kopi ada ?”
“huuu, katanya gak ngerepotin…!” aku hanya tersenyum melihat Fani yang segera berbalik menuju dapur, baru kuperhatikan ternyata Fani memakai daster pendek yang cukup tipis, kayaknya dia ga pakai Bra, karena ketika dia berbalik tadi aku tak melihat garis tali bra dari belakang dasternya, ah sebodo amat pikirku, karena aku kesini hanya mau memperbaiki computer Marni saja, bukan mau yang lain-lain. Hari-hari bisaa pun aku kesini hanya untuk numpang istirahat, makan, atau ngobrol-ngobrol saja kalau aku merasa jenuh di rumah.
Aku mulai konsentrasi dengan computer, me-restart kemudian mengoperasikannya dengan safe mode, membuka program antivirus dan me-scan harddisknya, ketika tengah-asyik mengamati layar, tanpa kusadari tiba-tiba Fani masuk, mungkin karena aku tidak memperhatikan situasi sekitar, kedatangan Fani membuatku kaget. Tanpa sengaja sikutku membentur lengan Fani yang membawa secangkir kopi panas, walhasil cangkir kopi itu terjatuh dari nampan dan pecah ,seluruh isinya tumpah ke lantai.
“uuuppsss Sori Fan.. aku kaget, kirain siapa…nggak apa-apa Fan?”
“iiihhh kenapa sih jadi orang kok kagetan kayak gitu, untung aja aku gak kesiram air panas…”jawab Fani ketus, “sory deh.. sini aku bantu bersihin..” Aku lalu bangkit dari kursi hendak membersihkan tumpahan air kopi dan menyingkirkan pecahan cangkir dari lantai. Aku lalu membungkuk tepat di hadapan Fani, dia pun segera me-lap lantai mengunakan kain serbet yang dia bawa, otomatis aku melihat pemandangan yang membuatku deg-degan, dengan posisiku yang membungkuk serta posisi Fani yang berjongkok di hadapanku, payudara Fani telihat jelas tanpa memakai bra. Duh kacau nich… kurasakan celanaku menjadi sempit akibat adikku mulai terbangun dan mengeras.. takut ketahuan aku buru-buru berdiri dan berbalik untuk membuang pecahan cangkir yang kupegang ke tempat sampah di sudut kamar, “Din.. ini sekalian buang “ kata Fani yang kini posisinya berdiri mendekatiku, baru beberapa langkah Fani berjalan..
“Ouch!!!.. kakiku nich…” Fani menjerit tertahan, dan ketika aku berbalik kulihat serpihan kecil cangkir tertancap di telapak kaki kanannya. “kenapa Fan? Tuh kan kalo jalan ga hati-hati sih” dengan sedikit berjinjit Fani kemudian berjalan dan duduk di ranjang, mencoba melihat kondisi telapak kaki kanannya, wajahnya meringis menahan sakit. “sini kubantu.. ah pecahan kecil kayak gini kok repot..” kataku sambil berjongkok di depan Fani mengamati kakinya.
“bukan besar atau kecil… sakit tau..!!” dengan wajah masih meringis Fani memandangku, “cabutin dong… susah nih”. Aku segera mencabut pecahan itu dari telapak kakinya, ternyata lukanya tak cukup dalam, aku segera memijit-mijit telapak kakinya takut-takut kalau masih ada sisa serpihan pechan cangkir di dalam.
“udah nich.. tuh ga kenapa-kenapa kan.. cengeng sih”kataku sambil menepuk kakinya. Aku tidak segera beranjak dari posisiku, karena tadi ketika memijit kaki Fani, perhatianku lebih terfokus pada pahanya Fani yang mulus dan putih, mataku-berusaha untuk mengintip lebih jauh ke dalam, namun aku tak berhasil melihat selangkangannya, karena sepertinya Fani juga menyadari pandangan nakalku lalu dengan cepat ia berusaha menutupi nya dengan bantal kecil yang sedari tadi dipegangnya.
“yo.. thanks Din, bisa mijit juga kamu ya Din…, sekalian dong pijitin kaki ku yang satu lagi..”
“yee maunya, tar aja deh.. computer adikmu belum kelar nich” jawabku sambil buru-buru bangkit, ternyata proses scan belum selesai. “ya udah sini aku pijitin..” Fani pun kini berganti posisi menjadi rebahan, kakinya selonjor ke pinggir ranjang, sementara itu aku mulai memijit kedua kakinya perlahan mulai dari tumit, pergelangan kaki, lalu ke betisnya. Lama-kelamaan niat isengku yang sudah terbumbui pikiran ngeres mulai menggodaku, aku memperlambat gerakan memijitku dan berubah menjadi usapan-usapan lembut, Fani pun mulai meringis entah kenapa.
“geli ya Fan ?” tanyaku lembut, “kalo geli ato sakit aku sudahi ya..”
“emh nggak kok, terusin aja…”
Telapak tanganku semakin gencar mengusap, membelai, menggosok dan memijit dengan perlahan-lahan menuju ke lututnya lalu dengan hati-hati tanganku bergerak ke arah atas menuju pahanya, kurasakan kulitnya yang mulus terasa mulai lembab karena keringat Fani, Anehnya dengan kelakuan nakalku itu Fani tidak berontak, malah mulutnya mendesis-desis…
“ssshhh… ngapain sih kamu Din… bikin aku Horny dech..” Fani berkata dengan mata terpejam, aku tak menjawab, aku mengetahui kalo fani sudah masuk dalam perangkapku.
Mendapat sinyal secara tidak langsung itu aku semakin giat untuk melanjutkan usahaku menyentuh daerah vaginanya Fani, saat itu badan Fani mulai menggeliat, kedua tangannya mulai terentang, pinggulnya mulai bergerak pelan menerima reaksi sentuhanku, kuberanikan diri untuk menyingkap daster dari bagian bawah dengan perlahan, Aku kini berhasil menyetuh CD nya lalu dengan cepat aku memelorotkan CD nya itu, Fani pun mengangkat pinggulnya untuk memudahkanku melepas CD nya yang kini kutahu berwarna pink, kuletakkan CD nya tak jauh dari kaki Fani dan dengan leluasa kuangkat daster nya sampai ke perut.. maka terpampang jelas vaginanya yang putih kemerahan, ditumbuhi rambut yang tertata rapi.. oh shit… nafsuku makin menjadi-jadi namun kutahan niatku untuk mengecup vaginanya itu, aku ingin menelanjanginya terlebih dahulu, maka daster itu terus kutarik ke atas dan beberapa detik kemudian terpampang sudah tubuh mulus Fani tanpa tertutup apapun, sejenak aku tertegun melihat tubuhnya yang seksi, pinggang yang ramping, sepasang payudara yang mulus dan montok dengan puting coklat kemerahan mencuat menantang birahiku.
Fani kini membuka matanya… “Din.. kamu nakal banget, aku kok ditelanjangin, dingin tau…” Aku sudah kehilangan kata-kata untuk menjawab, yang kupikirkan adalah bagian mana yang harus kunikmati terlebih dahulu, Toket-nya atau Mrs V nya… Fani kini mulai menekuk lutunya membuat gerakan seolah ingin menutupi vagina dengan pahanya, lalu kemudian ia kini tidur menelungkup seakan-akan ingin menunjukkan bongkahan pantatnya yang bulat dan padat itu, Aku menelan ludah beberapa kali… “kok didiemin sih Din.. pijitin juga punggungku ya..”
“emh.. iya Fan.. sekalian kamu akan aku angetin…” Aku bukannya memijit tapi langsung menindih tubuh fani yang tengah tengkurap itu, menyerbu tengkuknnya dengan kecupan ganas, diimbangi dengan kedua tanganku yang menyusup ke arah sepasang payudaranya, meremas-remas dan mencoba memilin putingnya dengan jari tanganku.
“ough..ehmfff… Din.. berat donk.. kok aku malah ditindih, auw..shhh shhh.. geli Din…” fani meracau sambil menggelinjang, gerakan pantatnya memutar-mutar dan menekan-nekan penisku yang masih terbalut celana panjang, Aku masih mengenakan pakaian lengkap, namun Fani mungkin bisa merasakan tegangnya penisku dari balik celana panjangku yang kini aktif menekan-nekan belahan pantatnya. “Fani.. enak nggak…?” bisikku di telinga Fani dengan nafas memburu, Fani tetap tepejam “emmhh..agghh.. toketku ntar tambah gede lho Din.. Ahh.. lepasin celana kamu dong, pantatku tar lecet kena zipper celana kamu…” Mendengar itu aku segera bangkit dari posisiku lalu buru-buru membuka celana dan pakaianku, dalam beberapa detik aku sudah telanjang bulat, kontolku yang sudah tegang dari tadi kini bebas… segera aku mengangkangi punggung Fani dan menyentuhkan kepala kontolku ke pungungnya fani, mengusapkannya ke seluruh permukaan hingga Fani bisa merasakan kontolku menggebuk-gebuk punggungnya.
Fani lalu membalikkan badannya ingin tahu sebesar apakah benda yang menggebuk punggungnya itu, wajah fani kini berada tepat di depan kontolku, mata fani terbelalak melihat kontolku yang berukuran bisaa-bisaa saja tapi panjang kini mengacung tegak di depan mulut Fani… sejenak kami saling bertatapan mata, wajah ku dan Fani sama-sama menyiratkan gairah yang harus segera dituntaskan.
“Fan.. Kontolku mau mimi nih…” kataku sambil merendahkan posisi mengangkangku sehingga kontolku kini berada di tengah-tengah toketnya, “sini kalo mau mimi sayang..” erang fani sambil menjepitkan kedua toketnya ke kontolku, toket Fani yang berkeringat memudahkanku untuk mengocokkan batang kontolku, Fani mendekatkan dagu menempel di dadanya sehingga ketika kontolku bergerak maju bibir Fani menyambut kepala kontolku dengan mengecupnya, lama-kelamaan kecupan itu berubah, mulut fani mulai terbuka membiarkan kontolku masuk ke dalam mulutnya, yup.. baru kali ini aku di oral dengan posisi seperti ini.
Kami pun lalu berganti posisi, Fani kini duduk bersandar ke tembok sementara aku berlutut menghadap wajahnya, kali ini Fani lebih aktif mengisap kontolku, tangan kanannya memeluk dan meremas pantatku sementara tangan yang satunya lagi menggenggam dan meremas-remas lembut kedua biji kontolku, mulutnya bergerak dengan aktif, sapuan lidahnya yang melingkari kepala kontolku sambil sesekali menekankan ujung lidahnya di lubang kontolku membuatku semakin melayang, tanganku sesekali membelai rambutnya fani, menyingkirkan poni rambutnya yang menutupi wajah cantiknya, mata Fani terlihat sayu merem-melek menikmati kontolku yang keluar masuk dengan irama yang semakin lama semakin cepat, aku tidak bisa menghentikan gerakan pinggulku untuk tidak menghentak terlalu dalam, namun gelombang birahiku semakin membuatku tak terkendali, Fani pun seperti kesetanan membuka mulutnya lebar-lebar membenanmkan kontolku hingga menyentuh tenggorokannya. Aku menikmatinya sampai aku merasakan cairan hendak keluar dari kontolku, aku mau mencapai klimaks.. tapi aku tak mau menyudahi ini begitu saja. Fani pun segera melepaskan kulumannya lalu dengan cepat-mengocok-ngocok batang kontolku “agghh.. yess udah mau keluar ya..” Fani tersenyum memandangku yang tengah menikmati sensasi luar biasa ini.. “emh.. kok kamu tau sih..” jawabku sambil mengusap keringat di dahinya dengan tanganku. “ya iya lah… barusan kontol kamu berdenyut-denyut kayak gitu… keluarin disini aja ya..” kata Fani tidak memperlambat kocokannya… “emh.. enggak sekarang deh..” Aku lalu bangkit dan merangkul fani kmeudian menindihnya lagi, kali ini kontolku menyentuh tepat di selangkangan Fani.. Fani pun merentangkan kakinya lebar untuk memudahkan kontolku menembus vaginanya.
“Fani.. jangan posisi gini ah..” kataku, lalu kubalikkan tubuhnya sehingga tengkurap, kuremas lagi bongkahan pantat Fani itu kemudian kuangkat pinggulnya sehingga posisi Fani kini menungging.
Segera saja kuremas keras-keras toketnya, kugigiti dan kujilati pundak lalu telinganya, kucoba untuk menancapkan kontolku ke dalam Vagina Fani, namun meleset, Fani lalu membimbing kontolku untuk masuk, Dengan posisi seperti itu Vaginanya terlihat lebih sempit, Aku terus mencoba melesakkan kontolku lebih dalam “ Agghhh… sssaaaakkkkiittt Sayanggggg…” Fani merintih kesakitan “tahan dulu bentar ya…..emmhhh…ougghh..” dan beberapa saat kemudian.. “OOOHHHHH YESSSS…!!” aku mengerang dengan nikmat seiring penetrasi dalam yang berhasil kulakukan.. “Aaaaaaggghhhhh…!!!!!” Fani pun menjerit merasakan kontolku yang dengan mantap berhasil menjebol miliknya.
Aku terpejam dan menengadah ke atas, lalu aku melihat ke bawah ke arah kontolku yang kini sudah amblas di dalam, sungguh pemandangan yang sangat indah… jujur saja saat itu aku merasa menjadi seorang laki-laki sempurna, kepecayaan diriku menggebu-gebu, apalagi ketika aku melihat Wajah fani yang terpantul dari cermin di lemari di hadapan Fani, mata Fani terpejam dengan mulut sedikit terbuka. Rambutnya acak-acakan, semakin mengundang gairahku, klimaks yang tadi akan tercapai terasa semakin jauh.
Perlahan pinggulku mulai kugerakkan, maju mundur semakin cepat, Fani semakin menggelinjang namun tidak kuasa berbuat banyak, ia hanya bisa mengerang dan merintih nikmat, posisinya kini sudah terkunci. Hentakan pinggulku membuat pahaku dan pantat fani beradu dan menimbulkan suara kecipak yang cukup keras… “Ough..ough..ough… pelan-pelan din..” aku tak menghiraukan ucapannya hentakan itu juga membuat toket fani yang tergantung dengan indahnya terguncang kesana kemari, tak kusia-siakan keadaan itu, segera saja kuremas dengan tangan kiriku sementra tangan kananku tetap meremas bongkahan pantat Fani..
Aku menikmati setiap hentakan pinggulku, Kontolku tertancap pada titik terdalam Vaginanya fani, Fani pun melenguh, matanya terpejam, mulutnya terbuka menyemburkan nafas yang tersengal-sengal, belaianku ke punggungnya, remasan lembut di toketnya yang kenyal, hantaman pahaku di pantatnya membuat kenikmatan itu semakin menjadi-jadi. Fani mulai berteriak-teriak kecil, merintih, dan meracau…Aku segera memeluk erat tubuh Fani sehingga membuat Fani Ambruk di ranjang, Gelombang kenikmatan itu termanjakan dengan semakin menggeliatnya tubuh kami berdua… Akhirnya Fani tak dapat menahan lagi.. dengan jeritan panjang namun tertahan kurasakan tubuh Fani mengejang, semakin basah saja kurasa vaginanya, aku menghentikan hujamanku memberinya kesempatan menikmati orgasmenya, lalu kutekan kontolu sangat dalam dan kutahan.. Fani kembali mengejang. Setelah kurasa fani cukup tenang.. aku berbisik di telinganya Fani “giliranku ya… Fan…” Fani hanya menggeleng lemah lalu kembali meringis saat aku kembali aktif bergoyang, mengaduk-aduk vagina Fani dengan kontolku yang semakin liar menjelajah seluruh dinding Vagina fani…. Pandanganku mulai gelap, sekitarku terasa berputar, desakan cairan semakin merambat menuju kepala kontolku, dengan cepat aku mencabut kontolku mengocoknya dengan cepat… dan… menyemburlah cairan yang selama ini kutahan… beberapa kali kontolku menyemprotkan cairan ke punggungnya Fani.. Ya ampun.. aku sendiri heran melihat cairanku yang begitu banyak tertumpah begitu saja. Sejenak aku terdiam dengan nafas yang masih tersengal-sengal dengan posisi masih menunggangi pantat Fani, kontolku masih tetap tegang menumpangi punggungnya… “Oh yeah.. thanks Din..” Fani bergumam dan ia mulai bangkit, aku pun segera berganti posisi rebahan di sampingnya..
“ih.. banyak benget, meleleh ni sampai ke pantat..” kata Fani sambil berdiri dan me-lap cairan yang meleleh di pantatnya, “Iya.. Fan.. jangan sampe meleleh ke kasur ya.. tar Marni curiga..” jawabku, lalu aku bangun membantu membersihkan punggungnya dari cairan spermaku memakai daster Fani.. setelah selesai Fani pun memelukku dan mengecup bibirku lalu melepaskannya kemudian berjongkok di menghadap selangkanganku… menggenggam kembali kontolku yang mulai lemas kemudian ia mencium kontolku “Thanks Mr. P..”
Mendapat perlakuan seperti itu entah kenapa kontolku mulai mengeras kembali, Fani pun kaget “ya ampun baru aja muntah ko udah tegang lagi..” Aku hanya tersenyum melihat reaksi Fani..” dengan gemas Fani kembali mengulum kontolku..” kubiarkan saja ia bermain-main dengan kontolku, meskipun kembali mengeras namun gairahku belum kembali 100%, seluruh otot tubuhku terasa lemas, terutama pinggulku.
Setelah cukup lama Fani pun melepaskan kulumannya, “dah dulu ya.. Aku mau mandi dulu.., gerah…” tanpa banyak basa-basi Fani pun ngeloyor pergi begitu saja meninggalkanku yang berdiri mematung dengan kontol yang sudah tegang kembali… Aku jadi penasaran, hasratku muncul kembali ketika melihat Fani yang telanjang bulat berjalan keluar kamar, segera saja aku berlalri menyusul Fani memeluknya dari belakang…” Aw.. Din.. belum puas ya… jangan disini dong.. Augh…!!” Fani pun menjerit kaget ketika dengan ganas aku memeluk, menciumi tubuh Fani sekenanya, tanganku dengan liar membabi buta menjelajahi tubuh Fani, kuremas lagi toketnya, kuusap-usap Vaginanya, bahkan kali ini kudorong tubuh fani hingga ia terjerembab di lantai, oh .. sensasi baru lagi nih nge-sex di lantai pikirku, Aku menindih tubuh Fani, namun ketika aku ingin bertindak lebih jauh, terdengar suara deru mesin mobil di depan rumah.. “Duh.. Marni pulang tuh…, cepet beresin lagi..” “Oh shit, gimana nih?” Aku kebingungan… dengan cepat Fani bangkit lalu berlari menuju kamarnya, Aku pun kembali ke kamar dan mengambil pakaianku yang tercecer di ranjang, segera saja kupakai. Ranjang yang berantakan akibat pergumulan tadi kurapikan sekenanya lalu sebagai kamuflase, Aku segera tiduran di ranjang pura-pura tidur…karena dengan begitu marni tidak akan curiga melihat kasurnya berantakan sebab ia tahu kalo aku tidur pasti gak bisa diem dan membuat kasur berantakan… sambil mengatur nafasku aku memejamkan mata dan terdengar suara pintu depan terbuka dan langkah kaki Marni menuju kamar.